14. Adakah petunjuk?

388 73 13
                                    

Entah sudah berapa kali Alvin bertanya pada Elisa tentang mengapa dia bisa hilang ingatan. Elisa selalu saja menjawab dengan kalimat yang sama 'Waktu itu kamu mengalami kecelakaan besar'. Hanya itu. Elisa tak pernah menjelaskan kecelakaan apa dan penyebabnya bagaimana.

Alvin yang tak pernah merasa puas dengan jawabannya, berulangkali mengulang pertanyaan. Namun, makin lama Elisa malah jadi kesal dan melarangnya bertanya hal serupa. Setelah itu, Alvin berhenti bertanya.

Hingga hari ini tiba. Akhirnya Alvin mengulang pertanyaan itu lagi.

"Kenapa ... aku bisa hilang ingatan?"

Alvin bertanya dengan tatapan kosong. Elisa yang berdiri di hadapan Alvin, meremas ujung bajunya dengan gelisah.

"Kecelakaan .... kecelakaan besar." Elisa berkata pelan. Menjawab dengan jawaban yang sama seperti sebelumnya. Matanya meredup, menatap putranya pedih.

"Tadi mama bilang Rey bunuh diri!"

"DAVA!" Elisa berseru, menatap Dava tajam. Memberi peringatan agar anak tirinya itu agar tak berkata lebih jauh.

Dava mendekat. "Kenapa? Apa selain menyembunyikan fakta itu dari aku, mama juga menyembunyikannya dari Rey? Gitu, 'kan?"

Elisa merapatkan bibir. Tangannya mengepal kuat. Alvin yang melihat reaksi mamanya jadi menyakini jika ucapan Dava benar. Ia mundur perlahan, ingin pergi dan menenangkan diri dari situasi buruk ini.

Elisa meliriknya, mengetahui niat Alvin. "Rey ... tunggu dulu. Mama bisa jelaskan."

Alvin menghindari tangan Elisa yang hendak menyentuhnya. Semakin mundur hingga keluar dari ambang pintu.

"Apa mama akan jelasin tentang alasan aku bunuh diri? Ataukah ... membuat kebohongan lain?"

"Maafin mama Rey, mama cuma takut kamu ... terluka." Elisa menelan ludah, tak bisa berkata lebih banyak.

"Jadi mama bakal buat kebohongan lain, kan?" Alvin terkekeh hambar. "Aku pergi dulu." Setelah itu segera melenggang pergi dari tempatnya.

"REY!!!" Elisa hendak mengejar, tapi pergerakannya langsung ditahan oleh Dava yang mencekal lengan kanannya.

"Mama kira dengan ngejar Rey, dia bakal nurut dan langsung pulang?" ucap Dava sarkas.

Elisa terdiam. Menatap putranya itu dengan tatapan putus asa. "Dava ... selama ini Rey menderita. Jika dia tahu tentang kejadian itu, dia pasti akan sedih sekali. Mama mohon tolong kamu jangan bahas soal kejadian itu dan kejadian yang Rey lupakan," pintanya.

Dava melepas cekalan. Helaan napas dia embuskan kasar. "Aku pikir orang dewasa akan lebih paham dengan perasaan anak mereka. Tapi ternyata aku salah." Ia menatap mamanya, melihat raut sendu dari guratan tipis yang terlihat di wajahnya. "Aku tahu seberapa menderitanya Rey. Aku selalu tahu gimana papa dulu sering mukulin dia, kurung dia, dan ... pilih kasih sama dia. Aku tau karena aku lihat langsung."

Dava menunduk. Hatinya sesak. "Tapi semenderita apa pun Rey selama ini, apakah membohongi dia itu keputusan yang tepat? Bukankah Rey akan jauh lebih sedih ketika fakta terburuknya disembunyikan dibanding dengan dia tahu kebenarannya sejak awal?"

"Kamu bilang seperti itu karena kamu gak tau alasannya Dava." Tatapan Elisa menajam.

Si pemuda tak gentar. Justru balas menatap balik ibu tirinya itu dengan sama tajamnya. "Kalau gitu kasih tahu aku. Biar aku paham, biar aku gak asal menilai keputusan mama untuk Rey. Apa bisa?"

DARKSIDEWhere stories live. Discover now