6. Menemukan Kebingungan

299 42 0
                                    

Mohon maaf, Kawan, babnya tidak berurutan. Pastikan ini lanjutan dari bab yang terakhir kalian baca ya🤗

****

Naren menuruni anak tangga rumahnya dengan santai. Seolah jarum jam yang hampir menunjukkan pukul tujuh siang bukan suatu masalah. Ia berbelok menuju dapur, menggeser kursi di depan meja bar sebelum mendudukinya.

Kerutan halus tercetak di wajah lelaki itu kala mendapati meja yang bersih. Sebab biasanya, Bu Asih---asisten rumah tangganya---selalu menyiapkan sarapan di tempat itu. Naren memang tak suka makan di meja makan. Ia telah kehilangan selera makan di sana sejak hampir dua tahun lalu.

“Maaf, sarapannya sudah saya siapkan di meja makan.”

Naren menengok ke belakang saat terdengar suara seseorang. Ia lantas berdiri kala mendapati sosok asing yang tiba-tiba muncul. Kening Naren kembali berkerut ketika mengamati seorang berumur awal tiga puluhan yang pertama kali dilihatnya.

“Anda siapa?”

“Saya Nia, pembantu baru di sini.”

Naren semakin bertanya-tanya. Memang sejak kemarin ia jarang berada di rumah hingga suasana baru ini mengundang penasarannya. Lelaki itu tak acuh pada asisten baru itu, memilih berlalu untuk bertanya pada Pak Didit yang juga merupakan suami Bu Asih. Mungkin ia dapat menemukan jawaban dari pertanyaannya. Perasaan Naren mendadak tidak enak.

Namun, langkah Naren terhenti saat berpapasan dengan Alya. Gadis itu tampak telah rapi, membuat Naren berasumsi jika kakaknya akan berangkat kuliah. Hendak ia melewati kakak perempuannya itu, tetapi tanya yang terlontar dari sang kakak mengurungkan niatnya.

“Belum berangkat, Ren? Udah mau jam tujuh.”

“Lo tau Bu Asih di mana? Itu orang baru juga siapa?”

Naren dapat menangkap perubahan raut sang kakak usai dirinya melontar tanya. Semakin membuat ia diliputi bermacam pertanyaan. Lama Naren menunggu jawaban, tetapi tetap bungkamnya Alya yang ia dapatkan. Enggan menunggu, Naren berniat melangkah ke luar. Namun, lagi-lagi suara Alya menghentikan dirinya.

“Ren.” Alya menempatkan diri di depan sang adik. “Bu Asih sama Pak Didit udah enggak kerja di sini.”

Naren mengerutkan kening mendengar ucapan Alya. “Maksud lo?”

“Kemarin Papa berhentiin mereka kerja.”

Naren seketika membelalakkan mata. “Terus, mereka udah pergi?”

Alya hanya memberi anggukan. Namun, cukup membuat Naren mengerti.

Seketika lelaki itu diliputi emosi. Bukan tak tahu apa alasannya. Ia yakin jika semua itu menyangkut dirinya, mengingat sang papa mendatanginya malam itu untuk memperingatkannya. Namun, jelas ini keterlaluan bagi Naren. Tak seharusnya dua orang itu menjadi korban pula.

Naren berlalu dengan cepat. Tak lagi peduli berangkat ke sekolah, ia ingin segera menemui papanya.

“Mau ke mana, Ren?” Alya berteriak memanggil Naren yang berlalu dengan cepat. Usai dirinya mencapai luar rumah, dilihatnya Naren melesat bersama motornya. Segera ia menuju tempat parkir mobil. Berniat menyusul sang adik. Sebab bagaimanapun, tak ingin ia membiarkan Naren yang diliputi amarah bertengkar hebat dengan Rama.

***

Alya turun dari mobilnya dengan segera. Sungguh ia kewalahan sebab sang adik memiliki kemampuan tinggi dalam mengendarai motor, membuatnya harus memacu mobil dengan kecepatan di atas rata-rata agar sampai tak berselang lama dengan Naren.

Gadis itu berlari kala menangkap figur sang adik memasuki lobi kantor tempat papanya bekerja. Semakin memangkas jarak hingga dapat meraih lengan Naren, membuat si empunya sontak menghentikan langkah.

Stagnasi✔️Where stories live. Discover now