CH. 35

263 48 2
                                    

Siapa tahu ada yang mau nonton video PROMOTE BONEKA DAGING

|||

  Doyoung sekarang sudah berada di lantai tiga Mansion, di ruangan ini bersih dan nyaman. Tidak ada perkakas yang berhamburan, tidak ada bekas darah atau apapun yang berhubungan dengan kejadian malam ini. Di ruang yang cukup tenang ini, Doyoung berusaha mencari solusi untuk mengakhiri teror yang mempengaruhi mentalnya. Namun di tengah diamnya itu, Doyoung belum juga mendapat hasil dan solusi yang masuk akal.

  Tiba-tiba saja televisi menyala, dan logikanya itu tidak akan terjadi tanpa listrik. Doyoung sadar, tempat bersih seperti di sini pun tetap saja tidak membuat mereka berhenti mengincar. Doyoung mengarahkan atensinya ke atas, menatap langit-langit ruang ini tampak melentur ke bawah, membuat Doyoung tahu bahwa ada sesuatu yang berat menginjak platfon itu.

Semakin lama dibiarkan, semakin kendur dan benar saja, peti mayat jatuh berdebum tepat di hadapan Doyoung. Peti itu masih ditutupi kain putih yang sudah menguning, Doyoung pun berdiri sambil menatap peti mayat itu, selang beberapa detik setelah ia merubah posisi—peti mayat itu terbuka dengan sendirinya, membuat Doyoung refleks menelan ludah.

  Namun ia tidak melihat apa-apa di dalam sana, ia mendekat selangkah lalu selangkah lagi. Doyoung terkejut saat melihat jari-jari tangan keriput yang tampak mengelupas, kukunya menguning dan rusak. Jari-jari itu bergerak pelan memegangi sisi peti sebagai tumpuan agar seseorang yang di dalam sana bisa bangkit dari tempat berbaringnya, hal pertama yang dilihat Doyoung adalah kepala seseorang yang menyembul keluar dari sana, rambutnya kusut dan sangat tipis, tampak berminyak dan terlihat lepek.

Kali ini ia mundur, namun orang yang ada di dalam sana tidak lekas berdiri. Ia hanya meletakkan tangannya di sisi peti dan kepalanya masih menyembul, seolah sedang menyembunyikan wajahnya dari Doyoung. Doyoung rupanya penasaran, ia melangkah pelan mendatangi orang yang ada di dalam peti itu, tepat berjarak satu setengah meter ia berhenti. Tangan keriput nan mengelupas itu bergerak, dan tiba-tiba saja berdiri dari dalam sana. Nenek meloncat ke atas sofa, ia kayang dan memuntahkan banyak darah dari mulutnya, perutnya tampak kempis dan tulang rusuknya terlihat jelas. Matanya hitam legam, dan bibirnya pecah kehitaman.

Apakah yang dimaksud menyembah orang mati seperti yang dikatakan Junkyu padanya merujuk pada Nenek, jadi selama ini Tuhan itu adalah Nenek. Jika benar, itu artinya yang merasuki Zivan adalah roh Nenek, bukan Talia. Namun Nenek kembali bangkit dengan tubuhnya dari dalam peti ini setelah keluar dari tubuh Zivan, sekarang ia sadar, roh leluhur lah yang meneruskan tugas Nenek untuk mengendalikan tubuh saudara sepupunya.

Di tengah renungan itu, Doyoung terduduk saat Nenek memukul lipatan kaki Doyoung menggunakan kepalanya yang sekeras batu. Nenek merangkak naik ke atas Doyoung dan memuntahkan cairan merah di wajahnya, bau anyir yang kuat membuat Doyoung merasa mual. Rasa darah yang manis dan gurih tersentuh indra pengecap, Doyoung mendorong Nenek dengan kuat dan berhasil membuat tubuh ringkih itu terpisah darinya.

Doyoung merangkak sambil sesekali menyapu wajahnya yang kotor, Nenek tiba-tiba saja berdiri sambil memegangi mesin pemotong kayu, suara berisik dari mesin itu amat berisik membuat Doyoung takut setengah mati, ia bergerak lebih cepat saat suara mesin kayu terdengar sangat nyaring.

Nenek melangkah tertatih-tatih dengan posisi kakinya yang tampak X dan L, kedua tangannya memegangi mesin kayu yang siap memutilasi tubuhnya dengan cepat. Doyoung berusaha berdiri, anak itu melempari barang-barang yang ada di ruang elektronik ke arah Nenek, namun dengan mudahnya si tua itu menghindar.

Nenek mengayunkan mesin kayu dan membelah meja, hampir saja kaku Doyoung terpotong—untungnya ia sigap melipat kakinya. Nenek berusaha memotong kaki Doyoung yang bergerak cepat mencari persembunyian, tapi celakanya ia sudah terlanjur terjebak di pantai ini tiga. Doyoung mundur terus sampai punggungnya menempel di jendela kaca, Nenek tampak tersenyum kaku sambil terus melangkah sempoyongan dengan mesin kayu di tangannya.

Kaki Doyoung bergetar, matanya menatap betapa tajam mesin pemotong kayu itu, betapa mudahnya anggota tubuh terpotong layaknya meja yang berhasil terbelah hanya dengan beberapa detik sentuhan. Nenek mengarahkan ujung mata mesin dan mendorong ke depan siap menghancurkan perut Doyoung, namun lagi-lagi ia beruntung dan berhasil menghindar. Alhasil, mesin itu memecahkan jendela kaca.

  Doyoung menelan ludah, ia bingung harus berlari ke mana lagi. Jika harus diam di tempat, jelas ia akan mati ditangan Nenek. Tapi jika ia mundur, ia akan terjatuh dari lantai tiga Mansion—hal ini sama-sama tidak menguntungkan, sama-sama mempertaruhkan nyawanya sendiri.

Nenek sudah di depan mata, Doyoung tidak yakin ia akan tetap hidup setelah melihat mesin kayu yang haus darah itu, gas semakin ditekan Nenek—maka mesin kayu itu semakin berisik memecah sunyi nya malam ini. Doyoung gemetaran, ia menoleh ke belakang, menatap jendela yang sudah tanpa kaca. Dirinya menatap ke bawah sana, melihat kaca jatuh ke bawah saja sudah meyakinkan dirinya kalau dia tak akan hidup jika melompat ke sana.

"TOLONG!!" Doyoung berakhir histeris berteriak meminta pertolongan dengan tingkat paniknya yang sudah setengah mati. Permintaan tolong itu hanya dibawa angin dan tak dapat ditangkap kuping Manusia, lagipula ini adalah hutan belantara, Mansion ini berada di pegunungan di kelilingi oleh lahan jagung dan pohon karet, sisanya hutan rapat yang tak pernah dilewati manusia.

"Nenek, ku mohon." Mata Doyoung tampak berair, ia benar-benar tak dapat bergerak bebas setelah terjebak di sana. Sekali lagi Doyoung berharap, ia mundur dengan langkah kecil tepat menginjak ujung jendela.

Mata Doyoung berusaha mencari sesuatu yang dapat digunakan olehnya, ekor matanya melihat sulur pohon yang begitu besar menjuntai, kebetulan sekali pohon besar ada di dekat jendela itu. Karena mansion ini dikelilingi hutan dengan pohon rapat, sekarang kepala Doyoung jadi berfungsi.

Nenek memajukan mesin kayu dan diwaktu yang sama, Doyoung melompat ke bawah. Nenek seperti mencincang angin yang amat sia-sia, ia menggenggam mesin kayu lebih kuat karena geram saat melihat daging yang ia idamkan harus berakhir di bawah sana, ia tidak terima jika darah yang telah ditunggu untuk membasuh tenggorokannya harus tumpah dibawah sana, di tanah kering yang juga tampak kehausan.

Doyoung berhasil tepat di tengah bangunan Mansion, ia serangan ada di luar. Benar, Doyoung berhasil keluar dari Mansion itu. Doyoung berusaha memeluk sulur pohon itu dengan kuat, sambil mencari sulur pohon lain yang bisa mengantarkan dirinya ke bawah. Namun, Doyoung merasakan sulur yang di peluknya tampak bergoyang, matanya menatap ke atas dan melihat Nenek sedang membungkuk memegangi sulur pohon.

🔸🔹🔸🔹

BONEKA DAGING

BONEKA DAGING | DOYOUNG & JUNKYU✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang