Ch. 25: Bicara

733 195 30
                                    

Santai santai ajalah 🦛💨

Cuaca malam ini adem banget walau rumah belum dikasih AC yang baru akan dipasang kalau rumah benar-benar siap ditinggali, ademnya tetap kerasa sampai ke dalam

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Cuaca malam ini adem banget walau rumah belum dikasih AC yang baru akan dipasang kalau rumah benar-benar siap ditinggali, ademnya tetap kerasa sampai ke dalam. Mereka yang belum balik ke rumah Tante Dara padahal sudah jam delapanan malam sedikitpun enggak merasa kepanasan. Sambil dengerin lagu lewat deretan playlist Taeyong, mereka duduk lesehan di lantai sementara punggung bersandar di badan sofa.

Jisoo mendengarkan nyanyian si penyanyi dan Taeyong yang kerap ikut menyanyikan lagu itu kadang-kadang bergumam mengikuti nada alih-alih bernyanyi. Kadang pula cowok ini menceritakan alasannya suka lagu yang baru disetel atau nyaranin Jisoo buat masukin lagu kesukaannnya yang belakangan rutin disetel kalau enggak bisa tidur dan berjaga sampai pagi sendirian gitu ke playlist-nya.

Semua terasa indah sampai saat lagu Angelo De Augustine "Tomb", lagu yang dulu disarankan Taeyong supaya masuk playlist-nya, lagu yang mengisi perjalanan pulang mereka setelah rencana "kencan" gagal di hari pertama lelaki itu memaksanya pergi berdua dengannya, dan sebuah pertanyaan yang tiba-tiba ditanyakan oleh lelaki ini di malam sunyi penuh nada berirama.

"What if we broke up?"

Jisoo menatapnya bingung, campur aduk sama pertanyaannya yang tiba-tiba nanya soal ginian di saat dia sendiri kurang tahu jawabannya.

Taeyong bukan hanya menatapnya sambil menunggu jawaban dari gadis ini, tapi juga dia melihatkan senyum penuk makna yang sulit bagi Jisoo menafsirkan di balik ekspresi tenangnya ini. Senyumnya terkesan misterius. Diia tahu sesuatu, tapi menyembunyikan darinya.

"O-oke." Jawaban apa adanya, toh mau jawab apa selain satu kata gagap barusan karena dia bingung dan otaknya mendadak kopong. Coba bayangin mereka putus ... sesak.

Taeyong menarik tangan yang sedari tadi digenggam itu ke depan bibirnya, mengecup punggung tangan Jisoo sekali. Mata keduanya bersorobok kembali. "Just a reminder ... I'm still falling for you," gumamnya sungguh-sungguh. "But what if we broke up?"

Lagi, pertanyaan itu terucapkan menambah kebingungannya atas jawaban yang layak dipertanggungjawabankan. Nggak mungkin dia asal jawab, ini pertanyaan jebakan. Maka dari itu Jisoo harus hati-hati dengan balasannya, intuisinya tepat sasaran.

Gimana kalau mereka putus? Menjadi dua orang asing yang saling menyangkal presensi masing-masing bahwa sebelum "pisah" mereka kenal dam pernah berada dalam hubungan dekat, lalu setelah pisah keduanya menyangkal kalau pernah saling kenal. Fase denial setelah putus acapkali terjadi pada hubungan semua orang. Selain pura-pura nggak kenal, ada juga fase di mana pasangan yang pisah itu saling mengejek mantan ke teman-temannya supaya dapat dukungan dari orang terdekat kalau pilihan putusnya benar dan mantanlah yang salah, atau mengejek pasangan baru mantan dan merasa kalau dia lebih baik daripada pacar baru mantan.

Hm, ada banyak fase putus cinta dan tiap orang pasti punya cara sendiri untuk mengatasi patah hati.

Pertanyaannya adalah ... apa yang akan dia perbuat ketika patah hati? Apakah dia akan denial terhadap patah hati dan menyalahkan hidup sebagaimana seringnya dilakukannya, atau justru dia baik-baik saja, seolah patah hati bukanlah hal sembrono yang pernah terjadi di hidupnya.

"Oke," jawaban sama, kali ini tanpa gagap dan Jisoo masih bingung sama jawabannya.

"Well, kalau aku," ucapnya menarik genggaman dan menempelkan ke dadanya. "Mungkin crying like a big baby."

"Maksudnya?"

Bukan ngasih tahu alasannya Taeyong malah mengeluarkan pernyataan lain. "Siang tadi aku kepikiran buat putusin kamu. Kenapa aku pamitnya berjam-jam lama. Sorry. Tapi jujur, emang siang tadi mendingan aku jauh dari kamu daripada bikin kamu sakit hati sama perilaku."

