Chapter 17 (Mad)

17K 1.1K 28
                                    

~Carren's P.O.V~

Aku mulai sedikit benci pada Julia. Ia tidak memberitau apa apa tentang kematian kakakku. Ingin rasanya aku membeberkan semua rahasia busuknya pada semua orang. Tetapi sebagian dari diriku tidak ingin melakukannya. Bukan karena takut dibunuh, aku hanya merasa tidak tega padanya. Juga aku sayang pada Julia walau ia menakutkan dengan sayatan senyuman kecil yang mungkin akan memudar suatu hari.

Kemarin malam Julia terus berusaha menjelaskan segalanya padaku. Tetapi saking kesalnya dan kecewanya aku, aku tinggal ia tidur. Aku tidak ingin mendengar penjelasannya lagi. Sepertinya semuanya sudah jelas. Dia membunuh kakakku dan tidak jujur padaku.

Aku tidak tau apa aku harus percaya kalau dia ini tidak sengaja atau memang ia berniat untuk membunuh kakakku. Dia kan pembunuh? Pembunuh apa yang mempunyai pacar juga sahabat? Tidak ada, bukan?!

Hari ini aku terus diam dan agak menjauh dari Julia. Setiap ia menyapaku, tidak juga aku gubris. Sebenarnya ingin sekali aku memeluknya dan memaafkannya. Tetapi.. Kenapa terasa berat untuk melakukannya?

"Carren.. please aku mau ngomong sama kamu"

Julia menahanku yang baru saja mau memasuki kamarku kembali. Aku berbalik dengan muka sedih juga kecewa. Untuk tersenyum saja rasanya sulit.

"Mau kan kamu memaafkanku? Dengar, kakakmu itu adalah orang yang baik dan aku tidak ada maksud apa apa untuk membunuhnya walau ia sudah membunuh orangtua juga kakakku"

"Kak Rose.. Membunuh keluargamu?"

"Aku sudah pernah bilang padamuuu! Ehem, by the way iya Rose membunuhnya. Tapi aku tidak ada niat untuk balas dendam pada kakakmu, ia orang yang baik dan aku percaya itu setelah ia merawatku dan mengajariku"

Aku mulai terdiam beberapa saat dan berlari keluar rumah. Tentunya untuk mengunjungi makam kakakku. Aku merindukannya. Aku bahkan menangis sepanjang jalan. Pikiranku kosong dan aku hanya dapat memikirkan kak Rose.

"Carren!"

Aku mencoba menoleh ke belakang dan ternyata Julia mengejarku. Cih, untuk apa?

Aku terus berlari menghindarinya. Aku bahkan melanggar rambu lalu lintas. Lampu tanda untuk menyebrangpun belum berganti hijau, aku sudah berlari dengan kencangnya ke seberang. Teriakan Julia masih terdengar dan setelah kurasakan teriakannya mendekat, disitulah teriakannya berhenti diikuti oleh suara klakson yang sangat panjang. Karena penasaran, kucoba untuk menoleh ke belakang atau ke arah dimana ada beberapa orang berlari ke arahnya.

Sebuah truck menabrak pohon dipinggiran jalan dan sang supir turun dari trucknya lalu berlari ke arah zebracross. Saat aku mengalihkan pandanganku ke zebracross, bertapa kagetnya aku melihat Julia sudah terkapar dengan darah yang ada diseluruh badannya, terutama kepala.

Dengan panik aku berlari kembali padanya dan mencoba menyadarkannya. Teriakanku cukup keras hingga menarik banyak perhatian orang, beberapa dari mereka mau membantuku dan sebagiannya lagi malah mengambil fotoku dan Julia. Rasanya aku sudah ingin marah tetapi rasa marahku hilang sudah melihat keadaan Julia yang tertabrak truck karena ulahku.

"Maafkan saya dek, saya tidak tau ada orang yang melintas. Kita bawa ke rumah sakit ya?"

"Maaf?! Kau menabraknya dan kamu minta maaf?!"

"Dengar, dia masih hidup. Saya bisa-"

"Tapi kau menabraknya!"

"Apa kau mau kakakmu terus disini sampai meninggal atau kita bawa dia ke rumah sakit sekarang?!"

Aku mulai terdiam dan menyetujui tawaran supir truck itu. Aku dibantu orang orang sekitar mengangkat Julia bersama sama dan memasukkannya kedalam salah satu mobil pribadi yang tentunya sudah dipersilahkan oleh yang mempunyainya.

Sepanjang perjalanan ke rumah sakit aku terus menangis sambil menggenggam erat tangan Julia. Aku tidak bisa kehilangan seorang figur kakak yang sudah aku sia siakan sebelumnya.

"Julia, bertahanlah ok?"

Aku mengusap kening Julia sambil menangis. Beberapa orang didalam mobil mencoba untuk menenangkanku dan memberiku minum. Tetap saja rasa sedihku tidak akan pernah hilang.

~~~~~~||~~~~~~

Aku terus duduk disamping Julia sambil menangis. Kami sekarang sudah ada dirumah sakit dan sudah 3 hari ia tidak bangun bangun juga. Jeff belum tau soal ini dan jujur, aku tidak berani untuk memberitaunya.

"Julia, maafkan aku.. Aku benar benar bodoh. Aku menyebabkanmu seperti ini.. Padahal aku tau kau tdak jahat. Tidak sama sekali"

Panjang umur! Baru saja aku pikirkan, tiba tiba Jeff datang dengan wajah yang lebih menyeramkan dari biasanya. Pasti dia mau memarahiku. Habislah aku.

"Ada apa dengan Julia? Kenapa kamu tidak memberitauku apa yang terjadi padanya?"

"Aku.. aku takut padamu"

"Kamu gak perlu takut. Aku tidak akan membunuhmu karena kamu adik dari seseorang yang sudah menyadarkanku"

"Tentang apa?"

"Tentang aku tidak bisa selamanya hidup menyendiri dan.. Berusaha memaafkan"

Pandangan Jeff langsung tertuju pada Julia yang masih tidak sadarkan diri. Aku mendengus sedih tidak tau apa apa. Yeah. Aku ini payah. Dan aku ini douchebag.

"Saat Rose meninggal, aku nyaris membunuhnya. Tetapi seiring berjalannya waktu, membunuh Julia tidak akan mengubah apapun. Rose tidak akan kembali lagi. Dan disitulah aku berusaha meneruskan kembali hidupku walau dengan terus membunuh. Jika aku saja bisa belajar memaafkan, mengapa kau tidak?"

"Kau benar"

Aku menggenggam tangan Julia lagi dan mencium pipinya.

"Aku memaafkan Julia"

"Kau berbicara dengan orang yang tak sadarkan diri"

"Aku tau"

Jeff mulai tertawa sangat sangat pelan begitupun aku. Yeah, aku merasa sangay bersalah menertawai Julia tetapi perkataannya tadi cukup lucu.

"Akhir akhir ini banyak sekali flashback tentang Rose karena adanya kamu"

"Yeah. Dia sebenarnya pemain utama dari kehidupan kita ini"

~Super late update. sorry binguts ya guys lupa terus mau update wkwkwk. Vomments ditungguuu~

A Psychopath Life 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang