Marwa

10.4K 806 22
                                    

Sangsi akan keberadaan Cah Ayuni, terlebih tidak ada kabar langsung dari wanita yang masih berstatus istri kakak sahabatnya, Marwa tidak lagi memusatkan fokusnya ke sana. Meski curiga jika ada campur tangan Garra, namun sampai detik ini Marwa belum memegang bukti yang mengarah ke sana.

Namun, sore itu Marwa mendapat pesan dari rekan kepercayaannya dan segera menuju ke alamat yang telah dikirim.

Di depan pintu apartemen, langkah Marwa terhenti. Gadis itu tidak tahu siapa pemilik apartemen tersebut, mungkin setelah ini dirinya akan tahu.

"Akhirnya kamu datang."

Marwa menatap tajam lelaki di depannya. Garra Syailendra, yang tak lain adalah suami Cah Ayuni juga kakak sahabatnya.

"Pesan dari saya kurang romantis?" datar, kalimat Marwa ditujukan pada Garra

"Yang membawa langkahmu ke mari karena tidak mendapat balasan?"

Marwa tidak menjawab. Ia juga belum masuk.

"Biar saya tebak, kamu mencari keberadaan istri saya?"

Tidak perlu dijabarkan Marwa, kepentingan apa yang membawanya ke sini. Mata sudah membidik ke dalam apartemen tersebut. Sudut ruangan di dalam sudah bisa dirangkai dalam benak wanita itu.

"Masuk jika kamu mau tahu fakta tentang kami."

Dari suara Garra masih tersimpan nada angkuh.

Tidak salah ketika Marwa masuk. Pertama kali, Garra membawanya ke kamar. "Lihat. Kami baru saja bercinta."

Dengan sorot mata, Marwa menilai. Kekacauan itu, bisa dikatakan bekas malam panas.

"Kamu bisa mengambilnya jika butuh."

"Saya bukan penyidik." jijik saat Marwa melihat ceceran tisu bekas. Ketika akan menutup pintu kamar, Marwa menahan tangan Garra.

Tanpa bicara, wanita itu menuju ke kamar mandi. Sebelum masuk, Marwa memastikan ekspresi Garra.

"Kamu akan menyesal." Garra memperingatinya.

Marwa tidak termakan ancaman. Sekali dorong, pintu itu terbuka. Pemandangan yang lebih menjijikkan plus aroma yang menyengat penciuman.

"Kalian maniak?"

"Bukan saya," jawab Garra.

Pakaian dalam, pengaman yang sering digunakan oleh pasangan juga cairan yang seolah bukan hanya berasal dari satu orang.

Marwa menyadari sesuatu. "Kamu bermain dengan baik." mengirim signal sehingga membuat tim percaya jika Cah Ayuni berada di sini.

Garra sudah tahu akan seperti apa respons Marwa. Dengan wajah dingin laki-laki itu menanyakan satu hal, "Karena satu kaum, kamu membelanya?"

"Keberadaan saya di sini bukan untuk mencari pembenaran."

"Dia akan datang saat bertengkar dengan selingkuhannya dan inilah akhir dari pertemuan kami." selalu begini, tapi Garra tidak mengatakannya. "Alasan kenapa saya tidak menyetujui perceraian." sekalipun istrinya itu menggugat berkali-kali.

Tidak perlu bertanya, kenapa masih mempertahankan terlebih melakukan hubungan intim sedang dirinya tahu istrinya berselingkuh. Tidak jijikkah laki-laki itu?

Satu hal lagi. Marwa menghubungkan kalimat sahabatnya, yang tak lain adalah Amel adik Garra yang menginginkan Garra mau bercerai. Sedikitnya, cara pandang Amel dan Marwa sama pada masalah Garra dan istrinya.

"Anda mengkhawatirkannya, dan anak-anak. Begitu?"

Tidak semudah ucapanmu, "Pernikahan bukan ajang mengorbankan diri."