Alisnya menukik tajam. Mengamatinya serius. Dia butuh lebih dari alasan sederhana di balik kejujurannya ini.

"Di saat kamu senang bisa datang ke rumah masa depanmu ini, aku bimbang."

"Why?"

"Satu tahun itu nggak lama buat kamu wujudin masa depanmu tinggal di rumah ini sama ibumu." Taeyong menusuk dan mengunci tatapannya. "Aku bukan prioritasmu sekarang ataupun di masa depan nanti. Dan kamu bilang gak akan ke mana-mana lagi setelah satu tahun bisa mewujudkan masa depanmu di rumah ini. Lalu aku? Tanpa aku di rencanamu itu, kupikir-yeah, hubungan ini bisa dilihat kelanjutannya satu tahun ke depan nanti."

Sebelum dia bisa bicara, Taeyong melanjutkan lagi, "Yes, I know I am an asshole. Aku tahu kalau aku masih belum bisa nunjukin sosok terbaikku ke kamu. But at least, perasaanku ini jujur ke kamu since the first day you rejected me. Semakin sering kamu tolak, semakin aku pengen deket, dan semakin tahu kalau aku bukan sekadar pengen deketin doang, but I fell for you and I am still falling."

Jisoo bahkan tak menyangka kalau Taeyong akan membongkar semua ini dengannya, di saat dia sendiri tidak ada keberanian buat ungkapin keruwetan dirinya sejak tahu kalau orang-orang kampus tahu hubungannya ini dan keinginanannya buat pindah kampus, menjauhi masalah alih-alih melawan. Yeah, dia orang yang flight dulu alih-alih fight.

"Aku percaya aja kalau sama kamu hubungan kita bakalan bertahan lama, oke kesampingkan sudah berapa sering kita saling menyakiti, terutama perilaku yang lebih sering bersikap egois dan kekanak-kekanakan. But I'm happy with it all, totally happy." Taeyong mengecup lagi punggung tangannya dengan mata tulusnya itu menatap dirinya. Seolah-olah Jisoo adalah ratu di kehidupannya yang membuat dirinya kepalang mabuk kepayang sampai enggak rela buat pisah. Maka dari itu Taeyong sudah membuat keputusan yang menurutnya cukup solid.

"Jis," posisinya berubah jadi menghadap sosoknya langsung, "kita pasangan yang kayaknya susah banget buat saling terbuka."

Diam-diam dia mengiyakan pernyataannya ini karena demi apa mereka memang begitu, pasangan yang susah buat terbuka. Kayaknya ada banyak pertimbangan yang mesti mereka pikir-pikir dulu sampai ruwet jadinya, sampai kadang dia ataupun Taeyong saling menyakiti diri sendiri. Yah, dengan semua keruwetan dugaan yang mereka ciptakan sendiri.

Blunderlah pokoknya. Padahal harusnya gampang tinggal saling confess dan mencari jalan dari keruwetan ini bareng-bareng. Mereka butuh komunikasi dua arah, persis saran Tante Dara, bukannya tetap mempertahankan komunikasi searah ini.

Taeyong beralih memangku wajahnya dengan kedua tangannya itu. "Aku bukan nyalahin kamu ataupun keadaanku yang begini. Maybe we fell in love too fast. Gak apa-apa, mau lama atau pendek, I am still falling ... for you. Jadi dengerin baik-baik semua ceritaku, aku mau nyoba terbuka sama kamu, dan kuharap kamu juga."

Cowok itu mengulum senyum sampai ke mata, tulus dan sarat akan perasaan mendamba. Sebelum benar-benar dia membeberkan seluruh kisahnya before maupun after bertemu Jisoo, dia membeberkan kesekian kali perasaannya. "Just a reminder ... I love you." Lalu mengecup ujung bibirnya sedikit lebih lama. Memberikan sensasi hangat dan getaran menggila yang membuat letupan kembang api di kepalanya.

Part "bicara" sebenarnya panjang huhu hampir sama kayak "gelisah" tapi berhubung aku review super fast di mobil dan gak sempat gabungin semua jadi kupisah-pisah jadi beberapa part huhu oke mungkin besok ada kemungkinan doube update

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Part "bicara" sebenarnya panjang huhu hampir sama kayak "gelisah" tapi berhubung aku review super fast di mobil dan gak sempat gabungin semua jadi kupisah-pisah jadi beberapa part huhu oke mungkin besok ada kemungkinan doube update. Ditunggu aja-cooow! Makasih for everyone ❤

Shameless 2.0 | taesoo [✔]Where stories live. Discover now