Chapter #03

712 138 11
                                    

Bus yang ditumpangi keluarga besar Doyoung sudah sampai di depan pagar Mansion milik paman Alio, semua yang berada di dalam bus langsung turun sembari membawa barang bawaan mereka, Doyoung yang masih tertidur pulas ditepuk pelan pipinya oleh Junkyu yang sudah tidak sabar memasuki kawasan Mansion yang dikelilingi hutan lebat, tempatnya di pegunungan dan tak jauh dari lahan perkebunan kelapa sawit, juga kebun karet yang luas membentang ke barat. Seingat Junkyu sendiri, tak jauh dari barisan kebun karet ada beberapa lahan rambutan dan jagung yang tak kalah luas. Dan tentunya, semua kebun itu milik orang, bukan milik paman Alio.

Sedangkan, hutan lebat yang tak pernah di lewati makhluk hidup khususnya manusia berada di sebelah Utara, jika berdiri di lantai tiga Mansion maka akan terlihat pemandangan hijau segar nan tampak sangat suram ketika matahari condong.

Doyoung menggeliat di tempatnya, ketika matanya kembali melihat dunia, orang pertama yang ada di depannya adalah Junkyu. Kakak sepupunya itu memasang wajah sebal bercampur bete karena sudah berusaha membangun Doyoung yang tak mudah. Sekarang, sudah dipahami kenapa Neri sampai membenturkan benda keras ke pintu kamarnya.

"Ayolah! Kita sudah sampai." Junkyu yang kesal memperbaiki posisi tas yang disandangnya.

"Ah! Aku malas ke sana, kau duluan saja." Doyoung mengusap wajahnya, berdecak kesal karena dirinya benar-benar sampai di Mansion ini, benar-benar tidak bisa diterimanya begitu saja karena harus liburan di tengah hutan, Doyoung sebetulnya mau berlibur bersama teman satu kelasnya, itu lebih menyenangkan dibanding liburan keluarga.

"Ya sudah. Kau tidur dengan siapa, ingat,p kamar di Mansion hanya ada delapan. Empat dihuni para orang tua, Mashiho dan Zivan menghuni kamar terpisah-" mulut Junkyu langsung di tutup oleh Doyoung dengan jari-jarinya, mungkin merasa pusing dengan Junkyu yang berisik.

"Seperti tahun lalu, aku dengan mu Junkyu, aku tidak mau sekamar Haruto." Doyoung masih mengumpulkan kesadarannya dengan maksimal, anak itu bersandar seperti bayi meminum ASI. Jawaban Doyoung hanya dibalas anggukan oleh Junkyu, dan kakak sepupunya itu pun melangkah keluar dari bus dan segera masuk ke dalam Mansion.

Sekarang hanya Doyoung yang tertinggal. Dia masih nyaman duduk bersandar di jok barisan kedua. Matanya memperhatikan para orang tua berlalu lalang dan saling membantu membawakan barang-barang. Sepertinya hari ini adalah hari yang sibuk, apalagi para Ibu-ibu akan menyusun jadwal kegiatan dan menu untuk satu minggu ke depan, dengan perbekalan yang seadanya. Namun Doyoung yakin, ibunya pasti membawa buah-buahan yang bisa bertahan satu dua hari.

Rambut Doyoung yang terbilang panjang bergerak liar, seperti ada yang asik memainkan surai lurus miliknya itu. Doyoung menyentuh rambut belakangnya, dia mengira mungkin hanya angin yang berhembus karena kebetulan sekali jendela kaca di jok belakangnya dibiarkan terbuka. Setelah dirapikan kembali, rambutnya itu kembali melayang dan berdiri tegak, membuat Doyoung meringis kesakitan dan segera memegangi bagian rambutnya yang dijambak, Doyoung sendiri sudah bisa menebak itu pasti ulah sepupu dua bersaudara namun, Doyoung tidak menemukan tangan siapapun yang menjambak rambutnya.

"Lepaskan!" Doyoung bersuara keras, setelah itu jambakannya sudah tidak lagi terasa, barulah Doyoung menoleh ke belakang memeriksa siapa yang sedang menjahilinya. Namun, tidak ada siapapun di sana, hanya dirinya sendirian. Doyoung pun menatap ke kiri, melihat keberadaan semua sepupunya ada di teras Mansion. Doyoung jadi bingung, namun dia mengabaikannya karena berpikiran bahwa mungkin itu efek karena dirinya baru membaca novel horor.

Baru beberapa detik, Doyoung terseret ke belakang. Mengabaikan semua rintangan yang dilaluinya, Doyoung mengerang kesakitan karena tergores, belum lagi rambutnya yang sangat sakit karena dijambak sangat kuat, rasanya hampir tercabut kulit kepala Doyoung.

"Lepaskan! IDIOT!!" Doyoung berteriak keras, punggungnya dihempas dan dibenturkan ke bagasi, berkali-kali yang membuat pintu bagasi bus terbuka lebar dan Doyoung terlempar keluar dari dalam bus.

