12. Perihal Luka

379 43 4
                                    

Mohon maaf, Kawan, babnya tidak berurutan. Pastikan ini lanjutan dari part yang terakhir kalian baca ya🤗

****

"Sambal, Miss!" Naren berucap cukup keras seraya mengarahkan pandang pada ibu kantin. Tak butuh waktu lama, wanita berumur setengah baya mendekatinya dan meletakkan wadah berisi sambal ke meja.

"Miss perasaan baru taroh masa udah habis aja," komentar Bu Rere tatkala mendapati wadah sambal yang telah kosong. Padahal seingatnya, di meja itu belum terlalu ramai anak yang memesan makanan. "Naren yang habisin, ya?" lanjutnya, menatap Naren penuh curiga.

Naren tak lekas menjawab, sibuk memenuhi kuah bakso dengan sambal. Padahal, jelas lelaki itu telah kepedasan. Tebukti dengan matanya yang memerah serta keringat yang bercucuran di wajah. "Naren bayar dua kali lipat. Miss tenang aja."

Bu Rere hanya dapat mengembuskan napas keras. Jika tak dekat dengan Naren, tentu ia akan berprotes sebab harga cabai sedang sangat tak bersahabat. "Wildan sama Varo mana? Biasanya bareng-bareng terus kalian."

"Enggak tau, Miss." Naren menjawab seperlunya, membuat Bu Rere hanya mengangguk kemudian kembali menyiapkan pesanan siswa lain. Sedari pagi, Naren memang sedang tak ingin diganggu sebab suasana hati yang masih kacau. Jelas, Varo dan Wildan mengerti untuk menghindarinya saat situasi seperti sekarang. Karena jika tidak, mungkin mereka hanya akan dijadikan samsak oleh Naren.

Naren mendongak tatkala tiba-tiba mendengar suara kursi bergesekan dengan lantai. Pandangnya langsung disambut oleh figur Akram yang telah duduk di hadapannya. "Ngapain lo?" tanyanya tak santai. Melihat wajah Akram, rasanya membuat amarah dalam diri Naren makin tersulut. Ia bahkan sudah menebak jika seseorang di hadapannya itu datang untuk mencari masalah.

"Gue lihat, lo makin deket sama Leta. Pakai jampi-jampi apa lo?" ucap Akram, langsung pada inti.

Naren tertawa sinis. Ia menggelengkan kepalanya tak percaya. "Gaya bicara lo kek cabe-cabean," ejeknya selagi masih asik menyantap makanan di hadapannya.

Kedua telapak tangan Akram terkepal kuat usai mendengar perkataan Naren. "Gue tegesin, lo jangan pernah sekali pun berniat nyakitin Leta! Lo bisa cari cewek lain yang lebih murah kalau cuma buat dijadiin mainan doang!" ucapnya penuh penekanan.

Naren sontak menghentikan kegiatannya. "Lo tau apa tentang gue, ha?" ucapnya dengan nada pelan, tetapi tersirat ketegasan. Rahang lelaki itu mulai mengeras selagi tatapan setajam belati tertuju pada sepasang netra seorang di hadapannya.

Akram tertawa mengejek. Ia menyandarkan punggung pada kursi, melipat kedua tangan di bawah dada. "Orang kayak lo nggak mungkin bisa menghargai perempuan. Dan gue bukan orang bodoh yang nggak tau maksud di balik lo deketin Leta. Cari aja cewek lain yang bisa lo bayar murah!"

"Pergi lo!" usir Naren, mencoba menghindari keributan yang mungkin akan terjadi ketika dirinya lepas kendali. Napas lelaki itu berderu cepat menahan amarah yang telah memuncak.

"Kenapa? Lo malu karena gue tau niat busuk lo? Selama ini ada berapa cewek yang udah lo booking? Berapaan? Sejuta? Seratus ribu? Atau ... seribu?"

"Brengsek!" Naren menggebrak meja seraya berdiri. Ia melompati meja untuk memangkas jarak dengan Akram, bergerak cepat menarik kerah seragam lelaki itu untuk membuatnya bangkit. Lantas, sebuah pukulan keras ia daratkan tepat mengenai pipi Akram hingga membuatnya terjatuh.

Akram melakukan perlawanan sekali. Namun, Naren kembali berhasil menumbangkannya dan mengunci pergerakan lelaki itu. Berkali-kali Naren memberikan bogem mentah, tak memberikan sedikit pun ruang untuk Akram melawan. Semua perasaan marah yang dipendamnya ia lampiaskan pada sosok yang terbaring di bawahnya.

Stagnasi✔️Where stories live. Discover now