Gemas, Marwa menjelaskan karena Garra salah menggunakan kalimat. "Anda sedang melakukannya." ingin Marwa tersenyum.

"Menurutmu." karena kamu belum menikah, jadi belum tahu arti sebuah pernikahan.

Marwa tidak ingin berdebat. Mungkin baiknya ia pamit.

"Jika anda mau, kita bisa bekerja sama."

"Saya bukan calo," balas Marwa bersiap pergi. Garra tidak paham pekerjaannya.

"Setidaknya kamu tahu, jika kaummu tak selalu teraniaya." karena dalam sepuluh kasus ada satu yang berbeda.

Umumnya wanita terluka. Namun tidak pada kasus Garra. "Kamu akan sadar dimana letak moral kaummu setelah masuk ke masalah kami."

Dengan kata lain, Garra meminta bantuannya, begitu kan? "Apa yang anda mau dari saya?"

Menggeleng, Garra mengatakan tidak ada. "Lakukan pekerjaanmu. Amel sangat memujamu." yang ingin dikatakan Garra adalah, "Se-handal apa kamu pada masalah ini."

"Saya butuh surat kuasa," kata Marwa. Putri sulung Marsya Gallio Diraja menatap tepat di manik lelaki itu. "Saya pernah menyelipkan kartu nama di kemejamu."

Dan Garra ingat, kapan Marwa menyelipkannya. Hari di mana Amel sering berdeham saat berpapasan dengannya. Tak tanggung-tanggung Amel mengatakan jika Marwa sosok istri sempurna. Amel juga mengatakan Garra laki-laki beruntung jika bisa menaklukkan Marwa.

"Kamu tidak merasa mengkhianati?"

Marwa tidak perlu menjawabnya. Ada kode etik pada setiap pekerjaan.

Karena tidak mendapatkan jawaban, Garra mengajak Marwa ke sebuah ruang kerjanya.

"Ini akan membantumu."

Terlepas dari semangat baru di raut lelaki itu, ada tanda tanya besar dalam benak Marwa. Kenapa Garra ingin dirinya yang membantu?

"Selingkuhannya." sebuah foto ditampilkan dari layar laptop. "Masih samar jika lelaki itu satu organisasi dengan Awi."

Awi? Marwa tidak pernah mendengar nama itu.

"Adiwilaga Diningrat." paham, jika Marwa baru kembali dari luar negeri. Masih banyak orang penting dan berbahaya yang belum dikenali wanita itu. "Kamu akan segera tahu siapa lelaki itu."

Marwa tidak akan membuat urusan dengan orang yang tidak ada kepentingan dengannya.

"Anda ingin menggugat ibu Cah Ayuni?" itu bukan tebakan, namun sebuah tanya yang sudah diketahui jawabannya oleh Marwa.

"Laki-laki ini. Saya ingin kamu mengurusnya."

Tepat seperti firasatnya. Garra ingin memulai tanpa mengotori tangan. "Saya pengacara. Kenapa anda tidak melaporkan pada yang berwajib?"

"Kamu akan tahu jawaban jika mau."

Bukan ranah Marwa. Wanita itu tidak mengulang kedua kali di mana Garra bisa menemuinya.

Keluar dari ruang kerja Garra, Marwa sedikit terkejut dengan sikap Garra. Laki-laki itu menarik tangannya.

"Kamu sudah masuk. Lingkupku tak sebebas yang kamu pikir."

"Cerna lagi Pak Garra Syailendra. Itu cinta apa obsesi?"

Lembut, saat Marwa melepaskan diri dari Garra. Tatapan datar tanpa sirat, yang sangat sulit ditebak oleh lelaki manapun.

Di tempatnya, Garra merasa tertantang. "Seperti yang pernah kamu katakan, bayaran sesuai pelayanan."

Dan langkah Marwa tidak tertahan. Dengan pasti dia keluar dari apartemen Garra.

 SAMA AKU AJA Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt