BAB 1.1 [FOUND U]

395 51 89
                                    


🌑 OMI POV 🌑
_________________

Aku merasakan sesuatu mulai merasuki alam bawah sadarku. Serpihan-serpihan memori datang silih berganti menghujam otakku. Bagai gelombang air laut yang datang bergelung dan kemudian terhempas ke batuan karang. Memori dari masa lalu. Memori yang ingin ku lupa namun takkan pernah mampu kubuang begitu saja. Ya, sebelum aku membalas perbuatannya. Sebelum darah yang ia tumpahkan dibayar oleh darahnya. Semua ini takkan pernah berakhir.

Pusing.

Terpekur, aku yang baru tersadar kurang dari 24 jam dari tidur panjangku 1000 tahun lalu, mencoba memahami tempatku berpijak kini. Tempat ini terasa asing. Namun juga terasa familiar. Dimana ini sebenarnya?

Sesuatu bergerak disampingku. Pelan dan bernafas. Hanya seorang anak manusia rupanya.

"Manusia?! Bagaimana bisa ada manusia disini? Diranjang yang sama denganku? Apa aku sudah gila?! Ahh... Sial... Apa yang sudah kulakukan?Jangan bilang aku sudah.. Ck!" gerutu ku dalam panik.

Aku pun ingat. Semalam,  ketika aku baru saja membuka mata di peti tempat ku beristirahat, sayup-sayup kudengar guntur dan halilintar saling mengucap salam pada malam.

[FLASHBACK]

Hujan begitu deras. Bahkan aroma tanah yang basah dan pohon-pohon membuat ku sesak. Aku butuh energi. Aku butuh darah.

Terseok-seok aku menelusuri tempat aku berada. Sepertinya sebuah rumah tua bergaya prancis yang telah lama tanpa penghuni. Mansion milikku.

Gelap. Sunyi. Sepi. Hanya cahaya halilintar yang menjadi terangku.

"Sial... Dimana semua keluarga ku?  Kaum ku? Apakah mereka sudah tak tersisa di dunia ini? Bahkan bila itu terjadi, harusnya aku pun ikut menghilang bersama mereka bukan?" ujarku lirih.

DHUAAARRR

Ledakan itu memekakkan telingaku, membuat ku semakin gila. Seolah alam tengah mencemooh ku yang frustasi menginginkan cairan merah bernama darah.

"Dimana semua orang? Bahkan tak ada seorangpun yang menyambutku kembali ke bumi (sadar dari tidur panjang). Aku membutuhkan seteguk darah untuk mengembalikan kewarasanku. Mengembalikan jati diriku." gerutu ku untuk yang kesekian kalinya pada kesunyian.

Ah, dahaga ini semakin menyiksa tubuhku. Aku merasa tercekik kehampaan yang menekan kesadaranku. Bahkan kini diiringi rasa sakit yang berdenyut-denyut disetiap pembuluh darahku.

Entah sudah berapa lama aku menelusuri mansionku. Saat tiba-tiba saja aku mencium sebuah aroma. Aroma manis dan bernyawa. Mendekat dengan perlahan. Namun tak cukup dekat hingga mampu ku raih untuk memuaskan rasa dahaga ku.

Aku mengikuti dari mana datangnya. Aroma itu lalu menuntunku hingga tiba di sebuah kamar. Kamar itu besar dengan kayu mahoni melapisi perabot kamar. Sebuah ranjang king-size, lemari tinggi, satu set sofa, lemari buku,  lampu duduk disetiap meja kecil yang ada di kanan kiri ranjang serta di sudut sofa.

Mataku lalu menangkap sesuatu yang tengah berkibar-kibar dan mengantarkan hawa dingin. Rupanya jendela kamar itu tak tertutup rapat membuat kain selambu putih tipisnya basah dan tertiup deruan angin dan hujan.

Aku mencoba mendekati jendela itu. Merasakan aroma kuat itu kini menguar masuk menajamkan indraku. Mengintip keluar, aku melihat seorang anak manusia. Laki-laki itu tengah berdiri di teras luar, berlindung dari rinai hujan yang kian menggila membasahi bumi.

Usianya mungkin sekitar 25 tahun. Wajahnya terlihat lugu. Begitu polos seolah dunia tak pernah menawarkan hitamnya dosa. Bajunya basah kuyup, membuat tubuh dan dada bidangnya tercetak melalui serat kain.

FULL MOONWhere stories live. Discover now