BAB 8.3 [SMILE MOON NIGHT]

245 21 47
                                    

"AAAAAARRRRRHHHHHGGGGGG!!!!"

Omi berteriak dalam hati, menahan kesakitan saat kekuatan dalam tubuhnya dipaksa keluar untuk meninggalkan tubuhnya.

Omi merasakan tubuhnya seolah tercabik-cabik. Setiap inci tubuhnya berteriak, berseru agar penderitaan ini segera berakhir.

Seperti inikah rasanya kematian?

Apakah ini yang dirasakan Gun-chan, saat aku membunuhnya dengan menyerap seluruh nafas kehidupannya?

Apakah ini yang dirasakan Gun-chan, saat ia mengekstrak setengah kekuatannya untuk memurnikan jiwaku dari pengaruh iblis saat itu?

Samar-samar Omi masih bisa mendengar ocehan Gun-chan. Omi juga masih bisa melihat bagaimana tubuh Gun-chan semakin terang berselimutkan cahaya perak yang menyerap kekuatan fullmoon.

"Gun... Chan..." parau bisik Omi pada sosok dihadapannya yang masih sibuk berceloteh dan tak menyadari sesuatu tengah terjadi padanya.

Mata merah Omi menatap kian kabur. Perlahan bibirnya tertarik membentuk senyum. Sebuah senyum yang mengandung kesakitan dan penyesalan.

Apakah ini benar-benar hari terakhir ku? Apakah aku harus menyerah dan meninggalkannya seperti ini?

Dengan sisa-sisa kesadaran yang kian menipis, Omi berusaha meredam, menekan, menghentikan aliran kekuatannya agar tetap bertahan didalam tubuhnya. Namun hal itu percuma saja.

"Gun-chan, selama kau baik-baik saja, semua ini sudah cukup bagiku. Aku tak mungkin merebut kembali kehidupanmu hanya untuk menyelamatkan hidupku sendiri. Tidak lagi."

Entah dia bermimpi atau tidak, Omi melihat bagaimana akhirnya wajah kekanakan yang sedetik lalu masih berceloteh riang kini berubah seputih kertas sambil meneriakkan namanya.

Tangan Omi terangkat seolah ingin menggapai sosok yang kini terasa jauh dari jangkauannya padahal tubuh mereka hanya terpisah satu lengan.

"Jangan menangis Gun-chan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Jangan menangis Gun-chan. Semuanya akan baik-baik saja. Terima kasih. Maafkan aku." batin Omi.

Roh Omi perlahan terangkat meninggalkan tubuhnya. Untuk terakhir kalinya, Omi menatap lelaki yang menangis sejadi-jadinya seraya memeluk raganya, sebelum jiwanya akhirnya menjadi transparan seraya menghilang dalam cahaya perak fullmoon malam itu.

.
.
.
.
.


Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
FULL MOONWhere stories live. Discover now