Rpl G 9. Nyaring...

179 18 2
                                    

"Athala masuk rumah sakit, Tar."

Sepertinya Tara sedang tidak bermimpi, atau terhipnotis oleh penipu bayaran yang sedang berkeliaran. Tapi kenyataannya Tara berdiri di depan ruang IGD, berdiri seperti orang bodoh yang kehilangan semangat. Di sisinya ada Popi yang terlihat begitu cemas, Tara bisa merasakannya karena usapan lembut yang Popi berikan membuatnya benar-benar terdiam.

"Tar, Lo nggak salah, jangan diem aja, ngomong sama Papa Lo."  Tidak Tara tidak bisa melakukannya, apa yang dilihatnya adalah tidak nyata bukan?

"Tar! Tara!"

Detik telah melarikan semua keresahannya. Ia benar-benar dibangunkan oleh kenyataan. Terlalu lama Tara tertidur, ia lupa kalau dirinya sedang berada di ruangan OSIS dengan setumpuk map yang belum selesai dikerjakannya.

"Lo mikirin Thala? Dia baik-baik aja kali, Tar."

Apa yang Rama katakan tak salah, tapi dirinya yang terlalu lelah sampai tak sadar setelah jam istirahat dia harus izin lebih lama untuk memenuhi kewajiban yang sebagai  seorang yang dipercaya oleh teman-temannya.

"Sekarang jam berapa? Athala pulang sendirian Ram."

"Tar, Athala udah gede. Dia bisa pulang sendiri, Lo nggak perlu khawatir kayak gini, kenapa sih? Gelisah banget."

Tidak, Tara tidak akan mengatakannya sebelum ia benar-benar memastikan apa yang Rama katakan adalah benar. Tapi sudah sejak tadi Tara tidak bisa menghubungi Athala. Saat ia meminta Athala untuk pergi, anak itu menuruti perkataannya dan setelahnya ia tak lagi melihat Athala di sana. Bahkan saat Tara memilih untuk menyendiri di lapangan, harapannya pupus, karena yang ada di sebelahnya bukanlah Athala. 

"Lo nggak tahu, Lo nggak ngerti." Ada cemas yang begitu besar saat Tara mengatakannya. Sementara dirinya telah diperingatkan berkali-kali oleh Sinta untuk segera ke pendopo. 

👟👟

"Jadi gimana nih? Dari kemarin nggak ada keputusan yang bener-bener deal. Apa kalian yakin mau lanjutin event ini tanpa persiapan yang matang?"

Sekali lagi suara Yuda menggema. Lelaki itu telah berulang kali menanyakan hal yang sama pada anggota yang hadir, tapi tak ada satu pun yang menyahut, terkecuali Yusron. Cowok itu selalu membantah dengan alasan yang tidak logis.

Namun, lentera seolah menyala begitu terang, sampai sumbu api kembali membakar amarah. suara Yusron justru jauh lebih tinggi dari sebelumnya, ketika Tara mengusulkan untuk membatalkan event yang baru terlaksana 50% .

"Lo bisa diem nggak?! Ini rapat bukan lomba debat, kalau Lo nggak setuju, mending pergi."

"Apa urusan Lo, di sini gue punya hak juga untuk  buka suara, kenapa Lo larang? Gue ngomong sesuai fakta. Kalau kita emang belum mampu. Emang gue salah? Gue cuma bilang belum mampu, bukan nggak mampu. Inget Yus, belajar yang bener, bedain belum dan tidak. Itu dua kata yang berbeda meski tujuannya tipis."

Seharusnya tidak ada seorang pun yang terluka, tapi Yusron dengan begitu ringan memukul Tara sampai cowok itu tersungkur ke belakang. Terlebih cideranya lagi-lagi menjadi sasaran.  Tara tidak bisa berkutik sama sekali, tapi ia sebisa mungkin menahan serangan bertubi-tubi dari Yusron yang terlihat begitu marah.

"Yus, udah! Anak orang bisa mati, kalau Lo brutal begini!"

"Minggir Lo semua!"

Rama di sana, berusaha sebisa mungkin untuk melerai keduanya, tapi tenaganya tak cukup kuat untuk memisahkan Yusron dan Tara. Begitu juga dengan yang lain. Meski sudah di tahan, tetap saja, tenaga Yusron jauh lebih besar. Padahal ada Harun, Faisal dan Yuda.

Replay ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang