Rpl G 19. Tak Sehijau Lapangan

170 16 0
                                    

Tara benar-benar tidak lagi sanggup untuk melangkah maju. Bukan karena dirinya tak lagi bisa menggapai apa yang diinginkannya. Hanya saja, rasa khawatirnya jauh lebih besar dari pada memikirkan apa yang dia mau tapi mengabaikan apa yang paling penting dalam hidupnya.

Selama ini, tujuan Tara hanya satu, berhasil lolos seleksi masuk club' terkenal dan ikut dalam kejuaraan nasional. Menjadi pemimpin di lapangan hijau. Mendengar gemuruh tepuk tangan dan nyaring suara peluit ketika wasit meniup, menandakan kalau pertandingan sudah berakhir.

Dan sekarang, Tara sudah benar-benar muak dengan segalanya. Semesta seolah tidak mengizinkannya untuk menggapai apa yang dia ingin, ambisinya seolah luntur perlahan-lahan. Lantas, apa yang harus Tara lakukan, jika semesta saja tidak mau bekerja sama untuk hal yang baik?

Pikiran Tara saat ini sedang kalut, meski waktu telah mengatakan berkali-kali tentang kehidupan akan terus berjalan walau tak seperti yang diharapkan. Sekali lagi, Tara tidak akan sanggup melewati waktu itu hanya seorang diri, Tara sangat takut, itulah yang selama ini disembunyikannya dari semua orang, namun,  tidak dengan Athala. Anak yang kini berhasil membuat semua tujuannya berubah.

"Denger gue Tar,..."

Tara menghela napas berkali-kali saat Rama mencoba untuk menjelaskan tentang kegiatan yang nyaris berantakan karena ulah Yusron.

"Gue udah bilang, gue nggak mau dengar apapun lagi. Dia udah buat semuanya jadi berantakan."

"Nggak gitu,  kita bisa selesaikan ini dengan kepala dingin, nggak emosi kayak gini."

Tara menoleh sebentar, ia melihat wajah Rama yang begitu datar dengan tatapan dingin.

"Jangan, Lo pikir gue nggak tahu, ya, Tar. Lo kemarin ngepain. Gue tahu dan gue lihat apa yang Lo lakuin."

"Kalau tau, terus Lo mau ngapain? Lapor ke Pak Zio? Baguslah. Gue nggak usah repot-repot buat cari perkara, biar dipecat dari organisasi."

Tara dan keras kepalanya. Siapa yang tidak tahu dengan semua itu? Dia adalah sosok sampai detik ini masih sulit untuk dijangkau, disentuh saja, hanya sebatas tahu, bukan berarti Rama tidak bisa, hanya saja, ketika sifat keras kepalanya lebih mendinasi, Rama tidak akan pernah memaksa apa pun pada Tara.

Tara terlalu jauh untuk saat ini. Yang ada di kepalanya Tara hanya Athala. Entah sudah berapa kali Tara menjadi sosok yang  menyebalkan, sejak tahu Athala menghilang, semuanya pikirannya beralih pada hal-hal yang mengerikan. 

"Tara! Tolong sadar!"

"Mau kayak gimana lagi? Otak Lo di mana, Ram?! Athala pergi, nggak ada kabar sampai sekarang, terus gue diem aja, gitu? Are you crazy?!"

Bukan itu yang Tara ingin, tapi situasinya tidaklah tepat. Namun, Rama kalah cepat denga gerak Tara yang jauh lebih dulu pergi.

Tara benar-benar nekat untuk hal yang menguras emosi. Walau dia tahu resiko yang aka datang nantinya. Dia tidak peduli, karena hati dan pikirannya saat ini hanya untuk Athala.

👟👟

Katanya hijau belum tentu teduh,  nyaman, dan asri. Tara mengakui segalanya tentang hal itu. Dia terlalu takut untuk mengakui semuanya pada mereka, termasuk Rama.

Tara memilih bungkam ketika rasa takut akan kehilangan Athala datang setiap kali ia menutup matanya. Athala berbeda, dia adik yang luar biasa untuk Tara. Mereka berdua saling melengkapi, itulah mengapa Rama selalu mengatakan kalau mereka berdua bagai sepeda, yang dirangkai saling berkaitan. Seperti rumput dan tanah. Seperti pena dan tinta. Keduanya sama-sama saling membutuhkan, tapi tidak pernah saling mengungkapkan.

Replay ✅Where stories live. Discover now