Chapter #05

576 128 4
                                    

  Di dalam kamar, Junkyu membantu Doyoung memijit pinggangnya yang katanya masih sakit. Dua bersepupu itu saling diam, sambil memijit pinggang Doyoung, Junkyu sendiri sedang memikirkan perkataan Haruto mengenai upacara dan  juga ucapan ngelantur kemana-mana mengenai hak memiliki Doyoung.

Doyoung sendiri sedang menahan bengkak pada sepasang bibirnya karena dua potong Apel yang berhasil masuk ke mulutnya, belum lagi bersin yang terus-menerus  dan pilek membuat Doyoung benar-benar terganggu. Setalah selesai memijat pelan pinggang adik sepupunya, Junkyu pun segera menyuruhnya duduk bersandar agar tetap tegap.

"Kau bawa obat alerginya?" Junkyu bertanya dengan kening yang berkerut, dirinya sangat memprihatinkan keadaan adik sepupunya itu. Apalagi, Junkyu merasa sangat bersalah karena meninggalkan Doyoung sendirian padahal dia sendiri tahu, Haruto dan Asahi selalu mencari kesempatan untuk menganggu Doyoung. Terbesit pula dipikiran Junkyu, kenapa Mashiho jarang terlihat saat pesta itu.

"Ya, aku bawa. Ada di dalam tas." jawab Doyoung sambil menahan bersin, namun di akhir ucapannya bersin itu sudah tak tertahan lagi.

"Apa perlu ku beritahu orang tua mu?" Junkyu berjalan dan berhenti di depan tas super besar milik Doyoung, kakak sepupu itu mencari obat yang dimaksud Doyoung.

"Jangan! Aku tidak mau mereka mengetahui soal ini." Doyoung dengan suara hidungnya karena pilek,  melarang dengan tegas.

"Mereka tidak tahu kau alergi Apel?" Junkyu bertanya dengan kesibukannya, kedua tangannya mengeluarkan beberapa novel yang dibawa Doyoung lalu memeriksa di bawah novel tersebut, hanya ada sikat gigi dan gunting. Entahlah, untuk apa Doyoung membawa gunting.

"Maksud ku, aku tidak memiliki alasan yang jelas kenapa alergi ini kumat."

"Begitu." Junkyu mengangguk kecil, matanya masih lincar mencari obat alergi, dan akhirnya menemukan sebuah dompet kecil yang ternyata berisi obat-obatan, juga salep luka dan kapas. Junkyu sendiri mengagumi  ketersediaan Doyoung atas segala sesuatunya.

"Omong-omong, kau lihat sepupu kita, si Mashiho?" Junkyu memasukkan kembali novel yang dikeluarkannya lalu menutup kembali tas itu. Junkyu melangkah dan mengutarakan pertanyaannya ketika dia memberikan dompet berisi obat itu pada Doyoung.

  Doyoung tidak bersuara, dia hanya menggeleng sambil menerima obat alerginya dan segera meminumnya agar segera pulih. Baru beberapa menit mereka saling diam, suara bel kembali berteriak keras memanggil mereka untuk segera turun ke bawah.

"Ah, menyebalkan!" Junkyu berbisik kesal, lalu menatap Doyoung yang sudah meminum obatnya dan bersiap turun ke bawah.

🔹🔸🔹🔸

Semua orang turun ke bawah, hal yang pertama dilihat Doyoung adalah ruang gelap dengan cahaya temaram lilin merah yang disusun melingkar. Doyoung sendiri menduga pasti ada yang ulang tahun lagi, atau memperpanjang pesta ulang tahun Zivan. Doyoung masih merasakan bibirnya yang bengkak,  kepalanya menoleh ke kanan-kiri dan depan-belakang mencari Zivan. Namun tidak menemukan batang hidungnya, mungkin sudah turun lebih awal.

Semua orang berdiri berbaris melingkar, tangannya saling bergandengan membentuk semacam pagar dan Doyoung melihat Zivan duduk di tengahnya. Sepupu termuda itu memegangi dupa di kedua belah tangannya, suara ber–dehem Kakek dan tatapan tajam Nenek membuat Doyoung semakin terkejut.

"Kalian semua, berbaris berhadapan sesuai pasangan keturunan." Kakek bersuara tegas, membuat Doyoung semakin kebingungan, dirinya sempat saling menatap dengan Junkyu yang sama-sama bingung, hal demikian tidak pernah terjadi di liburan tahun-tahun sebelumnya.

"Haruto dan Doyoung, berdiri berhadapan sejajar dengan lilin memanjang di dekat kalian berdiri." perintah Nenek dengan suara bergetar dan pelan membuat Doyoung seketika merinding, bahkan Doyoung sendiri tidak menyadari ada lilin yang di susun memanjang di dekat mereka.

Haruto sengaja menyenggol bahu Junkyu dengan keras, tatapan puas Haruto tergambar jelas dan Junkyu mulai mengingat perkataan ngelantur Haruto saat pertengkaran kecil di undakan tangga. Apa maksud semua ini?

