Ch. 5: Terserah Lo

795 214 23
                                    

Johnny baru balik dari wawancara di salah satu kantor konsultan langsung mengernyit tatkala sama-samar indra pendengarnya menangkap suara laki-laki yang tak asing baginya pas kebetulan lewat depan kamar Jisoo

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Johnny baru balik dari wawancara di salah satu kantor konsultan langsung mengernyit tatkala sama-samar indra pendengarnya menangkap suara laki-laki yang tak asing baginya pas kebetulan lewat depan kamar Jisoo. Enggak usah nebak sosok yang sedang bersama temannya di dalam ruangan tersebut karena dia sudah tahu semenjak melihat mobilnya parkir di depan halaman kosan.

"Tumben," gumamnya.

Hwasa mendengar itu kontan menimpali, "Soalnya kalau di luar mereka diganggu sama dedemit." Sambil melirik cowok di samping yang cuma nyengir lebar. Alias Yuta-lah, si Dedemit, menganggu obrolan sepasang yang tengah serius-seriusnya, doi muncul-munvul malah celetuk dengan muka tololnya, "Cieee ... berduaan," persis kayak bocah.

"Baguslah," pikir Johnny beranggapan kalau memang sudah seharusnya dua orang itu terlibat obrolan serius dan matang untuk menyelesaikan hubungan keduanya. Kalau mereka sama-sama telah dewasa, mestinya tahu mana baik dan buruknya treatment hubungannya.

Sedang mereka yang ada di kamar sama-sama telah sepakat untuk saling terbuka, mencoba mengenal karakter masing-masing walau masih ada beberapa cerita yang memang keduanya simpan secara pribadi. Memilih untuk tidak bercerita sekarang, barangkali di waktu saat keduanya benar-benar akan menyatukan rasa dalam sukaria setelah keduanya mampu menyesuaikan diri dengan pasangan.

Meski awalannya agak canggung namun Jisoo dengan upayanya telah berhasil menceritakan sebagian dari kisahnya, tentang sang ayah dan ibu; dan betapa kecewanya dia terhadap kehidupan palsu yang bertahun-tahun dibangun ayah bersamanya. Menganggap bahwa hanya dirinyalah sang Cinderella di mata sang ayah jika ternyata dia bukan lagi yang pertama.

Taeyong bersama kisahnya yang sebagian memang sudah dia ceritakan ke Jisoo. Hanya saja, Jisoo masih belum mengerti kenapa Taeyong dengan gitu gampangnya bisa berubah jadi lelaki bajingan hanya karena ingin mencoba menjalin hubungan tanpa status dengan banyak gadis. Dia ingin bertanya, tapi urung saat merasa jika si pemuda masih enggan untuk berbagi kisah dari sebenarnya di balik kelakuan bajingannya. Pun demikian Taeyong yang urung bertanya mengapa Jisoo selalu menolak jika dia mengajaknya untuk memiliki status dalam hubungan mereka.

"Beneran masih belum bisa tidur malam?" tanyanya untuk sesaat ingin beralih dari pembicaraan ke lainnya. Jisoo mengamati lingkaran hitam di bawah kelopak matanya yang makin lama semakin terlihat gelap dan mengerikan. Kalau dilihat dari jauh hal ini enggak terlihat, tapi sekarang posisinya Taeyong ada di depannya-tepat depan mata-jarak mereka cukup dekat sampai-sampai Jisoo bisa merasakan napasnya tiapkali dia menghela. Belum lagi kedua tangan Taeyong senantiasa memegangi kepalanya, membelai pipi, dan sekali-kali menyingkirkan rambut yang jatuh bergantian.

Melihat mata lelahnya yang sayu, Jisoo selalu merasa prihatian. Keseringan bergadang pun kurang baik untuk kesehatannya, terutama jantung.

"Coba pas mau merem gitu dengerin lagu klasik biar rileks."

Taeyong mendesah. Sempat merem sesaat sebelum terbuka dan menatap lagi tepat ke matanya yang perlahan melihatnya prihatin.

"Dari dulu gitu tetap nggak bisa."

Jisoo menggeleng tak sependapat. "Bukan enggak bisa, emang isi kepala lo aja yang ngelarang buat tidur."

Dia cuma menaikan pundak seiring ibu jarinya menyusuri garis wajahnya.

"Lo bisa, Yong, cuma pikiran lo selalu bilang, 'Gue nggak bisa' jadi timbul ketakutan saat tanpa sadar lo ketiduran di jam yang seharusnya terjaga. Ditambah pengalaman lo pas ngelihat-"

"Udah, ya, gak usah dilanjut." Karena tahu ke arah mana Jisoo akan bicara, dia mencegahnya. Taeyong merasa kurang nyaman kalau dia harus membawa-bawa kematian saudaranya.

"Oke," balasnya masih dengan membalas tatapannya. "Soal ... cewek yang lo maksud."

Ibunya jari berhenti di tepi garis bibirnya bersamaan dengannya yang berhenti bicara.

Keduanya saling bertukar pandang. Ada penyesalan pada sorot mata Taeyong yang diam-diam sedang menyalahkan dirinya sendiri sebab kebodohannya yang mengakui niat brengseknya itu. Sedang Jisoo merasa resah dan ragu beberapa detik untuk mengakuinya.

Memberi jeda lama bagi keduanya untuk saling membaca ekspresi wajah gelisah masing-masing.

"Yong," lirihnya terdengar samar. Lalu Jisoo memegang lengan Taeyong, meremas perlahan pergelangannya. "Kalau gue bilang enggak kesannya gue egois banget, kita belum apa-apa. Kalau gue bilang iya, gue kurang yakin sama diri lo-sorry," pungkasnya.

Jisoo menahannya yang hendak menyela. "Jawaban dari gue cukup terserah. Kalau lo mau berubah, gue ada di sini sama kesempatan lo. Tapi kalau lo nggak mau berubah, gue nggak pernah ada di sana begitupun kesempatan lo."

Taeyong mencelos dan menunduk sendu. Begitu menyesali atas tindakannya sendiri.

Ini harusnya panjang tapi gak sanggup lanjut bekos aing belum tidur hahahahahaha terus kalau ada typo maklumin yaa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ini harusnya panjang tapi gak sanggup lanjut bekos aing belum tidur hahahahahaha terus kalau ada typo maklumin yaa. Segera diedit sesudah bisa tidur 😭

Shameless 2.0 | taesoo [✔]Where stories live. Discover now