Satu - Ceroboh

6 4 4
                                    

"Bukannya overdosis pede, tapi Jani cuma ngomong yang bikin Jani jauh-jauh dari insecure."
–Anjani Putri Citrawati

***

"Lo kenapa cabut nggak ngajak-ngajak, sih?!"

Raden menatap cowok di depannya dengan kesal. Tentu saja kesal, ia dan ketiga sahabatnya sudah mencari cowok itu setengah jam dengan mengelilingi sekolah, bahkan tadi mereka sempat mengunjungi rooftop, tapi cowok itu tidak ada di sana. Dan sekarang? Cowok itu tetap tak menggubris seruan mereka.

"Tau, lo, betah banget di sini, ngeliatin apa, sih?" Bima mengatur napasnya yang ngos-ngosan. "Anjir, capek gue. Bu Ambar kenapa ngejar-ngejar mulu, yah? Segitu cintanya apa sama gue?"

Pletak!

"Minim otak, lo. Suruh siapa lo bolos? Makanya kalau bolos, tuh, pinter dikit, biar nggak ketahuan. Kek gue." Pandu berlagak sok keren dengan kedua tangan bersedekap.

Raden menatap Pandu dongkol. "Lo juga sama aja, bego! Kita ketahuan bareng-bareng. Heran gue, Bu Ambar nggak ada mangsa lain apa, yah? Kita, 'kan, masih SMA."

"Bener! Kita masih unyu-unyu gitu," sahut Bima dengan muka yang diimut-imutkan.

Pandu langsung menabok wajah Bima. Ia mendengkus geli. "Jijik gue liatnya."

"Bener, loh, kek nggak ada mangsa yang seumuran aja. Ckckck, kan gue berasa dikejar pedofil." Raden bergidik membayangkan Bu Ambar mengejar-ngejar dirinya layaknya seseorang yang jatuh cinta.

"Masih pagi udah gibah aja. Mana guru lagi yang digibahin. Kena karma, gue mampusin lo pada." Rama yang sedari tadi diam mendengarkan akhirnya angkat suara.

"Karma kek gimana, tuh?" tanya Pandu dengan alis yang dinaik-turunkan.

"Digibahin balik, mungkin."

Bima bersorak senang mendengar jawaban Rama. "Bagus! Kita gibahin Bu Ambar, Bu Ambar gibahin kita. Dosa kita pindah ke Bu Ambar, dosa Bu Ambar pindah ke kita. Seenggaknya kita dosa satu orang dibagi empat rata. Daripada Bu Ambar nerima dosa kita berempat yang udah gue jamin dosa gue paling banyak."

"Nyadar juga lo kalau banyak dosa."

Bima menatap Pandu sinis, setelahnya ia tersenyum lebar. "Jelaslah, gue mau tobat."

Ketiga sahabatnya hanya membuang muka pura-pura muntah. Bima pun mendengkus kesal. Pandangannya beralih.

"Bang Jun! Diem mulu, lo."

Cowok yang dipanggil 'Jun' itu tetap pada posisinya, membelakangi mereka dan menatap halaman utama sekolahnya. Ada banyak murid-murid yang berlalu lalang di sana. Namun, ada satu cewek yang membuat mereka seakan-akan mengerti alasan cowok itu berdiri di atas sini.

"Lo ngeliatin Agni, ya?"

Cowok itu mendengkus mendengar tebakan Bima yang benar-benar jauh dari pikirannya.

Pandu menepuk bahu Bima, ia tersenyum manis. "Lo salah, Bim. Jelaslah Arjuna nggak mungkin ngeliatin Agni. Tau sendiri Arjuna nggak bisa stuck sama satu cewek. Gue ragu dia suka sama manusia bertitel cewek."

Rama menoyor kepala Pandu dengan kesal. "Bego! Arjuna lagi ngincer adek kelas asal lo tau."

Sontak ketiganya membuka mulut tak percaya. Mereka menatap Arjuna meminta penjelasan, tapi Arjuna hanya balas menatap sambil menaikkan sebelah alisnya.

Bima mengusap wajahnya kasar. Ia sungguh kesal dengan respon sahabatnya, meskipun sudah sering dan bahkan ia sangat-sangat tau kalau Arjuna akan membalas seperti itu, tapi tetap saja rasanya menjengkelkan. "Fiks, jangan pernah ngobrol sama Arjuna. Nggak guna jawabannya. Bukannya dapet jawaban malah makin banyak pertanyaan."

DescolarWhere stories live. Discover now