34. MUNGKIN KEMBALI

31.2K 3.2K 231
                                    

Hari ini Gavriel, Arsen, Elxon, dan Somad disibukkan untuk berlatih basket pulang sekolah. Keempatnya sudah siap dengan jersey yang melekat pas di tubuh membuat lengan mereka terekspos menjadi santapan para hawa karena jersey basket tanpa lengan.

Yang jadi permasalahan ini Arsen. Cowok itu tidak ikut basket tapi dipaksa ikut pertandingan. Cuman gara-gara waktu olahraga liat Arsen main basketnya bagus terus dipaksa ikut. Jangan-jangan Pak Tino yang ada apa-apanya.

"Pemanasan dulu biar gak tegang." Pak Tino menaikkan alisnya. Lantas menyuruh para murid cowok untuk berlari mengitari lapangan sebanyak 3 kali.

Sedari tadi hanya Gavriel yang tidak fokus. Cowok itu nampak mencari seseorang yang sedang ia tunggu kehadirannya. Saat istirahat tadi, Gavriel menyuruh Zera untuk menunggu dirinya latihan agar bisa tetap pulang bareng. Tapi sampai sekarang Zera tidak nampak hidungnya.

"Gavriel fokus! Mau jabatan kamu Bapak turunin!" hardik Pak Tino.

Gavriel mengangguk lantas kembali berlari. Bulir-bulir keringat menetes membasahi tubuh mereka semua. Gavriel mengusap dahinya. Meski berlari, cowok itu masih tetap mencari keberadaan Zera. "Zera, kamu dimana," lirihnya.

Latihan di awali dengan teknik shooting. Semuanya melakukan shooting, untuk dilatih cara yang benar. Meski Pak Tino percaya kalo mereka semua sudah bisa melakukan shooting. Tapi tidak ada salahnya memulai kembali.

Setelah selesai, Pak Tino membagi 2 tim yang terdiri dari 5 pemain setiap timnya. Jika tadi pikiran Gavriel terpecah belah. Kini cowok itu mencoba untuk fokus agar bisa menang melawan lawannya.

Gavriel melakukan dribbling menghindari lawan mainnya agar tidak bisa merebut bola ditangannya. Saat Diki berusaha merebut bola, Gavriel melakukan pivot untuk menghindari kecolongan.

"Pass!"

Kini melakukan teknik passing. Mengoper bola ke satu timnya yang lain agar adil. Salah satu cara agar bola tidak mudah didapatkan sang lawan karena selalu terpatok pada satu orang yang diincar.

Arsen berhasil melakukan catching saat Gavriel mempassing bola kearahnya. Cowok itu kemudian mendribble mendekati ring basket lawan.

Dan yaa! Arsen berhasil menguasai teknik jump ball. Kini tim Gavriel mendapat 3 poin pertamanya.

"Good Arsen," tepuk Pak Tino.

***

"Persetan." Rama berdecih lantas tertawa sendiri memandang bingkai foto yang telah retak. Berisi foto dirinya dengan sang mantan. Yang mungkin sekarang sudah jauh lebih baik daripada saat dengan dirinya.

Foto itu saat awal-awal mereka pacaran. Diabadikan ketika Delia membeli bunga, dan keduanya pergi ke taman. Kala hari itu Rama memang posesif pada Delia, tapi tidak pernah sekalipun cowok itu kasar pada Delia.

"Aku rindu kamu. Tapi keadaan seakan nyuruh buat ikhlasin kamu." Rama meraup wajahnya. Tiap hari mencoba melupakan tapi tak kunjung berhasil. Yang ada makin cinta.

Masa depannya seakan hancur sekarang. Rama tidak tau harus bagaimana kedepannya nanti. Cowok dengan kantung mata yang makin hari makin menghitam, badan yang menjadi kurus tak terurus, banyak sayatan ditangannya. Nampak begitu menyedihkan jika dilihat.

"Rama, kamu dari mana jam segini baru pulang?" Wanita dengan baju rumahannya menatap penuh selidik ke arah anak pertamanya.

