--4{Mengenang}

278 13 4
                                    

Minjae

Gue pulang menenteng tas dengan malas memasuki rumah ini.
Gak ada yang istimewa setiap pulang dari kuliah.
Semester pertama yang gue jalani belum begitu berasa.
Hanya saja gue terlalu kesepian tanpa siapa siapa yang sedia menunggu gue pulang.

Kerinduan besar gue atas keluarga yang utuh gak berdampak apa apa,semua cuman mimpi belaka.
Saudara gue satu satunya juga pergi,memilih mencari kebahagian dia kembali.

"Halo kak?"
Gue juga punya hati.

"Beneran mau kesini?"
"Oke nanti Minjae tungguin"

Kak Jaemin sudah sangat jarang menginjakkan kakinya di rumah ini.
Apalagi Kepergian bang Jeno yang terlalu tiba tiba membuat kak Jaemin cukup terpukul.
Hanya bang jeno yang selalu meredakan keraguan Kak Jaemin tentang betapa buruknya hidup ini.
Dan Sekarang gak ada lagi alasan kak Jaemin untuk datang ke rumah ini selain gue.

Satu kesyukuran.

"Bunda masih Perawatan?"
Gue gak pernah espek kalau pertanyaan itu yang pertama kali keluar dari bibirnya.
Sudah setengah jam kedatangannya,kita cuman duduk di ruang tamu saling berhadapan.
"Di pindahin ke Singapure,katanya di sana lebih lengkap"
Bunda juga ingin sembuh dari sakitnya,Panik attack nya yang semakin parah membuat dia terpaksa menjalani berbagai terapi psikologis hingga ke luar negri

"Kabar kak Jaemin gimana?"
Dia melirik gue, meletakkan cup kopi Starbucks yang dia bawa.
"Gak buruk".ucapnya enteng, seperti dia benar benar baik baik aja.

Jujur saja,setelah kepergian bang Jeno empat tahun lalu, senyum paling indah turunan bunda di kak Jaemin sangat langka terlihat oleh gue. Entah karena jarang bertemu atau memang senyumnya tertahan.
Terakhir ini, senyumnya hanya tipis, seadanya.

"Kak coba senyum"
Dia menaikkan alisnya menanggapi permintaan random gue.
"Kepergian kak Jeno seharusnya gak membawa senyum kak Jaemin juga"
Kejujuran gue mengundang keheningan yang panjang.
Mata kita saling beradu,dengan pikiran masing masing.
"Kalau gitu,Kebodohan gue seharusnya gak berdampak juga sama Lo"

Gue diam mendengarkan ucapannya.
Tangannya memainkan cincin yang melingkar di jari manisnya.
Kemudian kembali menyesap kopinya hingga tandas.

"Gue bukan menyalahkan kepergian bang jeno,tapi melihat kak Jaemin seperti sekarang terasa lebih menyakitkan di banding kak Jaemin yang dulu"
Gue berharap penuh agar dia memahami ucapan gue dengan baik.
Gue cuman ingin dia hidup lebih baik.

Di mata orang dia mungkin terlihat baik baik aja,tapi gak ada yang menjamin bagaimana keadaan hatinya saat ini.

Kak jaemin masih sama.
Masih dengan luka yang sama.
Tapi alasan yang berbeda.

Gue bisa melihat rasa bersalah yang besar di matanya setiap kali gue menatap mata hitam kelamnya.
Rasa bersalahnya kepada gue gak pernah hilang,menambah beban di pundaknya.

"Gue selalu bilang sama Kak Jaemin untuk berhenti menyalahkan diri kaka soal Gue"
Lama kelamaan gue juga muak dengan semua ini.
"Gue cuman mau liat lo baik baik aja,tanpa semua beban di pikiran lo, Kenapa lo gak pernah paham maksud bang Jeno selama ini ada buat lo kak"

Matanya menatap gue gak percaya.

"Berhenti bicara seolah lo tau semua hal tentang gue"
Ucapnya tegas membuat gue sedikit menciut.
"Gue cuman berusaha hidup dengan semuanya"
"Minjae,hidup gak harus sesempurna seperti yang lo mau, kalau gue mau tetap hidup, pilihan gue hanya satu"

"Hidup Dengan rasa bersalah gue juga Semua kenangan gue tentang dia"

Satupun dari alasannya Gak ada yang bisa bikin dia tersenyum.

Sempurnanya hidup dia hanya itu.

Sempurnanya hidup dia adalah kesedihan bagi orang lain.

Karena kak Jaemin gak pernah menganggap itu adalah sebuah kesedihan melainkan sebuah kesempurnaan Hidup.

Malam itu dia pulang tanpa mengizinkan gue untuk bilang kalau.

"Gue bisa jadi alasan bahagia lo Kak".



#note
Wkwkwk..lanjutan S4{Mengenang} yang kemarin aku TD yang sempat baca Hustt..
Sumpah aku merasa berdosa banget sudah nulis kaya gitu..🥀
Mana gaje soalnya aku gak ngerti Samsek soal gituan..

Yaudah sih .Hope your like this part🐶💚🐰

It's Okay_ (NOMIN)✔️Where stories live. Discover now