Chapter 1

9K 664 39
                                    

Donghyuck membuka lebar mulutnya dan membiarkan Renjun menyuapi dirinya. Ia terus menatap lembaran hand out yang telah diberikan dosennya sebagai materi ujian. Donghyuck hanya berhasil membaca setengahnya tadi malam, dan 'malam' terakhir yang ia maksud sebenarnya adalah jam tiga pagi. Ujiannya akan dilakukan setelah jam makan siang, dan ia sangat ingin memindai semua halaman dengan matanya, berharap secara tiba-tiba diberkati dengan ingatan fotografis. Donghyuck benar-benar membutuhkan keajaiban itu.

"Aku masih ingat saat kau paham bagaimana menggunakan tanganmu untuk makan dengan benar," komentar Renjun setelah meletakkan sendok Donghyuck ke bawah, dan mengambil sumpitnya untuk makan sendiri.

"Aku juga merindukan saat-saat itu," jawab Donghyuck tanpa mengalihkan pandangan dari hand out di tangannya. "Sayangnya, aku harus lulus ujian tengah semester."

"Kami juga akan menghadapi ujian tengah semester," kata Jeno tanpa basa-basi, dan mungkin sedikit cemburu karena salah satu pacarnya lebih memperhatikan Donghyuck daripada dirinya. "Tapi kami bisa makan dengan tangan masing-masing, tidak seperti dirimu."

Donghyuck menoleh ke arah Jeno, menyipitkan matanya sebelum membuat senyum manis yang memuakkan, yang jelas akan menjijikkan bagi Jeno. Sindiran Jeno terlalu berani. Jika Donghyuck ingat dengan benar, selama tahun terakhir mereka di sekolah menengah, ia harus bertahan melihat laki-laki itu disuapi Jaemin atau Renjun, setiap saat. Setiap. Saat.

"Tapi aku memiliki ujian tengah semester lebih banyak daripada kalian," jawabnya, meskipun, ia harus mengakui bahwa menggunakan itu sebagai alasan tidak membuatnya merasa benar sama sekali.

Donghyuck bukan mahasiswa teladan selama tahun pertama dan tahun kedua. Ia telah menghabiskan sebagian besar waktunya melakukan hal-hal yang bisa dibilang paling tidak berguna, penuh penyesalan, dan sangat buruk. Ia akhirnya gagal dalam sebagian besar mata kuliahnya, oleh karena itu, ia harus mengulang. Orang tuanya sudah menyerah menghadapi sifat anak mereka saat itu, dan ketika Donghyuck mulai bangkit kembali dan meluruskan jalan hidupnya, ia hanya seorang diri. Yah, tidak juga. Ia memiliki tiga orang temannya, terlebih Renjun.

Tapi tetap saja, Donghyuck belum selesai memetik buah dari perbuatannya di masa lalu. Ketika orang tuanya menyerah, mereka berhenti mengiriminya uang. Ia harus menghasilkan uang sendiri. Liburan musim panasnya telah didedikasikan untuk bekerja sehingga ia dapat menabung untuk biaya kuliahnya, yang berarti, ia tidak dapat mengambil mata kuliah selama kelas musim panas.

Pada akhirnya, Donghyuck memanfaatkan teman-temannya di empat semester tersisa, supaya ia bisa lulus tepat waktu. Selain itu, ia memiliki pekerjaan paruh waktu di sebuah fast-food dan di sebuah department store, yang bisa menutupi pengeluaran hariannya.

Sungguh kehidupan yang melelahkan, namun ia harus bertahan, karena bertahan akan selalu lebih baik daripada menyerah seperti pecundang yang bodoh. Donghyuck bukanlah pecundang yang bodoh, setidaknya tidak lagi.

"Ini tidak akan terjadi jika kau tidak malas," komentar Jaemin. Donghyuck memutar matanya. Ia tidak perlu memeriksa jam tangannya karena ia sudah tahu jam berapa sekarang. Saatnya Jaemin mengomel. Donghyuck tidak perlu menjadi seorang cenayang untuk mengetahui apa yang akan Jaemin katakan selanjutnya.

"Itu tidak akan terjadi-" Jaemin secara dramatis berhenti sebelum melanjutkan, "-jika Renjun tidak mengizinkanmu."

Donghyuck berhenti sejenak dari membaca, matanya meninggalkan hand out di tangannya untuk memandang Jaemin, atau lebih tepatnya, menatapnya.

Sungguh? Hal ini lagi? Saat mereka makan siang? Donghyuck berharap Jaemin akan memilih waktu mengomel yang lebih baik, seperti di malam hari, ketika ia tertidur sehingga tidak akan dipaksa untuk menghadapi sikap Jaemin.

[Terjemah] INKED ON MY WRIST CARVED IN MY HEART | Markchan ✔️Where stories live. Discover now