BAB 4.3 [SHADOW]

221 27 71
                                    

[DISUATU TEMPAT TERPENCIL PROVINSI LYCAON]

Sebuah cahaya kemerahan pekat berpendar membumbung tinggi hingga menembus  langit.

"Akhirnya bencana itu bangkit setelah tertidur ratusan tahun lamanya."

Seorang nenek berusia 99 tahun, menggunakan mantel hitam dan membawa sebuah tongkat panjang, menatap penuh siaga pada cahaya dikejauhan.

Disisinya, ke-2 cucunya berdiri di kanan dan di kiri si nenek, ikut memperhatikan cahaya itu menembus langit secara terus menerus dan menimbulkan riak merah kehitaman yang menakutkan dicakrawala.

"Jika dia sudah bangkit, apakah berarti sang Raja juga bereinkarnasi? Dia akan datang bukan?" kata Ryuto, 24 tahun. Cucu pertama nenek Sada.

"Bukankah itu sudah jelas? Siapa lagi yang bisa menyegel dia jika bukan baginda raja Arkadia? Dasar bodoh!" jawab Ryota sekenanya. Ryota, 23 tahun, cucu ke-2 nenek Sada.

"Bukan begitu bodoh! Hanya saja hingga saat ini kita tak pernah berhasil menemukan jejak baginda raja. Bahkan sekedar sinyal keberadaannya pun tak ada. Entah dia sudah bereinkarnasi atau belum. Aku hanya khawatir..." kata Ryuto memandang cemas pada cahaya dikejauhan.

"Apanya yang perlu dikhawatirkan? Sudah jelas wasiat leluhur kita mengatakan bahwa saat bencana itu bangkit, maka saat itu baginda raja Arkadia juga akan kembali." kata Ryota penuh keyakinan.

"Aku tahu. Tapi..." Ryuto masih ragu. Ketakutan perlahan membuat bulu kuduknya meremang.

"Sudah! Sudah! Jangan berdebat lagi." keluh nenek Sada. Sebulir keringat mengalir dari dahinya. Ia tak berbeda dengan Ryuto. Keraguan serta ketakutan masih menyelimuti hatinya.

"Aa.. Maaf nek. Apakah nenek baik-baik saja? Nenek terlihat pucat." Ryota yang memandang ke arah nenek pun terkejut mendapati keadaan neneknya yang gemetar. Padahal beberapa saat lalu, nenek Sada terlihat baik-baik saja.

"Keadaan nenek tidak penting. Yang terpenting adalah bagaimana kita mengatasi kebangkitan nya? Ini tidak akan baik-baik saja. Bahkan andai dia bangkit, seharusnya kekuatannya belum sebesar ini. Mengapa?" nenek Sada meremas tongkat digenggaman tangannya.

"A-apa yang harus kita lakukan nek?" tanya Ryota, yang kini ikut panik.

Baru panik sekarang? Huh.. -pikir Ryuto agak kesal dengan adiknya yang sesaat lalu terlihat santai.

Ketiganya kembali terdiam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Menganalisis kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Mereka masih menatap dimana cahaya tadi muncul saat dibawah kaki mereka, bumi seolah ikut bergolak.

"Nenek!!!" Ryuto dan Ryota masing-masing memegang nenek Sada yang hampir kehilangan keseimbangan.

"Tempat ini sudah tidak aman. Ayo segera tinggalkan tempat ini." perintah nenek Sada.

"Baik Nek!!" jawab ke-2 cucunya.

Ryuto dan Ryota pun membaca sebuah mantra hingga terbukalah segel teleportasi. Sekelebat cahaya kemudian menyelimuti mereka hingga raga mereka menghilang dari wilayah itu.

.
.
.

__ZHAAAPPP__

Ryuto, Ryota dan nenek Sada tiba di sebuah bukit lain.

"Nenek baik-baik saja?" tanya Ryuto khawatir.

"Nyaris saja. Syukurlah kita selamat." kata Ryota sambil terduduk ditanah. Lemas.

"Nenek akan bermeditasi. Kalian berjagalah disekitar. Ryuto, cobalah kirim telepati kepada baba Hajime. Katakan bahwa dia telah bangkit. Cepat suruh kembali kemari." kata nenek Sada. Ia lalu mulai bersimpuh dan melakukan meditasi.

FULL MOONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang