Chapter 32

1.3K 221 48
                                    

Disaranin buat baca kembali chapter 24, soalnya alurnya bakal dilanjutin dari sana 😉

●●●

Donghyuck bergeser di kursinya saat keduanya tetap diam di kafe yang hampir kosong. Mereka sudah lama berada di sana untuk berbicara, tetapi tidak satupun dari mereka yang membuka mulut untuk mengucapkan satu atau dua patah kata.

Segalanya terasa canggung, dan Donghyuck tidak bisa melakukan apa pun selain menghindari kontak mata dengan Mark. Ini gila. Ia ingin bertemu Mark lagi dan akhirnya berbicara dengannya, namun, ketika saat itu tiba, Donghyuck tidak tahu lagi harus berbuat apa.

Donghyuck ingin mengatakan sesuatu, tetapi tiba-tiba sulit untuk membuka mulut dan berbicara, terutama ketika rasa malu dan rasa bersalah mulai muncul ke permukaan. Ia ingin meminta maaf, tetapi tidak tahu harus mulai dari mana. Ia bahkan tidak tahu apakah ia bisa mulai bicara sebelum bungkam kembali. Tidak, Donghyuck tidak menangis kali ini. Ia tidak bisa menangis dan berperan lagi sebagai korban.

"Aku menyesal."

Donghyuck mendongak dari meja dan melihat Mark yang menatapnya. Donghyuck pasti salah dengar. Ia cukup yakin bahwa Mark telah mengatakan sesuatu, tetapi sangat tidak mungkin Donghyuck mendengarnya dengan benar.

"Aku minta maaf, Donghyuck."

Donghyuck hanya menatapnya dengan sangat terkejut. Ia sejujurnya tidak yakin mengapa Mark yang meminta maaf padahal seharusnya sebaliknya.

"Mark—"

"Tidak, tolong, dengarkan," Mark memotongnya. "Aku minta maaf. Aku minta maaf atas semua rasa sakit yang kusebabkan padamu. Atas penolakan dan pengabaian yang kulakukan, aku minta maaf. Aku minta maaf karena tidak bisa berada di sisimu saat kau membutuhkan aku. Aku minta maaf karena aku bukan mate yang kau harapkan. Aku minta maaf atas semua hal yang terjadi padamu karena diriku."

Donghyuck ingin mendengar kata-kata itu sebelumnya, tetapi saat ia mendengarnya sekarang, sebagian dari dirinya mengatakan kepadanya bahwa ia tidak pantas menerima permintaan maaf itu.

"Kau punya alasan, kan? Alasan yang sebelumnya tidak kupedulikan." jawab Donghyuck dengan malu. Ia hanya tahu sedikit, tapi Donghyuck merasa ada yang lebih dari apa yang diceritakan Ten padanya.

"Ya," aku Mark. "Ya, tapi itu tidak akan mengubah fakta bahwa aku telah menyakitimu."

"Aku tidak pernah ingin bersama mate-ku, kita sudah membicarakannya beberapa kali sebelumnya. Tapi yang tidak pernah kukatakan padamu adalah alasan mengapa aku merasa seperti itu. Aku takut, Donghyuck. Aku takut pada mate-ku."

Donghyuck hanya menatapnya sambil mencoba memproses kata-katanya. "Kau takut padaku?"

"Ya," Mark mengakui dengan getir. "Aku takut kau akan berakhir seperti ibuku dan aku yang akan berakhir seperti ayahku."

Donghyuck bergerak dengan canggung. Sebagian dari dirinya sangat ingin tahu apa yang terjadi, tetapi sebagian besar dari dirinya menyuruhnya menunggu dan mendengarkan saja. Mark terbuka padanya untuk pertama kali. Ia menceritakan lukanya pada Donghyuck.

Donghyuck melihat hal ini mirip dengan keadaan Jeno sebelumnya. Meski ia tidak cocok dengan Jeno, Donghyuck tahu bagaimana hubungan orang tua dapat berpengaruh pada sifat anaknya.

"Mereka adalah pasangan yang toxic, dan mereka adalah mate, dan ikatan mate membuat mereka tetap bersama meskipun mereka saling menghancurkan," ujar Mark, ia melanjutkan, "Ibuku adalah orang yang kasar dan hanya memikirkan dirinya sendiri. Dia tidak peduli pada siapa pun, bahkan pada ayahku, apalagi aku. Di kepalanya, semua yang terjadi dalam hidupnya adalah karena diriku. Ibu tidak pernah menganggap dirinya bertanggung jawab untuk apa pun. Ibu selalu menjadi korban."

[Terjemah] INKED ON MY WRIST CARVED IN MY HEART | Markchan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang