Dua belas - Gantian Sakitnya [2]

1 0 0
                                    

"Aku heran, mau bagaimana pun kondisi kamu, cantikmu nggak pernah luntur sedikit pun. Apalagi tingkah menggemaskanmu."
–Arjuna Saka Winanta

***

Seorang gadis duduk bersandar pada kepala ranjang dengan muka tertekuk. Di tangannya ada satu kotak susu rasa stroberi yang kini tengah diminum sambil menggerutu. Matanya memelototi seorang pemuda yang duduk manis di sofa dengan tenang sambil memainkan handphone. Terlihat tidak peduli dengan ocehan gadis yang di ranjang itu.

Hari ini hari Minggu, harusnya Anjani senang karena bisa menikmati hari libur dengan bersantai ria, tapi sayangnya Arjuna tidak memperbolehkannya untuk melakukan apa-apa, selain duduk manis di kasur. Ia bosan dan ingin keluar. Ia juga ingin makan makanan pedas, tapi Arjuna malah menyuguhinya susu kotak. Yah, meskipun tetap ia terima karena itu minuman favoritnya, tapi yang ia inginkan adalah makanan.

Sudah dua hari gadis itu hanya di rumah dan kebanyakan diisi tiduran saja di ranjang. Yah, meskipun itu juga karena perutnya kembali sakit dan mual. Ia bahkan sempat demam. Namun, hari ini ia yakin sudah sembuh sepenuhnya.

"Kak Ar, ayo keluar! Jani bosen tau!" rengeknya yang entah ke berapa.

Arjuna tidak meliriknya sama sekali, laki-laki itu masih fokus pada ponselnya. Tentu itu membuat Anjani dongkol. Gadis itu membuka selimutnya dan berjalan mendekati Arjuna. Setelah berada di depan Arjuna, gadis itu langsung duduk layaknya anak kecil, kedua kakinya ia lipat ke belakang hingga membentuk huruf m.

Arjuna yang sadar akan hal itu hanya menaikkan sebelah alisnya. Sambil tersenyum kecil, Arjuna menunggu apa yang ingin dikatakan Anjani.

"Mas Ar, keluar, yuk! Aku bosen tau," ajak Anjani lembut. Kedua tangan Anjani saling bertautan.

Gemes, mirip kucing. Arjuna yang tak tahan pun segera meletakkan ponselnya lalu memberi kode Anjani agar naik ke pangkuannya. Sebenarnya, selain menahan rasa gemas, Arjuna sendiri menahan getaran aneh dalam hatinya ketika Anjani memanggilnya dengan sebutan 'mas'. Yah, bukan Anjani saja yang memanggilnya begitu, tapi hanya keluarganya yang memanggilnya dengan sebutan itu. Laki-laki itu merasa senang (?)

Menurut, tentu saja. Dengan senang hati Anjani duduk di pangkuan Arjuna, menghadap Arjuna. "Ayo! Ayo! Ayo! Keluar! Keluar! Keluar! Jalan-jalan, kek, ke mana gitu."

"Udah, 'kan?"

"Kapan?"

"Barusan, kamu jalan dari kasur ke sini."

Bener, tapi, ya, salah, tapi bener juga. Benar-benar, Anjani ingin menggigit Arjuna saat ini. Ia sungguh kesal dengan laki-laki itu, dan yang bisa ia lakukan hanya menggigiti ujung sedotan dari susu kotak yang kini sudah habis.

"Bener, 'kan?"

Dengan sangat terpaksa, Anjani mengangguk. Bahkan senyumnya pun terlihat dipaksakan. "Bener. Mas Ar bener banget, Jani yang salah." Iya, 'kan? Anjani memang selalu salah sepertinya jika di hadapan Arjuna.

Arjuna terkekeh kecil, ia mengeratkan kedua tangannya memeluk pinggang Anjani, menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher gadisnya. Arjuna memejamkan matanya menikmati rasa nyaman yang semakin menyeruak.

Sebenarnya Anjani merasa sedikit geli, ia bahkan menahan tawanya yang membuat bahunya bergetar. Namun, bukannya berhenti, Arjuna malah makin mendusel-ndusel.

"Ahahaha! Geli, Mas!"

Tangan Anjani berusaha menjauhkan kepada Arjuna dari lehernya. Namun, Arjuna tetep keukeuh di sana. Alhasil, Anjani harus mengalah. Gadis itu lebih memilih mengusap-usap surai laki-laki yang dicintainya itu.

DescolarDonde viven las historias. Descúbrelo ahora