Empat belas - Babak Belur

0 0 0
                                    

Sore yang sangat terik, padahal bukan jam dua belas di mana matahari tepat di atas kepala, tapi rasanya malah jauh lebih panas dan menyengat. Pulang sekolah adalah waktu yang paling disukai oleh murid-murid termasuk Bima pastinya. Namun, ia harus tertahan di laboratorium biologi bersama Anjani untuk menyelesaikan tugas penelitian mereka.

"Cantik, pinter gambar nggak?" tanya Bima sambil mengeluarkan sebuah mikroskop dari rak.

Anjani yang sedang menyiapkan bahan-bahan menoleh. "Nggak, jangan Jani. Gambaran Jani jelek."

Laki-laki itu pun mengacungkan jempolnya. "Nggak masalah, Baby tetep cantik, kok."

"Iya tau, Jani emang cantik dari lahir."

"Betul sekali!"

Untung saja tidak ada Arjuna, atau Bima akan mendapatkan sebuah tatapan tajam karena memanggil Anjani dengan 'baby'.

Setelah semuanya siap, Anjani segera membuat sayatan tipis pada salah satu bahan, hasilnya ia letakkan di kaca obyek lalu diberi satu tetes air dan ditutup oleh kaca penutup. Selanjutnya, gadis itu meletakkannya di meja preparat lalu mulai mengatur fokusnya. Terakhir, Anjani memotret gambar sayatan tersebut agar Bima lebih mudah untuk menggambar.

"Nih, Bima gambar sekarang aja. Jani lanjutin ke bahan kedua," ucapnya menyerahkan ponsel ke Bima.

Laki-laki itu sigap. Ia segera melakukan apa yang Anjani perintahkan. Tentu hal yang mudah baginya untuk menggambar sel semacam itu karena dirinya memang memiliki hobi menggambar.

Keduanya terus fokus pada penelitian, di mana Anjani yang meneliti dan Bima yang menggambar hasilnya. Ketika semua bahan sudah diteliti, Anjani beralih pada kertas-kertas yang mana terdapat gambar yang dibuat oleh Bima. Gadis itu menuliskan beberapa informasi terkait hasil penelitian. Hingga ketika jam sudah menunjuk pukul 17.15, keduanya sudah menyelesaikan laporan mereka.

Katanya, penelitian sel seperti ini umumnya dilakukan ketika sudah kelas sebelas. Namun, entah kenapa Bu Ambar malah memberikan tugas ini kepada mereka yang kelas sepuluh.

"Ah, emang enak, ya, sekelompok sama orang pinter. Nice, Cantik!"

Suara batuk yang disengaja membuat keduanya menoleh. Anjani tentu langsung tersenyum riang melihat siapa yang datang, berbeda dengan Bima yang menangkupkan kedua tangannya sambil menunjukkan cengiran.

"Canda, Bang Jun."

Yap, itu Arjuna. Sebenarnya, laki-laki tembok itu memang menunggu Anjani sejak pulang sekolah di WABO, dan ketika sudah pukul 17.00, Arjuna langsung kembali ke sekolah menjemput gadisnya. Kenapa bisa pas waktunya? Entahlah, mungkin feeling.

Bima hanya tersenyum pahit melihat teman sekelas dan sahabatnya bergandeng tangan keluar dari laboratorium. Ia hanya bisa mengusap dadanya dan bersabar. "Lo ganteng, kok, Bim, tapi emang kalah ganteng sama Bang Jun. Tenang aja, nggak lama lagi juga bakal dapet doi."

Setelahnya, laki-laki itu memilih untuk keluar dari laboratorium juga, tak lupa dengan mengunci pintunya. "Ayang! Di mana kamu?!"

Untungnya, sekolah sudah sepi. Jadi, tidak ada yang menganggap laki-laki itu gila karena berteriak-teriak sendiri.

Bima segera menuju parkiran dan mengambil motornya. Laki-laki itu tidak langsung menuju rumah, melainkan mampir ke WABO sebentar.

"Bu Yanti, kopi satu, ya!" teriaknya ketika memasuki WABO.

Tidak ada sahabat-sahabatnya di WABO, juga tidak ada orang lain. Mungkin karena terlalu sore dan menjelang petang. Biasanya, akan ramai lagi setelah pukul tujuh atau delapan malam. Ah, dan WABO ini tutup pukul 01.00. Terkadang malah 24 jam jika ia dan keempat sahabatnya yang nongkrong.

DescolarWhere stories live. Discover now