"Junkyu kau dan Mashiho, Asahi kau masuk ke dalam lingkaran dan berdiri di hadapan Zivan." Perintah dari Nenek kembali terdengar, suaranya menggema di dalam ruangan yang sangat tenang tanpa suara. Junkyu mematuhi saja perintah itu, begitupun Asahi yang segera berjalan masuk ke dalam lingkaran yang diberi  pagar para orang tua yang bergandengan tangan.

  Doyoung menyentuh bibirnya yang tidak terlalu bengkak, mungkin obat yang dikonsumsinya sudah bereaksi, ini lebih cepat daripada biasanya. Doyoung menatap Haruto beberapa detik lalu berpindah pada barisan Neri dan Doyu yang berdiri terpisah, bahkan dirinya melihat Neri ibunya itu menggandeng tangan laki-laki lain yakni Ayahnya Junkyu.

Doyoung kembali menatap wajah Zivan, kedua matanya menatap lekat pada Asahi yang berdiri di hadapannya. Kedua tangannya masih memegangi dupa, suara benda pecah membuat Doyoung tersadar namun hal tersebut membuatnya benar-benar syok, Doyoung melihat dengan jelas Asahi meletakkan kedua tangannya di bahu Zivan dan melepas pakaian atasnya, anehnya hal tersebut di ikuti para orang tua yang melepaskan pakaian orang lain, pakaian yang bukan orang mereka nikahi.

Dirinya lebih terkejut, saat Haruto yang selama ini selalu mengganggunya meletakkan kedua tangannya seperti yang dilakukan Asahi. Doyoung memegangi piyamanya saat Haruto melepas satu persatu kancingnya, bahkan Doyoung menahan jari jemari Haruto dan menepisnya dengan penolakan mentah.

"Doyoung, ikuti proses upacara ini sampai selesai. Hanya beberapa detik." Suara Kakek begitu tegas, membuat Doyoung diam, namun dirinya benar-benar risih melihat hal saat ini. Ini benar-benar aneh, Doyoung menoleh ke arah Junkyu, ternyata kakak sepupu terdekatnya itu sedang mengikuti proses, Junkyu melepas satu persatu kancing piyama Mashiho, sedangkan Mashiho menutup kedua matanya.

"Junkyu!" Doyoung memanggilnya, saat Junkyu mendekatkan wajah dan bibirnya ke bibir Mashiho. Namun tanpa sadar,  wajah Haruto sendiri sudah teramat dekat dengan wajahnya, bahkan bibirnya mereka hampir bersentuhan. Hal tersebut membuat Doyoung menjauhkan kepalanya. Matanya kembali menatap Junkyu yang sudah menempelkan bibirnya dengan Mashiho.

"Akh!!" Erang kesakitan terdengar jelas di telinga Doyoung yang masih berusaha menghindar, kali ini dirinya mendorong Haruto dengan kuat.  Kedua mata Doyoung melihat Zivan sudah berdiri di undakan tangga, memegangi pisau besar yang telah ia gunakan untuk merobek leher hingga perut Asahi.

Doyoung pucat, jantungnya berdetak sangat kuat, bahkan terasa sampai piyama yang membungkus tubuhnya. Doyoung juga melihat para orang tua saling berciuman dengan orang-orang yang tidak mereka nikahi, Doyoung melihat Neri berciuman dengan Ayahnya Junkyu. Ini gila!

"Doyoung!" suara Junkyu terdengar sangat nyaring, membuat semua orang yang sedang asik berhenti.

Junkyu berdiri di sebelah kanan Doyoung, sebuah pertanyaan terbesit dari tatapan matanya. Zivan melangkah santai membawa pisau berlumuran darah, dan secara tiba-tiba sudah menunggangi Kakek dan menusuk kepala Kakek dengan pisau yang digenggamnya.

Doyoung bersuara keras, begitupun semua orang yang ada di dalamnya. Seketika malam liburan kali ini sangat menegangkan, lantai Mansion banjir darah yang begitu banyak.

Zivan meloncat dan menusuk leher Neri, matanya menatap Doyoung yang berteriak keras memanggil Ibunya. Zivan tersenyum ganjil, lalu menjilat darah yang mengguyur turun ke bahu Neri. Lalu, menusuk hingga berkali-kali sampai leher itu hancur, lunak seperti bubur kelebihan kuahnya.

Mata Neri terlihat mengkilap karena pantulan cahaya lilin merah malam ini, mata itu menatap Doyoung yang menangis tersedu-sedu. Ada apa ini?

"Doyoung, ikut aku. Cepat!" Junkyu berbisik keras, dan menarik tangan kanan Doyoung untuk segera pergi dari Mansion.






🔸🔹🔸🔹

BONEKA DAGING

BONEKA DAGING | DOYOUNG & JUNKYU✓Where stories live. Discover now