2. Rencana Gagal

445 58 4
                                    

“Sinting lo, ya, Ren?” Wildan terbelalak kala melihat Naren memasukan sepuluh sendok sambal ke dalam mangkuk baksonya. Tak acuh, Naren mengaduk kuah yang kini didominasi oleh sambal, kemudian memakannya.

Wildan dan Varo menatap sahabatnya heran. Bahkan hanya dengan melihat Naren memakan itu, mulut mereka turut merasakan pedas.

“Gue enggak mau nolong kalo tiba-tiba lo sakit perut,” ucap Varo selagi memakan kentang goreng yang sempat ia pesan.

"Me too,” sahut Wildan.

Naren menyelingi kegiatannya dengan minum. Meski sudah merasa mulutnya seperti terbakar, ia tetap menghabiskan semangkuk bakso itu hingga tak tersisa setetes kuah pun. Mata Naren merah berair, mulutnya sedikit terbuka untuk meminimalkan rasa pedas.

“Puas lo?” Varo menyodorkan sekotak susu pada Naren. Ia menggeleng-gelengkan kepala, tak habis pikir dengan tingkah sahabatnya itu.

“Banget,” jawab Naren sebelum meminum sekotak susu yang Varo berikan. Masa bodoh dengan perutnya yang mungkin sebentar lagi berprotes, Naren hanya ingin melampiaskan kesal.

“Kenapa sih lo?” Wildan melontar tanya.

Naren masih enggan berucap banyak. Ia meletakan kotak susu dengan kasar setelah menghabiskan isinya. “Si Kampret itu, orang tuanya enggak dateng.”

“Akram maksud lo?”

Naren mengangguk. “Sialnya, gue terlanjur bawa Pak Didit ke sekolah. Akhirnya cuma gue yang jadi sasaran ceramah Pak Azam.”

“Bagus dong.” Wildan mendapat satu tendangan dari Naren di kakinya, membuat lelaki itu lekas membungkam mulut.

“Panas kuping gue! Bukan itu aja. Tuh Kampret malah dengan santainya berduaan sama … kalian tau, lah.”

Wildan dan Varo tertawa. Sadar akan alasan utama Naren begitu kesal kini. Tak luput, mereka pun sempat melihat Akram dan Leta duduk berdua di depan perpustakaan. Wajar Naren kesal ketika mendapati Akram dekat-dekat dengan gadis incarannya.

“Santuy, Bro, entar juga lo dapet bagiannya." Varo menepuk pundak Naren dua kali. Namun, justru tatapan tajam yang didapatnya dari sang sahabat, membuat ia merasa salah dalam berkata.

***

Bruk

Bella meletakkan sebuah amplop dengan stiker hati ke hadapan Leta. Ia mendudukkan diri di kursi depan sahabatnya, memajukannya sedikit untuk memangkas jarak. Dengan kedua tangan terlipat di atas meja, Bella menunggu respons yang akan Leta berikan.

Perlahan, Leta mengalihkan pandang dari sebuah buku yang tengah ia baca. Beralih pada amplop yang baru saja Bella berikan.

“Dari Naren,” ucap Bella saat ditemuinya wajah Leta penuh pertanyaan.

Mendengar itu, gerakan tangan Leta yang hampir menyentuh amplop terhenti, urung mengambilnya. “Buang aja,” ucapnya sebelum kembali melanjutkan kegiatan membaca.

Bella berdecak. Alhasil, ia mengambil amplop itu untuk membaca isinya. Tawa kecil Bella terdengar, membuat jiwa penasaran Leta sedikit tergugah. Namun, detik berikutnya ia menggeleng, berusaha mengusir jauh rasa penasaran itu.

Stagnasi✔️Where stories live. Discover now