Doyoung membuka matanya, memegangi dadanya yang turun naik merasakan detak jantungnya yang berdegup sangat kencang, wajahnya terlihat pucat dan lengan Doyoung terasa perih karena luka gores. Doyoung menatap langit, berusaha mencerna apa yang baru saja dialaminya. Tangan Doyoung berpindah pada surai lembut di kepalanya, ternyata masih ada rambut, kepalanya tidak koyak meskipun menyisakan perih yang sangat terasa menggigit.

🔹🔸🔹🔸

Sekarang sudah pukul empat sore, Doyoung mengeluarkan piyama biru muda yang akan dikenakan malam ini. Setelah mengalami kejadian aneh di bus rupanya Doyoung langsung berlari masuk ke dalam Mansion dan segera mencari kamar yang dihuni Junkyu.

"Bibi Neet memberi ku jadwal kegiatan untuk malam ini." Junkyu yang baru saja keluar dari kamar mandi mengejutkan Doyoung.

"Siapa bibi Neet?" Doyoung mengatur rasa terkejutnya agar lebih netral. Tangannya sibuk mencari makanan ringan yang dibawanya dari rumah.

"Ibunya Zivan, adik sepupu kita yang paling pendiam. " Junkyu menjawab sambil menahan dingin dari air yang baru saja membasahinya, Junkyu mengambil celana dalam dari tasnya dan segera mengenakannya.

"Aku tidak pernah berbicara dengan Zivan, kau pernah?" Doyoung yang sudah terbiasa melihat Junkyu telanjang dengan celana dalam ketat membuang wajahnya ke arah makanan ringan yang didapatnya.

"Ya, dia hanya membalas ku dengan anggukan. Dia seperti orang mati." sekarang Junkyu memasang celana piyamanya juga atasannya, Junkyu melangkah pelan dan berdiri di depan cermin sambil menyisir rambutnya yang masih basah.

"Jaga bicaramu, kita berada di pegunungan tanpa penduduk." Doyoung kesal sambil melempar isi makanan ringan yang dinikmatinya.

"Tempatnya menenangkan pikiran, kan?" Junkyu menaruh sisir di atas meja, lalu duduk bersila di atas ranjang empuk.

"Tidak." Mendengar jawaban datar Doyoung, Junkyu tidak lagi menjawab, sepupu itu membaca jadwal kegiatan yang akan mereka lakukan untuk tujuh hari ke depan.

Sambil menikmati camilan, Doyoung sebetulnya sedang memikirkan kejadian yang dialaminya saat di bus itu, sangatlah di luar nalar, tidak masuk akal rasanya kalau dipikir-pikir lagi. Doyoung kembali memeriksa luka gores di lengannya, dirinya benar-benar tidak berhalusinasi, terbukti luka itu sudah mengering. Doyoung menggeleng kuat, melupakan kejadian aneh tersebut dan berusaha berpikir positif.

"Junkyu, kau percaya hantu?" akhirnya pertanyaan semacam itu tiba-tiba keluar dari pita suara Doyoung, kedua matanya menatap Junkyu tanpa berkedip.

"Mereka tidak ada." Junkyu yang sibuk membaca jadwal langsung mengalihkan perhatian pada adik sepupunya, apalagi melihat wajah serius Doyoung yang membutuhkan jawaban tegas.

"Kenapa?" Kedua kening Doyoung nyaris menyatu, bahkan makanan ringan yang di pangkuannya berhamburan keluar dari bungkusan.

"Sebab aku hanya percaya apa yang aku lihat, dan hantu tidak terlihat olehku. Jadi aku tidak percaya." Junkyu memberikan jawaban yang tak sesuai harapan Doyoung, Junkyu mengambil air mineral dari tasnya lalu duduk lebih dekat dengan Doyoung.

"Begitu, kau tahu, ku dengar Zivan bisa melihat makhluk tak kasat mata." Doyoung memberikan informasi tentang Zivan, sepupu paling muda mereka. Memang anak itu aneh, tak perlu ditanyakan alasannya menjadi bahan pembicaraan para sepupu.

"Itu hal yang wajar, Zivan selalu terlihat sedih. Dia tertutup dan aku tidak tahu apakah boneka daging itu pernah tersenyum." Junkyu tertawa kecil diakhir perkataannya, berniat membuat lelucon dengan kata 'boneka daging' malah terdengar mengejek dan seram di telinga Doyoung.

"Jadi, apa benar dia memiliki teman imajinasi?" Pertanyaan Doyoung mengambang di udara, pertanyaan itu tidak mendapatkan jawaban karena bell yang dipasang di setiap kamar berteriak dengan suara berisik yang sangat mengganggu.


🔹🔸🔹🔸







BONEKA DAGING

BONEKA DAGING | DOYOUNG & JUNKYU✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang