S13

219 17 4
                                    


Nayara

"Kamu itu sebagai perempuan harus pintar pintar menentukan masa depan kamu,salah sedikit bisa berakibat fatal"

Meja makan gak pernah sepi setiap ada bapak di rumah.
Waktu makan terasa lebih lama dari biasanya bagi gue.

"Iya nak,ibu juga kurang setuju kalau kamu ambil jurusan seni"
Ibu ikut berbicara.

"Perempuan itu masa depannya harus jelas"
Iya gue tau jelas dengan pernyataan itu.
Tapi kenapa gak ada yang menghargai keputusan gue sedikit pun.

Kalau Bang Jae ada,rasanya akan lebih nyaman bagi gue untuk menyangkal ucapan Bapak.

"Naya sudah pikirin itu bu"
Padahal ini baru tahap pembelajaran gue,seakan selama ini gak ada yang benar benar bermanfaat dari apa yang gue pilih.

"Lihat keadaan kamu sekarang,jadi gak jelas gini kan,setiap di tanyain juga alasannya masih nyari inspirasi"
Entah kenapa bapak lebih sensitif dari biasanya.

"Seni emang gitu pak"
Gue berusaha tidak terpancing emosi.

"Lihat abang kamu-"

Prang

Gue meletakan sendok kasar membuat bapak dan ibu terkaget.

"Naya--"

"Ibu sama bapak kerjaannya cuman bandingin aku dengan bang Jae"
Gue menundukkan kepala.

"Kenapa sih kalian gak pernah menghargai keputusan aku"

"Naya pilih seni bukan karen mau senang senang pak,bukan mau bebas"
Gue bangkit buru buru ke arah salah satu laci di ruang keluarga,mengambil tumpukan kertas yang tertulis besar nama gue.

"Kalian pikir ini semua bukan pencapaian naya?,kalian pikir ini dapetnya gampang!"
Nada suara gue semakin meninggi,membanting tumpukan kertas Penghargaan atas nama gue di sana.

"Yang  kalian liat cuman bang Jaeee aja terus,kapan kalian bisa ngehargai aku!"

Bapak berdiri berjalan tepat di depan gue.

Plak

Untuk pertama kalinya gue merasakan telapak tangan bapak menghantam pipi gue,rasanya panas,perih.

Mata gue memanas.

"Pak~"
Panggilan ibu berusaha meredam emosi bapak.

"Kamu semakin hari semakin gak tau sopan santun sama orang tua"
Dengan itu bapak meninggalkan gue.
Selain pipi gue yang terasa panas,dada gue ternyata terasa lebih tertekan.

Jaemin

Gue melihat wajahnya.
Baru kali inj gue memperhatikan setiap sudut wajahnya dengan jelas.

"Sakit juga pukulan bokap lo"
Gue mau ketawa tapi bibir gue masih sakit.
Sakit lah,gitu gitu juga ayah rajin ke gym.

"Kemarin gue juga di tampar sama bapak...di banding pipi gue Yang sakit hati gue lebih sakit ternyata"
dia sedikit tertawa.
Giginya rapi,senyumnya manis,lesung pipinya lebih samar dari bang Jae,wajah mereka sekilas mirip banget.

"Kok bisa?"
Gue memperhatikan dia yang sibuk meremas kompres.

"Durhaka gue sama bapak"
Jawabnya enteng.

Gue jadi teringat sesuatu.

"Kok lo dateng ke sini?,tau rumah gue dari mana?"

"Ngedip lo,liatin gue gitu amat"
Dia menyipratkan air di wajah gue,membuat gue berkedip seketika.

It's Okay_ (NOMIN)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang