CHAPTER #15

439 91 5
                                    

  Doyoung masih belum bereaksi, ia terdiam menatap punggung Mashiho. Kedua tangan Doyoung bergetar, obat yang ada ditangannya jatuh ke lantai tepat pada air liur Mashiho yang banjir di lantai.

"Mundur Doyoung!" Junkyu mengeraskan suaranya—berdiri dan menarik tangan kanan Doyoung, memaksa adik sepupunya untuk segera menjauh.

"Bukan itu yang harus kita lakukan, Junkyu." Bisik Doyoung, kedua matanya menatap ke arah wajah Junkyu yang tampak perhatian namun juga mimik wajahnya seperti orang marah.

  Junkyu terdiam sejenak, membuang muka dan melepas genggaman tangannya dari Doyoung. Junkyu menatap punggung Doyoung yang membungkuk di depan Mashiho, tanpa rasa jijik sedikitpun—Doyoung membalikkan badan Mashiho menjadi telentang. Doyoung sendiri tidak tahu harus berbuat apa, namun ia berusaha untuk memberikan pertolongan kepada Mashiho. Doyoung menatap piyamanya, lalu membersihkan wajah Mashiho dengan piyama yang dikenakannya. Doyoung menepuk-nepuk pipi Mashiho—Doyoung kian semangat saat melihat mata Mashiho terbuka sedikit.

"Mashiho!" Doyoung menoleh ke belakang, matanya menatap wajah Junkyu dan juga Haruto yang tidak bereaksi. Doyoung sebetulnya bingung kenapa mereka tidak berusaha untuk memberikan pertolongan kepada Mashiho, saudara sepupu mereka juga.

  Doyoung menaruh kepala Mashiho di atas pahanya, lalu memijit bahu hingga dada Mashiho bahkan—Doyoung membuka piyama Mashiho dan mengurut perutnya kalau-kalau Mashiho masuk angin atau semacamnya. Muntah itu mungkin karena Mashiho tidak memakan apapun, atau mungkin ada sakit yang dideritanya entah itu asam lambung atau masalah pencernaan sekalipun.

Tangan kiri Mashiho bergerak perlahan dan berhenti tepat menyentuh pipi kanan Doyoung, bibir Mashiho tampak bergerak seperti ingin mengatakan sesuatu namun urung. Doyoung menatap wajah pucat Mashiho tak sabaran lagi menunggu kata yang akan terucap dari bibir Mashiho yang membiru. Doyoung panik, tidak tahu harus memberikan pertolongan apa dan melakukan apa saja. Sedang Junkyu dan Haruto sedikit pun tidak merespons suasana genting ini.

"Bibi Neet, apa yang harus kita lakukan?!" Doyoung hampir saja menangis, wajahnya kacau dan matanya menatap penuh harap pada bibi Neet, satu-satunya yang bisa memahami situasi ini mungkin hanya bibi Neet.

  Bibi Neet hanya menggeleng, namun ia melangkah dan menyentuh pundak Doyoung. Ia juga menatap wajah Mashiho yang kian pucat, kedua mata Mashiho hampir tertutup terlihat pula matanya itu tak lagi memancarkan aura kehidupan. Sepertinya sebentar lagi, Mashiho akan segera menyusul keluarga besar yang lebih dahulu pergi.

Mashiho berusaha menyampaikan sesuatu namun usahanya tidak berhasil, tangan kiri Mashiho jatuh ke lantai, tepat mengenai air liurnya sendiri. Doyoung beberapa kali memanggil nama saudara sepupunya itu namun tak ada jawaban sedikitpun, matanya yang terluka mengeluarkan belatung kecil yang mulai mengigit area mata sampai pipinya. Sedangkan satu mata kiri Mashiho yang awalnya tertutup rapat sekarang terbuka, tentu saja hal itu membuat Doyoung terkejut setengah mati.

"Mashiho, kau baik-baik saja? Apa kau sudah meninggal?" Doyoung bermonolog, sedangkan Junkyu dan Haruto langsung waspada dan bibi Neet langsung bergerak dengan menjatuhkan kepala Mashiho dari paha Doyoung.

Doyoung masih terdiam, matanya terus menatap mata kiri Mashiho yang tiba-tiba terbuka lebar, beberapa detik kemudian entah darimana datangnya  seekor lalat besar hinggap tepat di bola mata kiri Mashiho—tentu saja hal itu menghasilkan reaksi dari mata itu untuk berkedip beberapa kali, untuk terakhir kalinya, Doyoung menyentuh pipi Mashiho, sangat dingin seperti membeku.

Doyoung segera berdiri dan mundur hingga beberapa langkah, kedatangannya itu disambut pelukan hangat dari Junkyu yang kebetulan sekali berada di belakangnya. Bibi Neet melangkah menuju ketiga keponakannya berkumpul, namun sayang ia tergelincir karena tak hati-hati menginjak lantai licin akibat air liur kental dan bau milik Mashiho.

