25. Gigitan pertama

471 78 8
                                    

"Capek banget," ucap Rania yang masih terengah-engah karena baru selesai menyelesaikan final lari estafet beregunya. Untungnya timnya yang menang, setidaknya usahanya membuahkan hasil.

"Tapi setidaknya lo menang. Gue nih yang kalah, rasanya sia-sia gue lari."

"Mana ada sia-sia."

Fira menoleh ke sumber suara, seketika membuatnya melotot karena yang menyahut adalah guru olahraganya. "Eh, ada bapa," katanya sambil menyengir lebar.

"Tujuan utama olahraga itu buat kebugaran bukan ajang perlombaan. Jangan kebanyakan ngeluh kamu," katanya, lalu menarik atensi murid lainnya dengan dua kali tepukan tangan. "Kalian semua jangan ke mana dulu karena pelajaran belum selesai. Nanti bapak ke sini lagi, kalau kalian ketauan kabur, bapak kurangi nilai tes kalian."

"Baik pak." Seluruh murid berkata serempak.

"Untung aja pak guru gak nyuruh gue lari lagi," keluh Fira sambil menyenderkan kepala ke pundak Rania.

"Makanya jangan cari gara-gara." Tiba-tiba seseorang datang dan duduk di sebelah Fira. Siapa lagi kalau bukan Dani.

"Cih, padahal sendirinya yang hobi buat gara-gara.

"Gue cuma buat gara-gara sama lo aja kali." Melihat wajah eneg Fira, Dani langsung tertawa. "Seneng banget gue kalo liat lo gini."

"Maksudnya lo seneng lihat gue yang setiap hari kesel sama lo gitu?"

Dani menggeleng. "Bukan, gue seneng karena sekarang kalo lo kesel, lo udah gak sambil mukul orang lagi. Udah beberapa hari ya gue gak kena tampolan lo, keren banget, lanjutkan, Fir," katanya sambil menepuk pundak Fira bangga.

"

Oh ya?" Fira memasang wajah pura-pura terkejut. Dani mengangguk santai, tak menduga jika setelahnya dia akan terkena tampolan keras dari gadis itu.

"Nah, sekarang udah ditampol." Fira tersenyum tanpa dosa. "Mau lagi?"

Dani melirik gadis itu dengan wajah kesal. "Baru juga gue puji, kenapa lo malah kumat lagi. Takut banget gue kalau nikah sama lo, pasti nanti bakal di-kdrt terus."

"Dih, siapa juga yang mau nikah sama lo. Najis!." Dari ucapannya Fira jelas menolak mentah-mentah. Akan tetapi jika melihat dari wajahnya yang langsung bersemu merah, jelas menunjukkan hal yang berbeda.

"Fir, gue duluan ya." Rania bangkit berdiri.

Fira menahan tangannya. "Mau ke mana? Ikut dong."

"Heh, jangan ikut-ikutan." Dani menarik tangan Fira yang menahan Rania. "Lo diem di sini temenin gue." Kemudian menatap Rania dan membiarkannya pergi.

Di saat teman-temannya yang lain beristirahat sambil meluruskan kaki di lapangan. Alvin justru tengah duduk seorang diri di bangku panjang di pojok lapangan. Rania yang melihatnya pun jadi inisiatif menghampirinya. Tanpa izin langsung mendudukan diri di sebelah Alvin.

"Sejak lo absen waktu itu, lo jadi sering menyendiri ya?"

Alvin tersenyum miring. "Lo juga jadi sering merhatiin gue ya?"

Rania tak membalas dan tak mengelak juga. "Gue kira lo ke kelas."

"Kan pak guru nyuruh kita tunggu di sini."

Sebenarnya Alvin tak peduli dengan larangan itu. Dia pasti akan ke kelas jika bisa, supaya dia bisa segera meminum obatnya. Akan tetapi sejak tadi energi Alvin terasa terkuras habis. Mungkin karena Alvin meminum obatnya lebih awal, jadi sekarang efektivitasnya berkurang di waktu yang tidak tepat.

DARKSIDEWhere stories live. Discover now