Sebelas - Gantian Sakitnya

1 0 0
                                    

Sepulang sekolah, Arjuna dan Anjani langsung menuju ke toko buku. Anjani yang meminta ketika ia menelepon Arjuna tadi. Selain karena ia ingin membeli novel yang diincarnya, Anjani juga ingin bertanya langsung perihal Agni.

Panas menyengat kulit, belum lagi kepulan asap kendaraan yang membuat Anjani kini mengeluh. Sepertinya ia akan meminta Arjuna untuk mencari jalur lain untuk pulangnya. Apalagi ini macet, Anjani tidak suka situasi ini. Gadis itu menundukkan dan menempelkan kepalanya yang terbalut helm itu di punggung Arjuna. Wajahnya tak sanggup berhadapan dengan terik matahari.

"Kenapa?" tanya Arjuna, tangan kirinya mengusap tangan Anjani yang berada di perutnya.

"Panas, asep, macet. Jani nggak suka," jawab Anjani lemas. Uh, kini Anjani baru sadar bahwa ia merasa lebih lemas dari biasanya, padahal harinya tidak sesibuk itu.

"Pulang?" tanya Arjuna cemas.

Anjani menggeleng. Ia tidak merasa selemas itu sampai harus langsung pulang. Akhirnya, setelah beberapa kali memastikan, Arjuna mengikuti keinginan Anjani untuk tetap menuju toko buku. Betapa terkejutnya Arjuna ketika melihat wajah Anjani yang sedikit pucat.

"Rumah sakit?" Kedua tangan Arjuna menangkup pipi Anjani, matanya menyorot cemas.

Lagi, Anjani menggeleng. "Nggak perlu, Kak Ar. Jani baik-baik aja, kok. Jani pengen banget novelnya dari bulan lalu."

"Nanti, sekarang rumah sakit-"

"Kak Ar ... sekarang, ya?" pinta Anjani memelas.

Arjuna berdecak kesal, sorot matanya pun berubah tajam. "Langsung cari novelnya, jangan yang lain."

Gadis itu mengangguk. Dengan riang, ia langsung beranjak ke rak di mana novel yang diincarnya berada. Arjuna sendiri hanya mengawasi dari belakang. Tidak membutuhkan waktu lama karena Anjani tahu keberadaan novel itu dan seperti kata Arjuna tadi, ia hanya akan mengambil novel itu lalu mereka akan pulang.

Sebenarnya, Anjani kini ingin berlama-lama di sini. Ketika melihat novel-novel yang lain, rasanya ingin membaca satu per satu, atau setidaknya ia ingin menemukan novel menarik lainnya, tapi apalah daya ketika menatap mata Arjuna yang menyorot tegas untuk tidak ke mana-mana.

Anjani pun pasrah, mereka berdua segera menuju kasir. Ketika mereka akan membayar novel itu, mereka bertemu dengan Agni. Gadis itu tersenyum dan menyapa Arjuna yang dibalas senyum tipis oleh laki-laki itu.

Entah kenapa, Anjani merasa sesak dan panas dalam hatinya. Ia tidak suka Arjuna tersenyum pada perempuan manapun, selain dirinya. Apalagi hari ini dia melihat dua kali Arjuna tersenyum pada Agni. Belum lagi perkataan sahabat-sahabatnya kini terngiang di kepalanya. Berbagai khayalan buruk pun hinggap dalam pikirannya.

Tak ingin semakin panas karena memikirkan itu, Anjani langsung mendahului Arjuna dan membayar novelnya, setelahnya pun ia pergi meninggalkan Arjuna yang terkejut.

Dengan jalan yang cepat, Anjani terus menggerutu hingga tangannya dicekal Arjuna tepat ketika ia sampai di parkiran.

Arjuna menaikkan sebelah alisnya. Laki-laki itu sangat bingung dengan sikap gadisnya yang tiba-tiba pergi begitu saja. "Kenapa?"

"Kak Ar ada hubungan apa sama Kak Agni?" tanya Anjani balik dengan muka ditekuk.

Pertanyaan itu membuat Arjuna mengerutkan keningnya. Apa hubungannya? "Temen ... sekelas."

Anjani memicingkan matanya. Sedikit ragu jika hanya itu karena Arjuna bukan tipe yang ramah dengan teman sekelas. "Yakin?"

"Kenapa?"

"Kak Ar senyum ke dia, itu berarti Kak Ar lebih dari kenal sama dia, dan pastinya lebih dari teman sekelas. Tadi juga Jani liat Kak Ar ngobrol akrab sama Kak Agni di depan ruang guru."

DescolarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang