Dua puluh dua - Lagi-lagi Nakula

0 0 0
                                    

"Maaf, bukan maksudku untuk melukai, hanya saja aku terlalu pengecut untuk mengutarakan semuanya."
-Arjuna Saka Winanta

***

"Arjuna beneran fuckboy, ya?"
"Lo liat nggak, sih, dia sama Agni?"
"Tapi dia sama Agni, 'kan, emang udah kenal lama."
"Apa Anjani yang PHO?"
"Kalaupun iya, tetep salah Arjuna."
"Bener, sih. Dasar playboy, mentang-mentang cakep."

Tangan Anjani tetap di kenop pintu. Gadis yang tadinya ingin langsung keluar itu memilih berhenti dan menunggu kedua siswi yang sedang gibah di depan cermin itu keluar. Bukan maksud untuk mendengarkan keduanya, tapi memang dasarnya kedengaran, dan jika Anjani langsung keluar, pasti keduanya kikuk dan suasana menjadi canggung. Anjani sedang malas menatap muka-muka seperti itu, rasanya seperti dirinya bersalah.

Setelah sedikit lama menunggu, kedua siswi tadi akhirnya keluar. Anjani pun ikut keluar dari kamar mandi, gadis itu berdiri di depan cermin, menyalakan air dan membasuh kedua tangannya lalu mukanya. Tak lupa juga setelahnya dikeringkan.

"Huft ... semangat, Jani! Kata Sinta kalau semangat nanti dikasih jajanan berhadiah sama susu kotak!" Gadis polos itu mengepalkan kedua tangannya di depan dada dengan tatapan berapi-api seakan tekad bulat telah diputuskan. "Demi jajanan berhadiah! Demi susu kotak!"

Merasa semua urusannya di toilet selesai, Anjani langsung keluar dan menuju kantin. Tadi, setelah bel istirahat berbunyi, ia buru-buru untuk pergi ke toilet, tentu saja bilang terlebih dahulu ke Sekar agar tidak menunggunya di kelas ataupun di toilet, melainkan langsung di kantin. Jadilah Anjani sendirian saat ini.

Sesampainya di kantin, mata Anjani langsung tertuju pada meja di mana cogan-cogan Alengka berkumpul. Yah, meskipun yang kelas 12 tidak ikutan karena mereka lebih sibuk dan fokus untuk mempersiapkan ujian. Gadis itu langsung menuju ke sana karena Sekar dan Sinta juga berada satu meja dengan Arjuna dan lainnya, tentu ada Agni. Namun, entah Anjani yang salah kira atau memang kenyataannya begitu, mata Agni terlihat lebih sendu dan menahan sesuatu.

"Uwaaa! Ini punya Jani, 'kan? Ya, 'kan?" Mata Anjani berbinar melihat dua susu kotak dan dua bungkus jajanan berhadiah di atas meja. Belum lagi di sampingnya ada nasi goreng dan jus alpukat. "Kalau udah ada di sini berarti udah dibayar. Yeay, gratisan!"

Sinta menatap Anjani sensi. "Gratis, matamu. Bilang makasih ke gue!"

"Oh, Sinta yang beliin," gumam Anjani sambil mengangguk-angguk.

"Apaan lo oh doang?!"

"Iya, makasih Sinta cantik!"

Rama terkekeh melihat wajah kesal Sinta karena ucapan Anjani yang lebih terlihat seperti meledeknya. "Yang ikhlas, dong, Sin."

"Betul, tuh, betul! Rama dabes!" Anjani bertepuk tangan girang karena mendapat dukungan dari Rama.

Mendengar ucapan Rama, raut wajah Sinta langsung berubah. Pipinya pun sedikit memerah. Gadis itu tersenyum manis. "Ikhlas, kok, ini, cuma biar bocil satu ini tau diri dikit aja makanya gue suruh bilang makasih."

"Muka lo, najisin."

Itu celetukan dari Sekar dengan raut wajah datar tanpa rasa bersalah sedikit pun.

"Buahahaha!" Sontak saja Pandu tertawa puas diikuti oleh Bima. Bahkan mereka sambil berdua menunjuk-nunjuk Sinta sambil terus meledek gadis itu.

"Sinta emang suka marah-marah, ya? Lo sensian?" tanya Agni penasaran.

"Banget. Dia yang kedua paling berisik setelah Anjani."

Anjani melotot kesal, tangannya dengan beringas menjambak rambut Raden karena menjelekkan dirinya padahal ia hanya diam saja. "Kok Jani dibawa-bawa, sih? Jani diem, loh!"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 18, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

DescolarWhere stories live. Discover now