Chapter 4

2.9K 393 35
                                    

Ternyata bukan ia.

Ya, nama sahabat pelanggan itu juga Mark, tapi itu bukan Mark yang dikenal Donghyuck.

Donghyuck tidak mengharapkannya, sungguh. Ia juga tidak berharap untuk bertemu dengannya lagi. Yang paling penting, ia tidak merasa kesal karena meskipun Mark berkata bahwa ia merindukannya, Mark tidak melakukan apa pun untuk mencari Donghyuck lagi.

Donghyuck sama sekali tidak kecewa.

Ia memijat lehernya saat menaiki tangga menuju unitnya dan Renjun. Saat itu jam setengah satu pagi, dan sudah awal hari Selasa, tetapi baginya, hari Seninnya akan segera berakhir, dan ya Tuhan, betapa ia berharap tidak ada lagi hal aneh yang akan terjadi.

Sungguh kesialan baginya, saat mendapati tetangga barunya (?) tidak mengabulkan harapan Donghyuck.

Ia mendesah saat melihat kotak-kotak besar berserakan di lorong yang; satu, mengganggu, dan dua, menghalangi jalan ke unitnya.

Ia berpikir untuk mengetuk pintu dan berbicara dengan tetangga barunya tentang kotak-kotak itu, tetapi ia memutuskan untuk tidak melakukannya. Donghyuck terlalu mengantuk, dan terlalu lelah untuk bisa bertingkah laku seperti tetangga yang baik sebagaimana yang ia janjikan kepada Joohyun.

Hal itu bisa menunggu sampai pagi tiba, (setengah satu masih malam untuknya, karena Donghyuck belum tidur) di mana ia bisa memberi tetangga baru sepotong croissant yang disukai Renjun di toko roti pada Selasa pagi. Kemudian, mungkin, ia bisa menyambut tetangga baru mereka, yah, dan mungkin dengan ramah berdiskusi dengannya tentang pentingnya rasa sungkan untuk menggunakan area umum seperti lorong. Kemudian mungkin mereka bisa berteman dan mungkin ia bisa terlihat baik di mata Joohyun dan mendapatkan diskon untuk sewa bulanan mereka.

Yang terakhir mungkin tidak mungkin, tetapi siapa pun bisa berharap, bukan?

Untuk saat ini, untuk saat ini Donghyuck akan melanjutkan langkahnya melewati kotak-kotak itu untuk mencapai pintu apartemennnya.

Kenapa ada begitu banyak kotak? batin Donghyuck.

Donghyuck akhirnya mencapai pintu dan secara membabi buta mulai mencari kunci di dalam ranselnya. Mengetuk bukanlah pilihan, karena Renjun pasti sudah tertidur lelap saat ini, dan meskipun Renjun menyayanginya, laki-laki itu lebih menyukai tidur nyenyaknya yang damai. (Tidak juga, tapi Renjun yang sedang tidur dan tiba-tiba terganggu masih bukan pemandangan yang indah untuk dilihat.)

Donghyuck mendengar suara klik yang familiar saat ia membuka kunci pintu dan membukanya sesenyap mungkin.

Ia meninggalkan sepatunya di dekat pintu, tempat di mana sepatu mereka yang lain tertata rapi, lalu ia berjingkat-jingkat menuju ruang tamu dan ruang makan mini mereka. (Itu hanya ruang kecil di luar kamar tidur mereka di mana sofa tua ditempatkan bersama dengan meja kayu tua dan dua kursi kayu tua, jadi ya, ruang tamu dan ruang makan.)

Ia berjingkat masuk, kakinya yang terbalut kaus kaki menyentuh lantai dengan ringan. Ia menyalakan beberapa lampu untuk menerangi ruangan dan mengagumi interiornya.

Apartemennya tidak mewah, cenderung membosankan dan terlalu minimalis, jelas tidak instagramable. Namun, bagi Donghyuck, itu sempurna, meskipun cat di dinding yang sedikit terkelupas terkadang menjengkelkan.

Apartemen sederhana ini adalah naungannya, dan meskipun masih beberapa bulan lagi, ia tahu bahwa ia pasti akan menangis ketika dirinya dan Renjun harus pindah ke tempat yang berbeda saat mereka mengejar karir masa depan.

Ia akan kesulitan mengucapkan selamat tinggal pada tembok ini yang melindunginya ketika ia lemah dan mengawasinya saat ia mendapatkan kekuatan.

Donghyuck menggelengkan kepalanya. Ia kurang tidur dan menjadi emosional.

[Terjemah] INKED ON MY WRIST CARVED IN MY HEART | Markchan ✔️Where stories live. Discover now