Rpl G. 5. Lompatan

216 24 0
                                    


Gantara, siapa yang tidak mengenalnya? Dia sudah seperti icon sekolah yang terlalu populer tanpa ia sadar. Dia terkenal bukan hanya di sekolahnya saja. Bahkan satu penjuru SMA ANTARIKSA, tahu siapa Tara.

Namun, si pemilik nama tidak pernah peduli tentang status apalagi kepopuleran. Dia hanya ingin menjadi pemimpin, itulah impiannya sejak lama. Sesaat sebelum pergi, Tara sempat menghubungi Rama, ia meminta sahabatnya untuk datang lebih awal karena dirinya lupa mengerjakan tugas.

"Lo begadang lagi, Tar?" Tara hanya mengangguk, tapi fokusnya masih dengan tugas sekolah yang harus ia selesaikan sebelum guru bidang masuk ke dalam kelas.

"Thala?" Seketika Tara terdiam, kemudian menoleh ke arah Rama yang masih menatapnya dengan sebelah tangan yang menopang dagunya.

"Lo paham, kenapa nanya?"

"Mastiin kalau  kalian nggak ribut,  karena lo  keras kepala anaknya. Jadi gue nanya," ucap Rama. Tara mendengkus tak lagi mendengarkan apa yang Rama katakan.

"Terus tugas Pak Ronald, udah kelar tapi?"

"Udah," jawabnya. Tak lama Rama kembali bersuara.

"Terus... Ke mana? Lo bawa nggak?"

"Di rumah, belum kelar." Dustanya. Rama tahu kalau Tara sedang berbohong. Ia juga tahu jika Tara sedang menahan kesal.

Rama selalu berharap kalau apa yang ada dalam pikiran Tara saat ini tidak pernah terjadi. Terakhir kali Rama memergoki Tara sedang bersi keras untuk melakukan pemanasan di saat kondisinya belum benar-benar pulih.

Dan dua hari lalu, ia kembali melihat Tara di lapangan futsal dengan alasan kalau dia bosan di dalam kelas. Di sana Rama melihat Tara berusaha keras untuk  berdiri tanpa bantuan tongkat, dan lagi-lagi selalu gagal. Getar kakinya selalu membuat cowok itu lemah. Bahkan sesekali ia berteriak kalau dirinya kesal dan menyalahkan keadaan.

Rama masih ingat ketika pertandingan berlangsung selama 45 menit dengan tambahan waktu karena kedudukan yang imbang. Dari bangku pemain Rama menahan diri untuk tidak berlari ke tengah lapangan di saat Tara terjatuh karena tackle lawan yang terlalu keras hingga Tara  terjatuh cukup keras. Padahal sebelum pertandingan dimulai, Rama sempat melihat Tara melakukan pemanasan yang cukup, tetap saja insiden di lapangan akan selalu ada tanpa diduga.

Kini, setiap kali Rama menoleh ia akan selalu menatap tongkat yang menjadi pajangan antara dirinya dan  Tara ketika duduk bersebelahan. 

"Kaki lo gimana, Tar? Kapan kontrol lagi?"

"Harusnya hari ini," katanya.  Rama bisa merasakan pelan suara Tara menandakan kalau cowok itu sedang tidak baik-baik saja. 

👟👟

"Langkah awal dalam melakukan permainan apa pun adalah sebuah pemanasan. Ketika pemanasan tidak dilakukan dengan baik, kemungkinan cidera akan tetap ada. Jadi, usahakan ketika hendak berolahraga, pemanasan harus dilakukan terlebih dahulu. Tujuannya agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti cidera. Meski terdengar kecil tapi kemungkinan cidera yang lebih parah juga bisa terjadi, sampai di sini apa ada yang ingin ditanyakan?"

Cukup jelas untuk penjelasan yang di sampaikan oleh   pak Milan kali ini. Meski Tara hanya bisa duduk manis di pinggir lapangan, ia akan datang hanya untuk mendengarkan setiap kali pelajaran olahraga tiba. Ia hanya menyetor wajah karena tidak ingin tertinggal absen yang beberapa waktu lalu diisi dengan keterangan sakit.

Sebagai gantinya Tara pun membuka playlist musik di ponselnya, dengan earphone yang sudah bertengger manis di sebelah telinganya.

Rasa damai yang tertangkap manis ketika Rama tak sengaja menoleh ke arahnya. Duduk diam sambil memejamkan kedua mata, dengan kepala yang mendongak ke atas memberi sesuatu yang berbeda.

Replay ✅Where stories live. Discover now