Chapter 27

1.3K 188 28
                                    

Mark teringat ia berteriak frustasi saat mengetahui kebenaran. Ia ingat menampar dahinya beberapa kali ketika semuanya jelas dan Haechan akhirnya mengakui semua hal. Ia ingat mengusir pacarnya keluar dan membanting pintu sebelum Haechan, atau lebih tepatnya Donghyuck, terus menerus mengetuk pintu dari luar. Ia ingat menutup telinga saat mate-nya, pembohong itu, mencoba meminta maaf padanya. Ia ingat keheningan yang datang setelah para tetangga terganggu dan mengancam akan memanggil polisi jika Donghyuck tidak mau pergi.

Mark ingat pernah menatap kosong ke sembarang arah saat semua kebenaran akhirnya terbongkar.

Mark bodoh. Sangat bodoh. Donghyuck mengubahnya menjadi orang yang bodoh. Mark membiarkan dirinya menjadi orang bodoh. Seperti ayahnya, membiarkan mate-nya mengubahnya menjadi orang yang bodoh.

Tidak ada yang bisa dilakukan selain menatap kosong ke sembarang arah. Tidak ada yang tersisa. Ilusi indah yang ia anggap sebagai kenyataan menghilang seperti asap.

Donghyuck telah mencoba berbicara dengan Mark beberapa kali, baik dengan menunggunya di tempat-tempat yang kemungkinan besar akan ia kunjungi, atau dengan mengiriminya pesan dan meneleponnya tanpa henti, ketika yang diinginkan Mark adalah ditinggalkan sendirian, dan segera melupakan Haechan dan perasaan yang sayangnya masih ia simpan untuknya. Donghyuck ada di mana-mana, sedemikian rupa sehingga Mark hanya ingin mengunci dirinya sendiri dan tidak pernah keluar dari apartemennya, juga ingin membuang ponselnya.

Tapi ia tidak melakukannya. Ia tidak membuang ponselnya, tapi ia juga tidak membaca pesan Donghyuck. Setidaknya belum. Apa yang ia lakukan adalah menelusuri galerinya, folder yang didedikasikan untuk Haechan, foto selfie dan candid-nya, serta foto mereka bersama.

Mark mengingat masa lalu, mengingat kembali waktu singkat mereka bersama, kenangan, kebahagiaan mereka, perasaan indah yang diberikan oleh Haechan. Hatinya sakit karena teringat pada Haechan yang dulu ia kenal. Orang yang tidak menipu dengan kebohongan, tapi orang yang membuat Mark merasa hangat dengan senyumnya dan kepribadiannya.

Itu menyakitkan, karena segalanya bisa menjadi berbeda jika saja Haechan bukan mate-nya, jika saja ia tidak berbohong. Mungkin Mark akan tetap mencintainya dalam keadaan yang berbeda.

Tapi, siapa yang ia ajak bergurau? Siapa yang ia bodohi? Mark mencintainya. Ia masih mencintainya, jika tidak, ia tidak akan menebak-nebak dirinya sendiri dan bertanya-tanya apakah mungkin, ia melakukan panggilan yang salah. Ia tidak akan berada dalam situasi di mana ia akan menuduh dirinya bereaksi terlalu berlebihan, jika ia tidak mencintai Haechan lagi.

Mungkin Mark terlalu banyak berpikir. Mungkin dirinyalah yang memperumit segalanya. Lagi pula, Haechan tidak seperti ibunya. Ia manis. Peduli. Penuh kasih. Ia tidak egois. Ia bukan monster. Ia bukanlah orang yang seperti dugaan Mark. Jika Haechan bukan mimpi buruk yang coba ia dihindari, kenapa Mark masih kabur?

Sedikit demi sedikit, pendiriannya goyah, sampai ia memutuskan untuk memberi Haechan kesempatan, dengan membaca chat yang menumpuk sebab belum ia buka.

Pada awalnya, hanya itu yang Mark bayangkan, dengan Haechan yang meminta maaf, dan memohon agar mereka kembali bersama, karena ia tidak bisa hidup tanpa Mark. Ia tidak bisa menjalani hari esok tanpa mendengar kabar dari Mark.

Beberapa pesan pertama memiliki konten yang hampir sama, masing-masing diucapkan berbeda dari yang sebelumnya. Haechan menyesal. Ia menginginkan kesempatan lain. Ia ingin mereka kembali bersama.

Saat Mark memeriksa chat-nya lebih jauh, ia memperhatikan ada perubahan. Itu terjadi secara bertahap, tapi Mark tahu kapan tepatnya perubahan itu dimulai, dari "Maaf, maafkan aku" hingga "Maaf, itu hanya kesalahan kecil, kenapa kau tidak bisa memaafkanku?"

[Terjemah] INKED ON MY WRIST CARVED IN MY HEART | Markchan ✔️Where stories live. Discover now