Prolog

722 56 1
                                    

Deburan ombak menderu teratur bersama bayu yang berembus menenangkan, membelai wajah Naren lembut. Lelaki itu menatap lurus ke depan, membiarkan pikirannya berkelana hingga pada ruang tersimpannya luka.

Naren ingat bagaimana gadis itu pergi dengan hatinya yang hancur. Bagaimana sekali ucapnya meruntuhkan harap yang gadis itu tanam dengan kokoh. Juga bagaimana dengan mudahnya ia ubah bahagia menjadi luka.

Apa yang pernah Naren genggam, ia yakin akan menemukan jalan untuk meninggalkan. Namun, debar dalam dadanya tak pernah mereda sekuat apa pun ia coba 'tuk menjeda.

"Butuh dua tangan agar bisa bertepuk tangan. Begitu pun butuh dua hati agar bisa saling mencintai, tapi, aku terlalu terlena sampai tak sadar kamu dusta."

Naren menyentuh dadanya, memejamkan mata. Kalimat itu tak pernah gagal menamparnya. Membawanya pada ruang tatkala dengan kejam ia membuat air mata gadis itu jatuh.

Kala itu, andai dapat Naren ingin menghentikan isak gadis itu dengan memeluknya. Namun, tak akan terjadi sebab semua sudah berakhir tepat saat kalimat menyakitkan dari bibir gadis itu terudara.

Naren membiarkan tubuhnya terduduk. Ia arahkan pandang pada mentari yang makin menepi. Detik itu ia kembali jatuh, sebab sosok yang tak dapat lagi ia rengkuh.

.
.
.
.
.
.
.

Hai, gaes🤩


Clp, 26-02-2021
Love,

UmiSlmh

Stagnasi✔️Where stories live. Discover now