Tujuh - RS, Skuy!

1 2 2
                                    

"Kekhawatiran terbesarku adalah kamu. Tolong, jangan menghilang dan jangan menjauh karena jika kamu terluka, aku sulit mengobatinya."
–Anjani Putri Citrawati

***

Hari Minggu adalah hari di mana semua orang menginginkan ketenangan. Salah satunya adalah Anjani. Gadis itu sudah kembali ke tempat tidur setelah menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim. Ia ingin kembali ke alam mimpi, tapi sayang matanya tidak ingin terpejam. Alhasil, gadis itu hanya berguling-guling di atas kasur selama setengah jam.

"Huft!"

Anjani mendengkus kesal. Ia jadi bingung harus apa. Bersih-bersih? Tidak, tubuhnya terlalu mager.

Dering teleponku membuatku tersenyum di pagi hari ....

Lagu ... Dari RAN berbunyi bersamaan dengan layar handphone Anjani yang menyala. Dengan malas-malasan, gadis itu menggeser ke tanda hijau tanpa melihat siapa yang menelepon.

"Moshi moshi! Dengan Anjani kiyowo di sini! Wonten keperluan napa, nggih?" (Ada keperluan apa, ya?)

"Depan rumah."

Sontak Anjani langsung duduk dan menegakkan punggungnya. Tentu ia sangat mengenali suara dengan aura dingin yang didengarnya.

Senyum manis Anjani langsung terukir. "Oh, halo, Kak Ar! Kangen sama Jani, ya? Jani tau, sih, Jani ngangenin. Haduh, nggak nyangka, loh, sampe diapelin pas hari Minggu gini, tapi apa nggak kesubuhan? Ini masih jam lima, loh. Segitu kangennya, ya, sampe nggak bisa nahan buat ketemu Jani? Oh, iya, Kak Ar, Jani tadi lagi gabut banget, dan pas banget Kak Ar dateng. Mau ajak Jani jalan, 'kan? Duh, Kak Ar peka banget, deh. Jadi makin suka sama Kak Ar. Kak Ar suka nggak sama Jani? Suka, dong, pasti. Jani cantik, kok, imut juga, selalu gemesin, dan nggak ngebosenin. Oh, tunggu ... tadi Kak Ar bilang depan rumah? LAH, KAK AR UDAH NYAMPE?!"

Sontak gadis itu langsung mematikan panggilan dan ke kamar mandi untuk cuci muka. Mandi? Nggak dulu, soalnya nanti keringetan. Jadi, nanti saja. Begitu kelakuan Anjani. Setelah selesai, gadis itu beranjak menuju lemari dan mengganti piyama tidurnya dengan hoodie berwarna baby blue dan celana bahan berwarna putih. Tak lupa ia menenteng sepatu sneaker berwarna putih pula.

Brak!

Anjani langsung keluar kamar dan menuju pintu depan. Pemandangan yang ia lihat setelahnya adalah ... maasyaa Allah, Kak Ar cakepnya nggak abis-abis!

Bersandar di dinding samping pintu, Arjuna mengenakan kaos berwarna hitam polos, celana olahraga dominan hitam, dan sepatu berwarna putih. Kedua tangannya dilipat di depan dada, matanya pun terpejam. Pose Kak Ar nambah porsi kegantengan, coba aja bisa Jani foto!

Gadis ini sekarang sedang menggigit bibir bawahnya. Ia geregetan sendiri. Ketika bibirnya terbuka untuk mengucapkan sepatah kata, Arjuna mendahuluinya.

"Cantik."

Anjani langsung senyum-senyum sendiri sambil menunduk. "Kak Ar ganteng banget, deh."

Hal itu dibalas Arjuna dengan anggukan. "Dari lahir." Laki-laki itu menarik tangan Anjani dan langsung mengajaknya joging.

Tempo mereka sama, atau diusahakan tetap sama, tidak melambat ataupun lebih cepat, agar tidak mudah lelah. Selama lari pun, Anjani yang selalu berbicara tentang banyak hal, lebih memilih diam untuk menghemat energi.

Mereka keluar dari perumahan Anjani dan segera menuju ke jalan utama. Ey, ini bukan jalan besar yang isinya hanya bus, truk besar, dan mobil, tapi jalan utama di kecamatan. Jalannya lebih lebar dibanding jalan lainnya, dan di sisi jalan memang disediakan area untuk pejalan kaki. Hal inilah alasan mereka berdua memilih untuk menuju jalan utama. Ya, mereka akan mengikuti jalan utama hingga batas kemampuan mereka, atau tepatnya Anjani, karena Arjuna sudah pasti akan mampu.

DescolarWhere stories live. Discover now