"Peduli apa lo? Bukannya cuman Zera anak lo?" Rama nyelonong begitu saja melewati sang Bunda. Padahal sudah terlihat jelas wajah cemas di raut wajah yang sudah berkerut.

"Kamu salah. Bunda sama Ayah sayang kalian berdua. Bunda sayang Zera dan kamu juga Rama. Kita gak pernah membedak-bedakkan kasih sayang buat kamu."

Rama berbalik, lantas berdecak, "Gue cuman bilang faktanya, bukan katanya kayak lo berdua yang cuman sibuk sama kerjaan! Sekali pulang cuman Zera yang ditanyain. Gue anak lo bukan?"

"Ram—"

"Bacot! Gue benci lo!"

Rasa sesak itu kembali hadir disaat masa-masa pedih kembali melintas di pikiran. Rama merindukkan suasana rumah ini yang dulu, rindu masakan Bundanya. Meski harus berpura-pura bilang bahwa masakannya tidak enak.

"Makanan apaan? Gaada rasanya. Kucing aja gak bakalan suka."

Hingga berada dititik dimana Rama harus melihat orang tuanya yang tergeletak di lantai dengan kondisi naas. Mulut mengeluarkan busa dan hanya Rama yang berada disana saat itu.

Rama tidak mengerti, tidak tau tentang kejadian saat itu. Ia melupakannya.

Lain dengan cewek yang tengah membalut tubuhnya dengan jaket tebal karena udara disini begitu dingin. "Arsen udah beberapa hari gaada kabar. Dia udah lupain aku."

Cewek itu mendongak membiarkan air hujan masuk mengenai matanya. Dia berkedip lantas menghembuskan nafasnya.

"Zera, aku pengin ketemu kamu. Sama dia juga. Maaf, karena aku, kamu harus berkorban. Harusnya bukan kamu, tapi aku. Sahabat kamu pasti benci sama aku, terutama pacar kamu nanti."

"Aku ke Indonesia besok, atau gak sama sekali." Cewek itu mengepalkan tangannya semangat. Dirinya akan kembali.

***

"Zera dimana?"

Cewek yang tengah sibuk menguncir rambut itu menjawab telpon Gavriel. "Gue lagi mau beli cilok di depan sekolah. Nanti baliknya langsung ke lapangan kok."

"Jangan lama-lama, hati-hati nyebrangnya. Liat kanan kiri, jangan gila dijalanan. Maaf gak bisa nemenin dulu."

Setelah sambungan terputus. Zera memajukan bibirnya kesal. Apa tadi? Gila dijalanan? Emang dirinya segitu gilanya? Pacar kurang ajar.

"Salah siapa sibuk. Ya gue pergi sendiri lah. Mana si Ibu kantin ciloknya abis. Gatau apa aing laverrrrrr."

Kaki yang dibalut sepatu berwarna putih itu melangkah ke arah gerbang. Zera menyapa Pak Satpam yang masih setia berjaga sambil ngopi santai.

"Siang Pak. Waduhh ngopi mulu ya Pak."

"Ekh Neng Zera. Iya nih neng, habisnya temen Bapak cuman kopi sama nih tempe mendoan. Neng mau minta?" tawar Pak Satpam.

Zera menggeleng. "Enggak usah Pak, makasih. Lagi pula nih Zera mau pergi keluar buat beli cilok."

"Ohh... pasti nungguin den Gavriel latihan ya?"

"Ya gitu, cowok. Ribet."

Seperginya Zera membuat Pak Satpam bingung. Ribet ya? Gak kebalik?

Zera sangat antusias saat melihat penjual cilok diseberang jalan raya. Mungkin karena jam-jam pulang kantor, jadi jalanan begitu ramai akan banyaknya kendaraan yang berlalu-lalang.

"Abang cilok! Tungguin Zeraaaa!" teriak Zera yang dapat di dengar Bang cilok meski samar-samar.

Setelah memastikan jalanan aman. Zera mulai melangkahkan kaki secara perlahan. Namun tak di sangka sebuah motor dengan begitu cepat melaju kearahnya.

"Aaaaa!"

Brakk!

———TAMAT———

GAVRIELZE [Completed]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu