Ch. 26

300 57 1
                                    

  Malam kian larut, terasa dingin menembus tulang namun tak ada kesempatan untuk mengeluh kesah. Tak ada pemikiran untuk berbaring dibalik selimut tebal, dan tak terlintas untuk menutup mata sejenak kemudian terlelap. Junkyu pingsan, darahnya yang kering di bahu itu mengundang lalat dan nyamuk untuk mengerumuninya.

  Junkyu begitu rapat menutup matanya, wajahnya yang kian pucat itu tampak kelelahan sekali dan tak berdaya. Ia bergerak kecil seirama dengan langkah kaki Haruto yang terseok-seok namun cukup cepat. Lantunan lagu malam hari ini adalah nyanyian Nina Bobo dari mulut Haruto yang sesekali tersenyum kecil, matanya terus menatap ke depan. Keempat tangannya itu menggendong Junkyu tanpa terlepas dan bahkan tidak berpindah posisi. Sesekali langkah Haruto berhenti saat bertemu serangga yang hinggap di dinding dan lantai.

  Seperti saat ini, matanya berkedip satu kali dan bergegas menjulurkan lidahnya demi mengambil kecoa dan cicak dari tempat yang sama. Kedua hewan itu berhasil ditangkapnya tanpa harus melakukan perhitungan untuk membidiknya. Bibir Haruto naik—turun mengunyah makanan lezat itu.

Junkyu seperti boneka beruang yang tak berdaya di dalam pelukan anak kecil, Haruto melanjutkan langkahnya sambil memegang erat Junkyu di dalam dekapannya. Air liurnya meleleh dan membasahi pipi Junkyu yang kian kotor. Tak sampai berjam-jam, Haruto sudah sampai di ruang tertutup rapat dan temaram. Matanya tampak lesu melihat wajah menyeramkan orang-orang di dalam ruang ini.

Haruto meletakkan Junkyu yang masih tak sadar tepat ke hadapan Hanju dan Yuha, memperlihatkan kondisi anak kandung mereka lemas tanpa tenaga dan kesadaran sedikitpun. Yuha menunduk, dan berhasil menyentuh pipi sang buah hati dengan jarinya yang kasar dan lancip—tampilannya seperti makhluk fantasi namun menyeramkan seperti di film-film horor.

Sentuhan jari itu malah melahirkan luka gores di pipi Junkyu, membuat anak itu membuka matanya secara tiba-tiba. Meninggalkan mimpi aneh yang asing di sepanjang hidupnya, matanya menatap wajah menyeramkan Ibu dan Ayahnya, bibirnya terbuka dan suara dari tenggorokannya seperti enggan berkata namun keinginannya begitu memaksa.

"Mama, Ayah?" bisiknya pelan, ia segera bangun dan menatap sekelilingnya. Junkyu mengira ia telah di rumah namun nihil, itu hanyalah harapan yang sulit diwujudkan olehnya. Gesture wajahnya kembali kecewa, setelah sadar bahwa ini bukanlah salah satu ruangan di rumahnya.  

Punggung Junkyu di tendang oleh Haruto yang masih berdiri di belakangnya, ia tersungkur dan menatap wajah kedua orangtuanya yang aneh itu. Junkyu segera bangun lagi, dan melihat sepasang kaki Doyoung mengudara. Junkyu menelan salivanya, dan merangkak secepat mungkin. Namun akhirnya ia malah menyentuh kaki Nenek, memeluk kedua kaki Nenek dengan kuat.

"Nenek, apa yang kau lakukan? Dia cucu terbaik mu! Lepaskan!" Junkyu bersuara lemah, meskipun rasanya mustahil bisa merayu Nenek dengan susunan kata semacam itu.
 
Suaranya dihiraukan, tanpa berpikir berkali-kali, Junkyu mengigit kaki Nenek dengan kuat dan fokus itu telah hilang. Doyoung terbaring di lantai, tidak terdengar lagi mantra-mantra aneh dari kedua bibir Yuha dan Hanju. Junkyu berusaha berdiri, dan ia melangkah untuk segera melepaskan tali di leher Doyoung. Junkyu menarik tangan Doyoung untuk segera menjauh namun Haruto bergerak cepat, ia membungkuk dan keempat tangannya membelah udara. Memperlihatkan kukunya yang runcing, Doyoung batuk disusul suara berbisik dari Junkyu yang memintanya untuk bertahan.

Junkyu melirik tepat ke lantai, ia dengan cepat mengambil pisau di lantai bekas Nenek menusuk tangan Doyoung. Nenek pun bergerak, bahkan kedua matanya menatap wajah Hanju dan Yuha. Matanya basah, bahwasanya benar terkadang orang tua sendiri lah yang paling jahat di hidup ini, bahwasanya orang tua lah yang kadang menghancurkan semuanya—meskipun terasa sangat sakit namun kita hanya diam menahannya.

"Maafkan aku kali ini, Mama—Ayah. Mungkin Junkyu tak patuh untuk hari ini saja." Ucap Junkyu, pipi kanannya basah. Ia menangis mengatakan hal itu, Junkyu itu dikenal sebagai anak paling patuh dan berbakti pada orang tuanya.

Junkyu menunduk dan menelan salivanya, ia menggenggam pisau di tangannya—membiarkan nalurinya. Junkyu mengangkat wajahnya dan menusuk kepala—tepat menancap kokoh di dahi Haruto. Junkyu mengeluarkan seluruh tenaganya untuk memutarkan pisau itu agar lubang yang dihasilkan lebih besar. Haruto meraung keras, keempat tangannya memegang erat-erat tubuh Junkyu.

Anak panah menembus punggung Junkyu, ternyata Ibunya sendiri yang melepas anak panah itu untuk menyakiti anaknya. Satu anak panah lagi menebus punggungnya, namun Junkyu masih diam dan fokus menghancurkan wajah Haruto. Junkyu mencabut lagi pisau itu dan menusuk sembarang wajah Haruto tanpa berkedip sedikitpun, darah yang keluar membasahi wajahnya, sebagian pun masuk ke mata Junkyu.

Doyoung mengigit bibirnya, tangannya menggenggam erat anak panah di pahanya. Kedua matanya tertutup rapat dan ia menarik anak panah itu dari pahanyanya, mengabaikan darah yang mencuat keluar. Doyoung pun berdiri dan berlari meskipun kakinya terasa sakit, anak itu menancapkan anak panah tepat di leher Yuha. Membuat wanita itu kehilangan fokus dan anak panah yang ditariknya dari busur tepat mengenai bahu Nenek.

Junkyu di dorong oleh Haruto, namun Junkyu tepat bersikukuh dengan pisau di tangannya. Ia terus mengayunkan tangannya, melukai Haruto bertubi tubi tanpa jeda waktu yang lama. Sampai akhirnya Haruto ambruk, darahnya membanjiri lantai. Ia bernafas berkali-kali namun sayang sekali, Hanju memukul leher Junkyu dengan balok besar. Berhasil membuat Junkyu tumbang, anak itu tampak tak bergerak di lantai sana. Balok yang ada di tangan Hanju terlihat menyisakan bekas darah dari Junkyu.

Doyoung menelan ludah melihat Junkyu, Doyoung mencabut anak panah yang ada di leher Yuha. Dan sekali lagi, ia menusukkan ujungnya di tempat yang sama, Doyoung terduduk lagi saat lipatan kakinya di tendang oleh Hanju. Doyoung ingin sekali berteriak sekeras-kerasnya, namun mulutnya harus ditutup rapat-rapat. Doyoung merangkak tepat ke bawah Nenek, dan satu anak panah lagi menembus perut Nenek. Ternyata keahlian Yuha menggunakan senjata itu terbilang amatir.

Tangannya menyentuh setiap darah yang mengotori lantai. Ia merangkak seolah-olah benar-benar bisa pergi secepatnya, ia lupa kalau Hanju sangatlah sehat. Hanju pun mendatanginya dan memegang kakinya, menarik Doyoung kembali ke bawah tali. Dirinya yang lemah tak dapat berkutik, ia benar-benar sudah di bawah tali yang akan kembali di lingkaran ke lehernya. Nenek kembali berdiri dan tersenyum seram, Hanju dan Yuha pun kembali berdiri ke tempat sebelumnya. Seruan mantra-mantra aneh kembali terdengar dari mulut mereka, terdengar sangat berisik memenuhi ruang sepi.

Doyoung kembali seperti semula, ia di angkat ke udara dengan lehernya yang kian tercekik. Nenek terus menerus menatap wajahnya dan hal itu membuat rasa tercekiknya kian mengerat, namun ada sesuatu yang disembunyikan Doyoung dari balik piyamanya. Meskipun Junkyu tak kunjung sadar, atau mungkin sudah mati. Doyoung sudah berjanji, akan bertahan sampai akhir. Matanya masih bisa melihat apapun dengan jelas meskipun napasnya terus sesak.



🔸🔹🔸🔹

BONEKA DAGING

BONEKA DAGING | DOYOUNG & JUNKYU✓Where stories live. Discover now