Rpl G 14. Sedikit Rahasia

145 17 2
                                    


Carol of the Bells yang menjadi salam pembuka saat pertunjukan balerina dari beberapa siswi  yang dipilih sebagai perwakilan masing-masing sekolah. Setelah menghabiskan waktu berjam-jam di lapangan dengan terik matahari yang menyengat, kali ini Tara di tugaskan untuk mengontrol kegiatan lain seperti basket, volly, dan anggar.

Meski jaraknya tidak begitu jauhan, Tara harus tetap bergerak ke sana dan kemari memastikan semua kegiatan berjalan dengan baik. Padahal Tara sangat ingin terjun ke lapangan, ikut bergabung bersama Rama dan tim kesebelasannya.

Usai mengobrol dengan Rama,  tim kesebelasan sekolah mereka sudah dipanggil untuk pertandingan, walau tanpa dirinya,  semua akan tetap berjalan meski ada sedikit kecewa karena Tara masih belum bisa ikut serta dalam pertandingan atau kegiatan apa pun. Butuh waktu yang lama untuk mengembalikan semuanya, tapi tetap saja, rasanya akan jauh berbeda.

"Tar, gimana? Ada kendala nggak?" tanya Yuda. Cowok yang baru saja sampai  usai memeriksa keadaan aula yang di sediakan untuk tempat beristirahat sementara. 

"Sejauh ini nggak ada. Tinggal cek di ruang teather. Gue nggak tahu kalian nyiapin semua ini kayak gimana, tapi dari yang gue lihat,  beberapa kegiatan ada yang  di backlist karena nggak ada peserta sama sekali. Sebenernya kalian sepakat mau  menyelenggarakan berapa perlombaa? Lo lihat, 'kan, Pak Zio kayak gimana tadi, ini udah mau sore,  acara sebentar lagi selesai, dan itu baru satu hari.  Belum acara  buat besok, persiapan panitianya juga kurang maksimal, kalian gladi dulu nggak kemarin?  Gue tanya," ucap Tara. Yuda menoleh, begitu Tara menghentikan langkahnya  dengan tatap lurus ke depan.

"Gue udah serahin ke Lo, Tar. Waktu itu. Katanya udah ada keputusan. Gue tinggal terima hasil. Gue kira Lo udah beresin semuanya, ternyata, ..." Yuda menghentika kalimatnya sejenak, sebelum kembali melanjutkannya. Yuda menghela napas dalam,  lalu melangkah sedikit ke depan hanya agar bisa berdiri berhadapan dengan Tara. Cowok yang enggan meneduhkan pandangannya, tatapannya selalu saja tajam, tak peduli siapa lawan bicaranya. Ketus wajahnya membuat Yuda meringis sendiri, tidak pernah percaya dengan kata-kata Rama belakangan ini. Tapi sekarang Yuda melihatnya sendiri, sikap Tara tidak semanis yang Rama katakan.

"Lo sama aja kayak Yusron! Licik, Lo malah menghindari dari tanggung jawab, padahal Lo tahu, organisasi lagi butuh ketua  sebelum pelaksaan benar-benar berjalan."  Tatap tajam itu beralih, membuat Yuda sedikit tersentak dengan deham Tara.

"Serahin? Lo ada  di mana waktu gue butuh bantuan untuk memutuskan hasil rapat, dan  sekarang Lo mau nyalahin gue?  Lo tahu apa yang terjadi waktu keputusan itu hampir selesai,  di sana... gue sama Yusron berantem! Gue hampir mati di tangan Yusron, itu yang harus Lo tahu. Gue udah berusaha buka suara, tapi kenyataannya, suara gue nggak ada yang diterima. Gue bisa apa? Lari ketengah lapangan sambil teriak? Pikir Yud, apa yang Lo lihat sekarang, semuanya bukan ide atau pendapat bersama. Bahkan, Lo sendiri yang bilang 'iya' waktu Yusron mengambil alih semuanya," kata Tara. Kali ini Tara tak lagi bisa menahan diri, ia tak peduli dengan pikiran orang-orang yang melintas melewati mereka.

"Di hari, di mana Lo telepon gue, di sana ada Rama  yang selalu kasih informasi apa pun,  gue yang minta Rama buat hadirin rapat. Apa Lo lupa? Lo sendiri yang minta gue buat jadi ketua pelaksana, sementara gue masih di rumah sakit, saat itu." lanjut Tara. Yuda benar-benar dibuat bungkam. Sampai akhir di mana Tara hampir saja kehilangan keseimbangannya. Cowok itu masih tetap meluapkan semua hal yang ia pedam beberapa hari belakangan.

"Kalau Lo pinter, Lo bisa aja mengajukan diri sebagai ketua pelaksana, karena Lo ada di sana, Lo juga punya tanggung jawab sebagai ketua MPK yang seharusnya jadi wakil semua siswa di sini, bukan jadi babunya Yusron, yang  jelas-jelas Lo jauh lebih berhak dari pada ini. Gue harap Lo nggak sebodoh yang Athala bilang kemarin. Inget Yud, waktu terus berjalan, sedkit aja Lo lewatin, ada banyak yang bakal Lo sesali, sekarang bukan waktunya ribut, tapi kerja, kasih lihat ke mereka kalau kita nggak secacat yang mereka bilang. Gue rasa Lo cukup pandai buat ngerti semua yang gue bilang."

Replay ✅Where stories live. Discover now