15. Mempertanyakan Kesungguhan

270 41 0
                                    

Leta menghentikan langkah tatkala sampai di halaman belakang sekolah. Ia membalikkan tubuh, memandang Akram yang sedari tadi mengekori langkahnya. Raut gadis itu menunjukkan ekspresi yang sama sekali tak bersahabat. Bukan Leta tak tahu jika Akram yang telah mendorong Naren ke kolam renang. Ia bahkan melihat dengan mata kepalanya sendiri apa yang telah Akram lakukan.


“Lo mau ngomong apa, Let?” tanya Akram, menatap Leta. Sejujurnya ia tak enak hati sebab sikap dingin yang gadis itu tunjukkan sejak tadi. Tak biasanya pula Leta mengajaknya berbicara di tempat sepi seperti ini.

“Lo yang dorong Naren di kolam renang tadi, ‘kan?” tanya Leta langsung pada intinya.

Akram sontak terkejut tatkala ucapan itu menepi ke telinga. Ia tergagap. Seingatnya, tiada siapa pun di sekitarnya kala itu. Namun, tak disangka jika Leta melihat perbuatannya. “Gue … gue tadi---“

“Lo tau nggak kalau apa yang lo lakuin tadi udah bahayain nyawa orang? Kalau tadi gue nggak ada di sana, mungkin keadaan Naren bakal lebih parah dari sekarang.”

Akram tak tahu harus menanggapi bagaimana. Mencoba membela diri pun rasanya percuma. Leta jelas tahu jika saat itu ia melakukannya dengan sengaja. “Gue nggak tau kalau dia nggak bisa berenang.”

“Mau lo tau apa enggak, ngelakuin hal kayak gitu tuh nggak bener. Gue mau, lo minta maaf ke Naren.”

“Nggak!” Akram menolak. Tak sudi dirinya mengucapkan maaf pada Naren. Bahkan sebenarnya ia puas telah memberi pelajaran pada lelaki itu. Sungguh, ia dapat melakukan yang lebih buruk dari ini jika seseorang berani menghina ibunya.

“Terus, mau lo apa? Gue bisa aja laporin ini ke guru, Ram. Lo kenapa gini banget sih kalau sama Naren? Bener-bener bukan Akram yang gue kenal tau nggak?” Leta menatap Akram penuh kecewa.

Tiada kata yang keluar dari mulut Akram. Lama, keduanya tenggelam dalam diam. Melihat sikap Leta, Akram merasa hatinya memanas. Jelas ia menangkap kepedulian begitu besar Leta untuk Naren. Ia rasa, Leta pun mulai tertarik dengan seorang yang amat dibencinya itu.

Leta menghela napas panjang sebelum berkata, “Terserah lo deh. Tapi, gue harap lo dateng buat minta maaf ke Naren.” Usai mengucapkan hal itu, Leta berlalu.

Akram memandang punggung Leta hingga tak lagi terjamah indra. Kedua telapak tangannya perlahan terkepal kuat. “Kapan lo lihat gue, Let? Gue yang berusaha selalu ada buat lo, bukan bajingan itu,” gumamnya pelan.

***

Kedua kelopak mata itu mengerjap pelan beberapa kali sebelum terbuka sempurna. Naren mengamati sekeliling. Usai pandangannya kembali jelas, ia sadar jika kini tengah berada di UKS. Perlahan, lelaki itu mencoba membangunkan tubuh, kemudian bersandar pada kepala ranjang. Tiada siapa pun di ruangan, membuat suasana begitu hening.

Naren menunduk, memijat keningnya yang masih terasa pening. Ia mencoba mengingat apa yang telah terjadi pada dirinya. Hingga tatkala memori itu berdatangan, Naren sadar mengapa dirinya bisa terjebak di ruangan ini. Lelaki itu beralih menekan hidungnya yang terasa tak nyaman. Praduganya sebab kejadian tenggelam di kolam renang beberapa jam lalu.

Ingin Naren melupakan apa yang telah terjadi, tetapi justru pikirannya terus saja memutar ulang peristiwa itu. Sebuah kejadian yang membuatnya begitu membenci kolam renang. Tiada yang lebih mengerikan baginya daripada menyaksikan orang yang disayang meninggal tepat di depan mata. Naren pernah merasakan perihnya hal itu ketika dua tahun lalu.

Stagnasi✔️जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें