Ch. 22

337 57 2
                                    

  Junkyu memilih kembali berbaring meskipun perasaanya tak nyaman, kedua matanya ke arah Doyoung yang kelihatannya sudah terlelap. Junkyu gelisah, ingin sekali rasanya segera beranjak dari tempatnya berbaring tapi ia takut terjadi apa-apa pada Doyoung yang ditinggalkannya.

"Doyoung, kau tidur?" Pertanyaan Junkyu mengudara, tidak ada jawaban sedikitpun dari adik sepupunya. Junkyu segera berdiri sambil menating lampu teplok di tangan kanannya, kakinya melangkah dan berlutut di depan Doyoung yang ternyata sudah terlelap. Junkyu mengulurkan tangan kirinya dan mengusap pelan dahi Doyoung yang basah oleh keringat—di rubanah ini terasa pengap.

"Aku yakin kau bisa bertahan Doyoung. Jaga dirimu baik-baik." Junkyu bermonolog lalu tersenyum, ia kembali berdiri dan menatap ke atas sana. Ke arah pintu sepinggang rubanah yang dibiarkan terbuka oleh Doyoung.

  Junkyu menelan saliva, dan melangkah membawa lampu teplok itu menaiki tangga kembali ke ruang terakhir mereka berpisah dengan Haruto. Junkyu sekarang sudah sampai di tempat itu, matanya yang memantulkan sinar lampu teplok di tangannya, bola matanya bergerak ke setiap arah dan terpaku pada ujung koridor gelap. Lagi-lagi menelan ludah dan melangkah pelan nan ragu mencari keberadaan Haruto —tujuannya sekarang adalah ke kamar mandi, berharap segera bertemu Haruto.

  Suara berisik dari ujung sana terdengar, Junkyu memajukan lampu teplok berharap dapat melihat siapa yang berada di ujung koridor itu. Tikus gemuk membuat Junkyu tersentak dan kaget setengah mati, tikus itu berlari ke tempatnya berdiri dan berhenti tanpa sebab—Junkyu memeriksa keadaan tikus gemuk yang tiba-tiba saja kaku di bawah kakinya. Ia membungkuk dan meletakkan lampu teplok di lantai, dahinya mengerut menyisakan satu pertanyaan dan jawaban yang tepat. Dirinya melihat tikus berdarah, apa mungkin kucing yang menangkap tikus itu namun berhasil kabur? Junkyu semakin bingung saat bau busuk bangkai tercium sangat kuat—bahkan Junkyu mengambil kembali lampu teplok dan berpindah posisi.

  Perlahan-lahan tikus itu menggelepar bagai ikan berada di daratan, tak lama hanya beberapa detik seperti itu—tikus itu sudah tak bergerak lantaran kehabisan darah. Bau bangkai semakin tercium, bergegaslah Junkyu menyingkirkan bangkai tikus itu, namun tikus lain kembali berlari dan jatuh tanpa nyawa di bawah kakinya. Hal itu membuat Junkyu sangat penasaran apa yang sebetulnya terjadi di ujung koridor sana, ia menatap pintu masuk ke rubanah dan ia cukup yakin untuk meninggalkan Doyoung di sana sendirian, lagipula ini tidak jauh, pikirnya.

  Junkyu mengambil langkah, sesekali matanya menatap lantai memeriksa bercak darah kering yang sepertinya dari tikus-tikus itu. Junkyu terus melangkah dengan sangat yakin dan ia tidak menemukan apapun hingga berada di ujung koridor gelap ini, namun kakinya tiba-tiba berhenti saat mendengar nyanyian melankolis yang bergaung. Junkyu menempelkan punggungnya di dinding dan menatap ruang utama Mansion yang melahirkan cahaya redup, mata Junkyu menyipit saat melihat orang-orang berjubah hitam dengan tanduk rusa di kepala mereka, dari postur tubuh, Junkyu tentu saja mengenali siapa mereka.

  Orang-orang berjubah hitam bertanduk rusa itu seperti sedang berdiri menghadap peti jenazah yang ditutupi kain putih nan sudah menguning. Junkyu menelan ludah, tiba-tiba seluruh badannya merinding dan jantungnya berdegup cukup kencang. Junkyu segera memperbaiki posisinya saat salah satu dari mereka berbalik seperti menatap ke arahnya, lampu teplok itu segera ia perkecil dengan pemutar sumbu, Junkyu tahu cahaya lampunya memberi tanda di koridor gelap ini.

Junkyu mengintip lagi, orang-orang berjubah hitam itu sudah tidak ada lagi. Bahkan cahaya temaram dari lilin merah mereka pun tak lagi terlihat, peti jenazah dengan kain putih pun tak terlihat keberadaannya. Junkyu mengucek matanya berkali-kali berharap ia tak salah lihat, namun kenyataannya ia benar-benar tidak melihat satu makhluk pun di ruang utama Mansion. Kepergian mereka tidak meninggalkan jejak sedikit pun.

