Chapter 23 (Guessing)

14.9K 1K 127
                                    

~Hi.. Author update sekarang aja ya daripada author galau terus gara gara gabisa nonton konser 1D.. *nangis* ok deh hope you like it, tinggalin jejak ya biar author gak nangis lagi(?)~

Aku tidak bisa tidur semalam. Masih terpikir olehku bagaimana cara mengalahkan polisi yang mungkin lebih banyak daripada sebelumnya. 1 kantor polisi saja aku sudah nyaris mati, apalagi dari beberapa kantor? Dengan pistol pistol yang lebih banyak.

Aku terus mencoba mengingat seluruh alasan mengapa aku memilih jalan ini. Alasan mengapa tanteku memasukanku ke rumah sakit jiwa selama 3 tahun, alasan mengapa aku di rendahkan di sekolah baruku, alasan mengapa aku membunuh kakak dari Carren..

Aku terus mencoba mengingat semua itu dan yang ada aku malah makin sedih, bukannya kembali seperti dahulu. Rasa takutku sudah terlalu besar.

Mungkin memang benar, aku tidak pernah bisa menjadi pembunuh yang handal. Aku hanya beban untuk Jeff dan kawan kawannya.

Hari ini Slenderman memaksa BEN dan Jack untuk pergi. Slenderman tidak mau membantu, padahal dengan kelihaiannya dia mungkin dapat membunuh seluruh lawanku dalam sekejap mata.

Tetapi kenapa dia malah menolakku?

"Julia, jaga dirimu baik baik ya. Ingat, jangan ceroboh"

"Iya Jack, makasih banyak ya udah mau datang dan menyemangati"

"Iya, maaf ya aku hanya dapat menyemangatimu. Slendy kadang kadang memang menyebalkan"

"Aku mengerti.."

Aku tersenyum pada Eyeless Jack dan melihat Slenderman yang menyelipkan bunga di antara telinga Carren. Carren sudah tidak terlihat ketakutan lagi, ia sepertinya bahagia. Senyuman terpancar kembali di wajahku dan semangat kembali lagi kepadaku.

"Jaga dirimu"

"Iya BEN"

BEN mengacak rambutku dan keluar bersama Jack dari cabin. Senyumku perlahan pudar dan menengok pada Jeff yang masih termenung. Aku sangat sangat merasa bersalah.

"Jeff.. Apa kamu yakin mau membantuku? Taruhannya nyawa"

"Setiap aku membunuh juga taruhannya nyawa Jul.. It's okay.."

"Jeff aku gamau kamu menyusul Rose"

"Aku tidak akan menyusulnya. Sudahlah, sekarang kau persiapkan diri. Kita ke tempat perkumpulan mereka sekarang"

"Yeah.. Sure.."

Aku berjalan ke kamarku perlahan. Langkahku terasa makin berat setiap aku makin mendekat. Jujur, aku tidak siap membayar semua perbuatanku.

~~~~~~||~~~~~~

Aku dan Jeff berjalan perlahan menelusuri hutan hutan. Kami sengaja tidak membawa Carren karena kami takut dia akan terkena bahaya jika dibawa.

Baru kali ini aku tidak mempunyai rencana apa apa untuk mempertahankan diri dari berpuluh puluh pasukan. Semua yang awalnya sudah aku rangkum di dalam kepalaku menghilang tiba tiba.

Duh, serasa akan berperang saja.

Aku dan Jeff mengintip dari balik pepohonan dan terlihat orang orang berseragam polisi yang membawa pistol di tangannya juga di kedua sakunya. Jumlah mereka cukup banyak dan mereka sedang berpencar. Kakiku mulai bergetar ketakutan karenanya.

"Julia, apa kamu siap?"

"Aku.. Yeah, aku siap"

"Oke dalam hitungan ke-tiga. 1... 2..."

Belum sempat Jeff selesai menghitung tiba tiba kami mendengar suara tembakan pistol dan teriakan memekik dari Jeff. Astaga, Kakinya telah tertembak! Aaaah aku harus bagaimana?!

"Serahkan diri kalian!"

"T.. Tidak! Tidak akan!"

Aku mengeluarkan pisauku dan mencoba membunuhnya. Tetapi, terulang kembalilah kesalahanku. Tidak melihat lingkungan sekitarku dan tentunya.... Aku berteriak dengan sangat keras.

Seketika seluruh pasukan berkumpul ke arahku dan Jeff. Mereka sudah mengarahkan ujung pistolnya pada kami berdua. Genggamanku pada pisauku makin erat. Jeff yang ada disampingku terus berusaha kuat dan berdiri perlahan.

"Menyerahlah! Kalian sudah kalah jumlah!"

"Oh ya? Kata siapa!"

Aku mencoba melawan dan salah satu polisi sudah menembakku di lengan. Sakitnya sangat luar biasa. Dan melainkan menangkis peluru, aku malah membiarkan lenganku ia tembak. Gerak refleksku payah.

Aku dan Jeff mencoba membunuh mereka satu persatu. Jika aku hitung, kurang lebih jumlahnya 30 orang-an. Dan yang dapat kami bunuh hanya 10. 20 nya lagi berhasil menembak kami hingga kami sudah tidak sanggup lagi berdiri.

Saat kami tersungkur lemah dan menyender kepada satu sama lain, dengan pandangan buram aku dapat melihat seseorang berlari ke depan kami dan mengambil pisau dari dalam sepatunya. Sepertinya perempuan karena rambutnya yang coklat kemerahan dan panjangnya se pinggang terurai indah dihadapanku. Dengan baju hoodie dan celana hitam yang sama seperti Jeff, hanya bedanya baju hoodie yang ia kenakan sepertinya berwarna biru muda dengan bercak bercak darah disekitarnya.

Ia tidak berbicara apapun saat para polisi menyuruhnya menghindar atau menyerah. Ia malah berlari ke arah mereka dan membunuhnya satu satu. Dia sangat hebat. Bahkan ia tidak terkena peluru satu buahpun.

Karena tak kuat lagi, mataku akhirnya terpejam kembali dan tidak dapat melihat keseluruhan aksi orang yang menyelamatkan kami.

Tetapi.. Mengambil pisau dari dalam sepatu? Cara yang aneh, bukan?

A Psychopath Life 2Where stories live. Discover now