27 : Hujan

32.2K 2.1K 272
                                    

Jangan lupa komen di setiap paragraf!

~

Suatu kebahagiaan akan datang setelah kita menempuh perjuangan. —Cillanera

•••

Hujan turun membuat seorang gadis mendengus dengan sebal. Ya, siapa lagi jika bukan Cilla. Gadis itu sudah berkali-kali menelfon Johan, namun tak kunjung di jawab sehingga dia hanya mampu menghela nafas dengan kasar. Jam sudah menunjukkan pukul setengah empat di tambah area sekolah sepi, cuaca hujan yang menambah kesan ngeri.

“Ck! Papa kok nggak jawab telefon gue sih?” Gerutunya. Lalu, dia mencoba positif thinking. “Kali Papa lagi meeting yak?” Tanyanya pada dirinya sendiri.

Akhirnya, Cilla memutuskan untuk menatap hujan. Di lobby ada beberapa anak yang juga menunggu jemputan, namun mereka satu persatu mulai pulang karena sudah dijemput sampai akhirnya dia sendiri di lobby tersebut.

“Aduh, hal yang gue benci!”

Cilla menatap ke area sekolah yang terlihat singup.

“Sialan!” Makinya. “Ya Tuhan, please, hujannya berhenti dong, bukannya Cilla nggak bersyukur.. tapi takut.”

Cilla kembali menatap ke depan sambil merapalkan doa-doa, takut jika nanti ada hal yang tidak-tidak. Tapi, sebuah tangan memegang pundaknya, membuat gadis tersebut menegang di tempatnya.

“Ya Allah! Ya Allah! Please, hamba takut,” gumam Cilla, matanya terpejam. “Nih siapapun yang punya tangan, gue nggak berani noleh, jadi please nggak usah nunjukin diri lo di depan gue ya.. Hadeh, nggak usah modus juga jadi setan eh?” Cilla tertegun karena pegangan itu semakin mengerat. “Gue belum move on anjir, Ya Tuhan. Takut banget.”

“Pfftt! HAHAHAHA!”

Sontak, Cilla menoleh ke belakang, melihat Valcano yang tengah tertawa menggelegar. Cilla berdecak sebal seraya menghentakkan kakinya, kesal.

“Diem deh lo! Lo kalau kebanyakan ngakak nanti mati!” Seru Cilla.

Valcano berhenti tertawa lalu berdehem. “Belum pulang?”

“Menurut lo?” Cilla melirik Valcano. “Lo kira yang berdiri disini siapa? Qorin gue?”

“Aduh, Cil. Jahat banget omongannya, beda banget kayak pas lo jadi cewek gue,” cetus Valcano. Setelah itu, dia berdiri di samping Cilla. Dia juga menatap hujan yang belum reda.

Cilla diam saja, dalam hati sebenarnya dia bertanya-tanya kenapa Valcano belum juga pulang. Disampingnya, diam-diam Valcano bolak-balik melirik ke arah mantan kekasihnya, rasanya dia ingin sekali menggandeng tangan gadis itu.

Gue tau gue salah, Cil, tapi gue bener-bener sayang sama lo.

“Lo belum pulang, Val?” Tanya Cilla akhirnya.

“Cie perhatian, ayo balikan!” Kata Valcano sambil cengar-cengir.

“Enggak!” Sahut Cilla singkat.

Valcano terkekeh. “Gue tadi nungguin Messa dijemput sama bokapnya.”

Deg.

Cilla diam seketika, tak ingin menjawab penuturan Valcano. Sepeduli itukah Valcano dengan Messa? Ah, Cilla sadar diri. Walaupun dia merasa cemburu, dia sadar jika saat ini posisinya adalah mantan kekasih Valcano, bukan lagi pacarnya.

“Lo tahu, Cil? Semua ini gue lakukan karena terpaksa. Gue nggak maksud buat nyakiti lo, Cil.”

Cilla menghela nafas. Sial, dia tidak suka jika Valcano sudah membahas tentang masa lalu, itu hanya menyiksanya dan semakin membuat dia gagal move on.

ValcanoOù les histoires vivent. Découvrez maintenant