Haruto segera bergerak dan mengulurkan tangannya untuk segera membantu bibi Neet, bibi Neet menyabut uluran tangannya namun sayangnya, kaki bibi Neet tak dapat diangkat—air liur itu seperti lem yang sangat lengket.

"Tinggalkan aku, Haruto." Ucap bibi Neet, hal itu langsung saja dituruti oleh Haruto. Ia segera menjauhi air liur yang diluar pemikiran manusia—air liur kental dan bau itu menyebar cepat seperti ombak yang menyapu bersih pasir pantai.

Ketiga saudara bersepupu itu berlari dan berdiri bertumpuk di atas sopa yang tidak terkontaminasi, Doyoung berkali-kali memanggil bibi Neet berharap sekali bahwasanya ia bisa berkumpul dan selamat dari Mansion ini tanpa kehilangan siapapun. Mulut berisik Doyoung dibekap tanpa permisi oleh Junkyu, Doyoung pun terdiam, sepasang mata dan telinganya mendengar dengan jelas suara berisik yang mengerikan dari jasad Mashiho. Bibi Neet menutup matanya.

Jari-jari tangan Mashiho bergerak pelan namun suara tulang yang patah terdengar sangat jelas di malam sunyi ini, Mashiho berdiri layaknya manekin kaku yang diletakkan di etalase toko oleh manusia—namun tidak terlihat ada manusia yang meletakkan manekin versi Mashiho itu. Belatung kecil yang bergerumun di mata kanan Mashiho yang membusuk terlihat menggeliat, namun semakin dilihat dengan lama para belatung itu bergerak cepat seperti rayap—belatung itu memakan habis daging wajah kanan Mashiho. Belatung itu kian membesar bahkan sudah seukuran jari telunjuk manusia, belatung itu jatuh kekenyangan tepat di lantai basah.

  Setengah wajah Mashiho sudah tengkorak, sedangkan sebelah kirinya masih manusia utuh, lalat yang terjebak di dalam kelopak mata Mashiho juga jatuh ke lantai. Mashiho diam di tempatnya, tapi belatung sebesar ibu jari itu merayap mendekati bibi Neet yang terjebak, bibi Neet semakin menutup matanya—ketika belatung itu merayap tepat di kakinya, belatung gemuk itu masuk ke dalam pakaian dan mengigit daging bibi Neet, mereka menggerogoti tubuh bibi Neet. Dari kaki hingga seluruh badan bibi Neet habis dimakan, suara kunyahan dan darah yang menetes mewarnai air liur kental itu terdengar sangat jelas, semacam suara paling menyeramkan yang pernah terdengar seumur hidup ke-tiga saudara bersepupu.

Bibi Neet berteriak sakit, pakaian terlepas karena seluruh dagingnya sudah habis, mata ke-tiga keponakannya yang tersisa menatap takut, mata mereka terbelalak saat menyaksikan sendiri betapa rakusnya belatung itu menghabisi nyawa manusia, kaki hingga pinggang bibi Neet tidak tampak seperti manusia lagi, tersisa tulang tengkorak yang kotor oleh darah. Bibi jatuh telentang, dan para belatung yang semakin gemuk itu menyambar umpan yang sangat mereka sukai. Bibi Neet seperti kail pancing dengan umpan lezat yang diperebutkan banyak ikan.

Belatung itu sudah menjauhi tubuh bibi Neet yang tersisa tengkorak saja, napas Doyoung rasanya berhenti setelah melihat hal itu. Ia takut, sekarang yang ada dipikirannya adalah bagaimana caranya menyelamatkan diri dan keluar dari Mansion ini secepatnya. Belatung itu diam, dan tiba-tiba saja meledak menghamburkan daging yang sudah menjadi bubur dan juga darah yang mencair, ruang unit kesehatan warnanya berubah merah. Wajah dan pakaian ketiga bersepupu ikut kotor, bau sekali daging itu, bubur daging bibi Neet yang dengan cepat sudah membusuk.

"Malam sunyi, ku berlutut dan membelai rambutnya. Anak-anak kesayangan, ayo tidur sayang," Mashiho bernyanyi dengan suara dalamnya yang halus dan bergaung di ruangan ini.

"Waktunya tidur saudara-saudara ku." Mashiho tersenyum lebar, dan membuka mulutnya, mengeluarkan air liur bercampur darah, dan tersenyum lagi. Matanya menatap satu-persatu saudara sepupunya dan berkata lagi, "kalian manis sekali."

Tangan kanan Mashiho menyambut pisau kesehatan yang pastinya lebih tajam dibanding pisau dapur, pisau itu melayang dan dengan sangat pelan berada dalam genggaman tangannya. Mashiho menjilat pisau itu—berhasil membelah lidahnya sendiri layaknya lidah ular yang bercabang.

"Do-doyoung? Ku rasa kau yang paling manis, bau darah mu, segar sekali." Bisik Mashiho berbicara jelas meskipun lidahnya sudah belah dua.



🔹🔸🔹🔸

BONEKA DAGING

BONEKA DAGING | DOYOUNG & JUNKYU✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang