28 : Kenangan

29.8K 2K 213
                                    

Seperti bunga yang layu, Cilla juga layu tanpa Valcano.

•••

“Karena kita akan menjadi sepasang tunangan, Val.”

Badan Valcano menegang mendengarnya, ingin sekali dia mencakar gadis yang berdiri di hadapannya ini. Messa tampak menyunggingkan senyum cerah melihatnya.

“Bangun lo dari tidur gue! Gue nggak mau punya tunangan gila kayak lo,” kata Valcano tajam.

Messa memegang dagu Valcano namun sebelum itu Valcano sudah menepis dahulu tangan lembut Messa. Gadis itu menatap Valcano tak percaya, lelaki itu biasanya sabar jika dengan dirinya sekarang kenapa menjadi kasar seperti ini.

“Valcano!” Tegur Messa. “Jangan kasar sama gue!” Teriaknya.

“Keluar dari kamar gue!” kata Valcano.

Messa yang dikenal Valcano tak seperti ini, yang dihadapannya saat ini Messa yang berbeda. Gadis itu tampak gila karena terobsesi dengan Valcano.

“Nggak mau.”

“Keluar, Messa! Gue nggak suka kalau lo masuk kamar gue.”

“Kenapa sih nggak suka? Orang bentar lagi ini jadi kamar gue juga,” kata Messa.

Valcano benar-benar emosi, dia mendorong tubuh Messa untuk keluar dari kamarnya. Tak peduli dengan jeritan gadis itu yang meronta-ronta.

“Jangan kasar-kasar sama gue, Val!”

“Bodo amat, anjing!”

“Valcano!” Sembur Messa karena kesal.

Tak lama kemudian, Marwah, Rion dan juga Adit datang dan melihat keduanya. Messa langsung menghampiri Adit dan menangis di pelukan Ayahnya itu. Marwah mendekati anaknya, bingung.

“Apa yang kamu lakukan, Valcano?” Tanya Adit.

“Anak anda ini tak tahu sopan santun ya? Dia masuk ke dalam kamar saya tanpa permisi!” Valcano menatap tajam Adit. “Saya tidak suka dengan kehadiran anak anda.”

Rion menatap tajam ke arah Valcano. Ucapan Valcano membuat dirinya takut jika nanti sampai membuat Adit memutuskan kontrak denganya.

“Saya kesini ingin mengatakan padamu jika nanti kamu akan bertunangan dengan Messa dan saya tak menerima penolakan!” Adit kemudian berpamitan kepada Rion untuk pulang.

“Saya tidak mau bertunangan dengan anak anda!” Teriak Valcano.

Marwah menahan tubuh Valcano, memeluknya. “Val, sudah! Sudah!”

“Val nggak mau bertunangan dengan Messa, Bun..” kata Valcano pelan.

Rion mengusap wajahnya dengan kasar, menatap Valcano dengan pandangan nanar. Dia merasa bersalah karena anaknya harus ikut terlibat dengan masalahnya ini. Marwah pun hatinya terasa nyeri karena anaknya harus diperalat oleh Adit.

•••

“Apa yang harus gue lakukan?”

Valcano menatap langit-langit kamarnya, dia murung sekaligus kesal karena Adit. Bertunangan dengan Messa itu hanya membuat dirinya tersiksa. Apalagi sifat Messa yang saat ini Valcano tak suka.

“Gue nggak mau tunangan dengan Messa.”

Akhirnya, Valcano memilih untuk pergi dari rumah. Berkumpul dengan teman-temannya di markas. Hujan masih turun namun tak sederas tadi.

“Dari mana lo?” Tanya Nams.

“Rumah,” kata Valcano lirih. “Gue mau balik aja kali ke apartemen, males banget di rumah.”

“Durhaka,” sahut Ciko.

Valcano berdecak kesal. “Ck! Bukannya gue males sama orang tua gue, gue cuma males aja sama Messa. Masa gue mau dijodohin sama dia?!”

Semuanya tertawa mendengar penuturan Valcano membuat lelaki itu terheran sekaligus kesal karena di tertawakan. Selesai tertawa, Valcano menatap mereka tajam.

“Apaan?”

“Mampus lo dijodohin sama Messa, rempong banget kan tuh anak,” kata Avines.

“Hoooo apalagi lo juga sering banget mentingin dia dari pada cewek lo sendiri. Kan anak orang jadi baper dan lo ya harus tanggung jawab karena udah bikin Messa baper,” balas Nams.

Seno kembali tertawa. “Duh, Val. Ngimpi apa lo semalam, hah? Sampai-sampai lo dijodohin sama dia.”

“Jahanam lo pada! Kesel gue. Gue minta solusi bukan di ketawain anjir,” jawab Valcano kesal.

“Lari aja saat acara pertunangan,” balas Ciko. Lelaki itu mematikan rokoknya lalu membuangnya ke asbak.

Seno memasang muka berfikir begitu juga dengan Valcano. Mereka berdua bukan berfikir cara agar bisa keluar dari acara pertunangan, melainkan membayangkan berita Valcano yang lari dari pertunangan.

“Pfft!” Seno menahan tawa.

“Satu pemikiran, kan?” Tunjuk Valcano. Lelaki itu menyandarkan kepalanya. “Gue jadi bayangin kalau gue viral karena lari di acara pertunangan. Kebanyakan yang lari kana cewek, nah ini cowok. Beda bos!”

“Masih tunangan belum nikah nggak bakal viral.” Ciko menaik turunkan alisnya.

“Hahaha. Jadinya keliatan banget nggak sih kalau gue dipaksa buat jadi tunangannya Messa.” Valcano mematikan rokoknya dan membuangnya di asbak seperti yang Ciko lakukan tadi.

Valcano mendesah pelan, sebal. Sekarang yang dia pikirkan bagaimana cara agar dia tak bisa tunangan dengan Messa. Namun rasanya mustahil, karena mengingat perjanjian kontrak kerja Rion dan Adit.

•••

Cilla kembali melihat Valcano datang sekolah dengan Messa, ucapan Valcano tentang dirinya terpaksa yang semula dia percaya membuatnya jadi ragu. Sebenarnya, gadis itu bingung dengan perasaannya sendiri. Ini terasa membingungkan.

Cilla berjalan ke arah kelasnya dengan muka murung. Rasanya dia tidak ada semangat untuk hari ini, dia terlalu lesu karena paginya sudah tak baik.

Bayangan manis saat sikap Valcano masih jadi kekasihnya terputar di benaknya.

“Apapun kalau bersangkutan sama lo, itu spesial, Cilla.” Valcano merangkul bahu Cilla. Mengikis jarak diantara mereka berdua.

“Sama, hal yang berkaitan sama kamu itu spesial,” jawab Cilla.

Cilla menghela nafas. “Nggak seharusnya gue ingat-ingat kenangannya.”

Hubungannya sudah selesai, namun kenangan itu tak akan bisa selesai atau pun hilang. Valcano itu manis, sebelum datangnya Messa dan merebut perhatian Valcano kepada Cilla.

“Cilla, serius lo cantik banget buat gue jadi makin cinta!”

“Hari ini, hari yang spesial, buket bunga dan sepaket coklat ini buat lo, Cantiknya gue.”

“Bullshit! Semuanya bohong!” gumam Cilla.

Mengingat masa lalu itu memang tidak baik, karena itu hanya membuat luka kita tak kunjung sembuh. Alangkah sebaiknya, kita bangkit dari keterpurukan ini.

•••

Next ga nih?
Jadi ragu buat next.

ValcanoWhere stories live. Discover now