Chapter 39

1.5K 210 75
                                    

Doyoung terlihat terkejut begitu ia membuka pintu dan melihat Donghyuck serta Mark menunggu di luar. Matanya beralih di antara mereka berdua untuk beberapa saat, sebelum akhirnya mengarahkan pada Donghyuck untuk isyarat bertanya.

"Maaf, hyung," kata Donghyuck dengan senyum lelah. "Sepertinya aku melupakan kunciku pagi ini."

Doyoung segera mencoba untuk mengatasi keterkejutannya dengan berkedip secara berurutan. Ia berdeham sebelum menjawab. "Oh tidak apa-apa! Meski aku sudah hampir pergi. Kau beruntung aku belum pergi."

Donghyuck tidak melewatkan bagaimana sepupunya menekankan bahwa ia akan pergi. Donghyuck menganggapnya sebagai pesan dan pertanyaan tersirat pada saat bersamaan.

Aku akan pergi, mengapa kau membawa Mark ke sini? Apa kalian berdua akan baik-baik saja jika kutinggal sendiri?

Masa lalu telah memberi Doyoung semua alasan untuk mengkhawatirkan interaksi ini, dan sementara Donghyuck memahami kekhawatirannya, ia tidak sama seperti sebelumnya, dan ia yakin begitu pula Mark. Mereka tidak bertemu untuk tujuan menyakiti satu sama lain, atau setidaknya, tidak dengan cara yang sama seperti sebelumnya.

"Tidak apa-apa, hyung," Donghyuck cepat-cepat meyakinkan. "Kami hanya ingin membicarakan sesuatu. Bisakah kamu masuk?"

Doyoung, yang akhirnya menyadari bahwa ia memblokir pintu, menyingkir untuk mengizinkan mereka berdua masuk. "Maaf. Aku hanya ... gugup. Ya. Gugup."

"Aku tahu," Donghyuck terkekeh saat ia masuk. "Kencan kedua, kan?" Ia membantu, bahkan jika mereka berdua tahu itu bukanlah hal yang membuat Doyoung gugup.

"Uh... benar."

Mark mengikutinya dengan cermat, berhenti hanya untuk menyapa Doyoung dengan sopan yang menjawabnya dengan anggukan.

Donghyuck menoleh ke arah Mark dengan senyum paling sopan yang bisa ia kerahkan, sebelum mengarahkannya ke sofa. "Kau bisa duduk," ia menawarkan. "Aku akan membuatkan minum sebelum kita bicara."

Mark mengangguk sebelum menurut. "Oke. Aku hanya ... Aku akan menunggumu di sini."

Donghyuck tersenyum kembali sebelum mundur ke dalam dapur. Begitu ia sendirian, ia akhirnya mengeluarkan napas yang ia tahan.

Berada di sekitar Mark, selama ini, lebih sulit dari yang dibayangkan Donghyuck. Bagian dalam dirinya mengatakan kepadanya untuk menghindari Mark sementara ia masih bisa karena ia takut bagaimana ia akan berperilaku di hadapan laki-laki itu.

Tapi mereka punya sesuatu untuk dibicarakan. Setidaknya, Mark memiliki sesuatu yang ingin ia bicarakan. Donghyuck tidak tahu tentang apa itu, tapi rasanya tepat bagi mereka untuk membicarakannya.

Doyoung mengikutinya tidak lama kemudian sambil tetap membawa ekspresi yang sama di wajahnya seperti sebelumnya. "Ini masih pagi," katanya yang membuat Donghyuck bingung untuk sementara waktu. "Aku masih bisa menelepon Taeil dan membatalkan kencannya. Aku bisa tinggal di sini saja. Untuk berjaga-jaga..." Doyoung menjelaskan dan Donghyuck akhirnya mengerti.

Donghyuck menghargainya, tapi ia menggelengkan kepalanya atas tawaran itu. "Tidak," jawabnya, dan ia melihat kepanikan di mata sepupunya.

"Tidak?" tanya Doyoung, seolah tidak mengharapkan itu sebagai jawaban.

"Tidak," Donghyuck menegaskan. Tidak, karena itu tidak adil. Keberadaan Doyoung seharusnya tidak hanya berkisar pada menjaganya saja. "Aku akan baik-baik saja, hyung," desaknya. "Kami tidak akan bertengkar. Kami sudah lama melewati fase itu. Kami hanya akan bicara."

Doyoung menatapnya, masih sedikit tidak yakin, jadi Donghyuck melanjutkan untuk berkata. "Aku jauh lebih baik dari biasanya. Percayalah padaku kali ini, hyung. Aku tidak akan menyakitinya. Aku tidak akan terluka."

[Terjemah] INKED ON MY WRIST CARVED IN MY HEART | Markchan ✔️Where stories live. Discover now