Junkyu memutar sumbu, kembali mendapatkan cahaya lampu teplok yang terang. Ia menoleh ke belakang, rasa penasarannya begitu kuat hingga ia sangat yakin untuk meninggalkan Doyoung sebentar saja. Junkyu melangkah kan kakinya, ia mengangkat setiap langkah pelan nan sebetulnya gentar untuk dilanjutkan tapi orang-orang berjubah hitam bertanduk rusa itu sangat membuatnya penasaran, ia ingin memastikan kalau salah satu dari mereka adalah orang tuannya. Ia sangat yakin, Ayahnya; Hanju dan Ibunya; Yuha ada di antara orang-orang bertanduk rusa itu. Yang lebih mencuri perhatiannya adalah peti jenazah berpenutup kain putih lusuh yang telah lama menguning.

  Junkyu jadi terpikir kalau yang ada di dalam adalah mayat salah satu dari kerabatnya, Junkyu terperanjat ketika lukisan lilin putih yang digantung di dinding jatuh tanpa sebab. Ia berkali-kali mengusap dada dan wajahnya, Junkyu kembali melangkah tanpa arah namun memiliki tujuan.

Entah kenapa, Junkyu terus melangkah hingga dirinya sampai ke dapur. lampu teplok di tangannya menemukan seseorang yang sedang asik duduk di meja makan, ia tampak menikmati makan malamnya yang nikmat. Dahi Junkyu mengerut dan hanya diam di bibir pintu, bibirnya tampak enggan dibuka namun suaranya memaksa untuk keluar.

"Haruto?" Ucapnya pelan, sedangkan orang yang dipanggilnya itu masih asik memakan sesuatu yang dipegang dengan kedua tangannya, ia tampak rakus dan suara kecapan terdengar sangat jelas—membuat Junkyu cukup geli namun hal itu telah dikalahkan oleh rasa penasarannya yang sudah terlalu tinggi.

"Haruto, apa itu kau?" Tanya Junkyu lagi, ia mengedepankan lampu teplok berusaha mengenali punggung Haruto, sebab ia duduk tepat ke arah wastafel.

Haruto diam, kedua tangannya seolah membeku di bawah dagu dan kepalanya menoleh ke belakang tepat menatap wajah Junkyu yang tampak perhatian. Sekarang, Haruto juga membalikkan badannya dan tersenyum kecil sambil menggigiti daging tikus di kedua tangannya, kepala tikus itu mendongak kehabisan darah. Haruto menyeruput usus tikus itu dan langsung menelan melalui kerongkongannya yang tampak berkeringat, ia tampak kenikmatan dan mengambil gelas kaca.

"Haruto."

Haruto mengabaikan kehadiran Junkyu, ia membanting gelas kaca ke meja—membuat Junkyu terkejut dan mundur selangkah. Haruto mengambil pecahan gelas dan memakannya, suara kaca di dalam kunyahan Haruto terdengar nyaring dan ia mengangkat lehernya yang berkeringat, memperlihatkan lehernya yang hampir robek saat kaca itu meluncur ke perutnya.

"Ini liburan yang menyenangkan bukan?"  Ucap Haruto sambil meloncat dari meja makan, ia tampak tersenyum karena begitu bahagia berhasil menangkap tikus kurus yang kebetulan lewat di bawah meja makan. Junkyu menelan ludah, ia melihat Haruto tampak senang sekali melihat tikus itu berusaha melepaskan diri dari genggaman tangannya, mencicit ketakutan namun tak berhasil melepaskan diri. Haruto langsung mengigit leher tikus itu dan menghirup darah langsung dari lehernya. Tikus itu tampak kaku dan semakin kurus saat darahnya sudah berpindah ke perut Haruto, darah di setiap sudut bibir Haruto tampak segar dan kental. Haruto melempar tikus kaku tepat di bawah kaki Junkyu, sekarang ia tahu tikus-tikus yang ia temukan di koridor gelap itu.

"Cacing di perut ku lapar sekali Junkyu," Haruto berdiri dan melangkah terseok-seok. Sedangkan Junkyu mundur beberapa langkah, ia tahu Haruto juga sama seperti Zivan dan Mashiho.

"Mau kah kau berbagi sedikit daging mu, untuk cacing di perut ku?" Bisik Haruto dengan mata berbinar yang memohon kepada Junkyu.

🔸🔹🔸🔹

BONEKA DAGING

 

BONEKA DAGING | DOYOUNG & JUNKYU✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang