Chapter 22

1.2K 208 14
                                    

"Kamarmu lucu," Donghyuck mendengar Doyoung berkomentar saat memasuki kamarnya. Ia segera mengecamnya karena mencoba menghinanya secara halus. Kenapa Doyoung memuji kamarnya, padahal Donghyuck yakin itu tidak seberapa dibandingkan kamar sepupunya itu? Sial, ia bahkan tidak punya kasur yang layak.

Tapi kemudian, Donghyuck ingat alasan kenapa Doyoung ada di sana. Kenapa ia tidak mau berada di rumah mewah orang tuanya, dan justru tidur di kasur lantai di sebelah kasur Donghyuck.

Bagaimana Doyoung bisa tinggal di rumah orang tuanya setelah semua hal yang ia katakan saat makan malam tadi?

Tidaklah mengherankan bahwa malam itu tidak berakhir dengan baik bagi mereka semua. Setelah mendengar apa yang Doyoung katakan, tiba-tiba bibi marah. Ia meminta Doyoung untuk menarik kembali semua yang ia katakan, berhenti bertingkah, karena semua yang dikatakan putranya tidak mungkin benar. Bagaimanapun, bibi Dongyi tahu yang lebih baik karena ia adalah ibunya.

Tidak. Doyoung bahkan bersikeras bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan, baik tentang preferensi seksualnya, maupun pilihan kariernya.

Semua terjadi. Bibi Dongyi akhirnya menangisi putranya yang ternyata tidak sopan dan tidak tahu berterima kasih setelah semua hal yang wanita itu lakukan untuknya. Paman Donghoon akhirnya berjalan keluar, sudah muak dengan drama itu, dan mungkin tidak akan berkunjung lagi dalam waktu dekat. Nenek akhirnya menutup pertemuan itu dengan ekspresi kecewa. Donghyuck merasa kasihan pada neneknya.

Sejujurnya, Donghyuck masih bingung kenapa Doyoung mengatakan hal itu di depan mereka semua. Doyoung pasti sudah tahu apa yang akan terjadi padanya dan bagaimana reaksi ibunya terhadap hal itu. Jadi kenapa ia masih melakukannya? Itu bodoh, kecuali jika ia punya tujuan lain.

"Apa kau ingin menjadi pahlawan atau semacamnya?" tanya Donghyuck saat Doyoung sedang menata kasur tempat tidurnya nanti.

Doyoung menatapnya dengan bingung. "Kenapa kau berpikir begitu?"

Donghyuck mengangkat bahu. "Yah, kau cukup tenang sepanjang pertemuan tafi, jadi aku tidak tahu atas dasar apa kau mengatakan hal itu di hadapan semua orang. Menurutku kau hanya mengatakannya agar kau bisa merasa bangga pada dirimu sendiri, karena telah menyelamatkanku dan Doyeon."

Di benak Donghyuck, itu sepertinya masuk akal. Lagi pula, mengapa Doyoung menempatkan dirinya dalam situasi itu jika tidak ada yang bisa ia peroleh darinya?

Doyoung hanya mengangkat bahu. "Jujur, aku benar-benar merasa tidak enak dengan cara ibuku memperlakukanmu dan sepupu kita yang lain. Aku tidak tahan lagi, jadi aku merasa harus mengatakan sesuatu."

Jadi Donghyuck benar. Doyoung ingin menjadi pahlawab. Mungkin itulah alasan mengapa Doyoung berusaha membantunya selama ini. Untuk merasa bangga pada dirinya sendiri, karena telah membantu Donghyuck.

"Tapi, saat ibu mulai berbicara tentang dirimu dan Doyeon yang tidak normal karena memiliki mate dengan jenis kelamin yang sama, aku merasa dia juga membicarakan tentangku tanpa dia sadari, semua karena dia ingin aku terlihat sempurna."

"Dan kau memutuskan untuk menghancurkan keinginan ibumu."

Donghyuck sudah tidak lagi menata kasurnya sendiri saat ia duduk di lantai. Ia bingung. Jika ia memiliki citra yang sempurna, ia tidak akan melakukan apa pun untuk menodai citra itu. Doyoung tidak tahu bagaimana rasanya saat kekuranganmu terus-menerus dibicarakan.

"Apa kau tahu betapa sulitnya berusaha menjadi sempurna sepanjang waktu?"

Donghyuck mendengkus. Doyoung pasti mencoba menghinanya dengan bertanya. Jelas sekali, Donghyuck tidak akan tahu bagaimana rasanya menjadi sempurna. Dan apa susahnya menjadi sempurna? Setidaknya, kau tidak akan dihina.

[Terjemah] INKED ON MY WRIST CARVED IN MY HEART | Markchan ✔️जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें