4. Sebuah Kebetulan

370 48 0
                                    

“Let, ayo temenin gue, please.” Bella tak habis membujuk Leta untuk pergi bersamanya menonton teater yang diselenggarakan oleh anak-anak ekskul. Namun, masih tak didapatinya persetujuan dari Leta yang kini sibuk dengan buku-buku di meja belajarnya.

Bella mendekati Leta. Memegang kedua bahu sahabatnya itu. “Yuk lah nonton, Let! Gue udah beliin tiketnya buat lo sekalian loh. Gue udah kerja keras banting tulang buat dapetin uang. Nih, sampai tulang-tulang gue pada remuk gue bantingin. Lo tega apa sama gue? Entar pulangnya gue—”

“Berisik, Bel!” Leta menutup kasar buku yang tengah ia baca. Menarik napas panjang lantas diembuskannya dengan cepat. Tanpa menjawab, gadis itu bangkit dari duduknya. Membuka lemari, mengambil satu set pakaian, sebelum menuntun langkah menuju kamar mandi.

Bella melebarkan senyum. Mengibas rambut panjangnya ke belakang, bangga sebab telah berhasil membujuk Leta. Gadis itu duduk di atas ranjang milik Leta. Membuka akun sosial media untuk mencari update terkini tentang pementasan teater yang akan ditontonnya.

“Gila, ganteng banget! Mau nangis aja deh gue kalo kek gini.” Bella memekik histeris saat membuka instagram story milik seseorang yang disukainya---salah satu pemeran di pementasan nanti. Juga alasan, mengapa ia ngotot ingin pergi menonton meski sadar betul dirinya tak pandai mencerna cerita-cerita dalam teater.

“Leta, Ibnu ganteng banget masa pakai baju kek gini. Ya Tuhan, seandainya gue ikut main di panggung, terus jadi pasangannya Ibnu.”

Leta yang baru saja keluar dari kamar mandi hanya bisa geleng-geleng kepala. Ia menyisir rambut panjangnya, mengikatnya menjadi satu ke belakang. “Udah tau gue tabiat lo. Cuma pengen nontonin itu, ‘kan?” Leta bersuara, tangannya meraih tas selempang di atas meja.

Senyum lebar terbit di wajah Bella. “Enggak juga. Eh, tapi iya sih.”

“Dah cepetan, jangan main mulu lo!”

Kedua bola mata Bella melebar. Ia yang masih duduk di atas ranjang, memandang Leta dari atas sampai bawah. “Loh, udahan? Pakai bedak dikit-dikit kek, lipstikan, rambut agak dimodel! Lo kayak orang mau ke sawah tau enggak?”

“Daripada elo, kayak ibu-ibu mau kondangan.” Leta membalas sebelum melangkahkan kaki keluar dari kamarnya.

Bella menahan umpatan yang hendak keluar dari mulut, mencoba sabar meski Leta mengatainya. Ia mengekor di belakang Leta selagi sesekali memandangi layar ponsel. “Untung lo cantik, Let. Kalo enggak, cowok-cowok enggak ada deh yang pengen ngelirik elo.”

Leta mendengkus. Sebenarnya tak sungguh ia ingin pergi. Ada rasa tak enak pada Akram sebab dirinya sempat menolak ajakan lelaki itu. Namun, Leta berusaha abai. Niatnya kini hanya untuk menemani Bella.

***

Andai ada celah, Leta sungguh ingin keluar dari kerumunan manusia di sekelilingnya. Pementasan teater telah berakhir kiranya sepuluh menit lalu. Leta pikir, Bella akan setuju saat dirinya langsung mengajak pulang. Namun, sahabatnya itu malah menariknya menuju backstage. Membawanya menemui orang-orang yang terlibat dalam pementasan.

“Ayo temenin gue wawancara dulu.” Begitu ucap Bella saat Leta mengajaknya segera pulang.

Alhasil, di sinilah Leta bersama kecanggungan yang nyata. Gadis itu duduk di salah satu bangku. Menatap Bella yang tak kunjung usai dengan tugasnya sebagai anggota jurnalistik untuk mewawancarai ketua ekskul teater. Pikir Leta, Bella sengaja memperpanjang waktu untuk mengobrol dengan Ibnu—ketua ekskul teater yang juga merupakan seseorang yang disukainya.

Leta tak tertarik untuk membangun obrolan dengan orang-orang di sana. Ia memilih diam, menyibukkan diri dengan ponsel yang juga tak terdapat hal-hal menarik di dalamnya.

Stagnasi✔️حيث تعيش القصص. اكتشف الآن