CH. 34

265 51 1
                                    

  Asahi menjilat bibirnya, sedangkan Doyoung masih terdiam tanpa berkedip di depannya. Kaki laba-labanya bergerak serentak saat Doyoung mulai melangkah mencari cara menghindar, jaring laba-laba, ya, hal aneh yang dimiliki manusia ada padanya. Penampakan Asahi seperti monster yang digambarkan pada novel-novel thriller yang pernah dibacanya.

  Asahi merayap dengan enam kakinya, mulutnya menyemprotkan benda putih ke sembarang arah, beberapa dari tembakan itu mengenai kaki dan tangan Doyoung, lengket dan membuat Doyoung terpaku di tempat. Mata Asahi yang merah membuat Doyoung masih tidak percaya, bahwa mayat pertama yang telah mati hidup kembali, tiba-tiba terbesit di kepalanya sebuah pesan dari Junkyu di buku itu bahwa roh leluhur bisa memanfaatkan mayat saudara sepupunya yang lain.

  Mata Doyoung begitu rinci mengikuti gerakan Asahi yang bergerak liar sambil menyemprotkan jaringnya ke sembarang arah, sekarang Ia paham. Asahi tidak bisa melihat dengan jelas keberadaannya. Doyoung cukup lega akan hal ini, kesempatan untuk bergerak menjauhi kepala Asahi cukup besar, Doyoung melangkah namun tiba-tiba saja Asahi dengan kaki laba-laba itu merayap cepat dan menempel di punggungnya, perkiraan Doyoung sangat salah. Suaranya berdesing membuat Doyoung merinding sekejap, ia panik sambil berusaha melepaskan Asahi darinya.

  Asahi berpindah ke atas kepalanya, dan Doyoung bisa melihat dengan jelas bahwa kaki laba-laba itu memiliki mata pisau tajam seperti jarum, jelas Doyoung tahu apa yang akan dilakukan Asahi.  Doyoung menangkap dua kaki Asahi, namun hal itu malah membuatnya tak seimbang dan berakhir ambruk di lantai.

  Asahi merayap menggerayangi tubuhnya, kaki-kaki jarum itu sekarang terasa menembus perut dan beberapa bagian tangan Doyoung—ia bisa merasakan sendiri saat jarum itu kembali dicabut saat Asahi berpindah. Doyoung mengangkat kedua kakinya, dan menjepit kepala Asahi. Doyoung bisa bangun dengan leluasa, Ia duduk di tempat sambil memegang kepala Asahi dengan kuat, giginya bergemelatuk dan urat di kedua tangannya tampak keluar dengan jelas, Doyoung mengabaikan setiap tusukan jarum yang melukai tangannya saat ia berusaha memiringkan kepala Asahi sebisa mungkin.

  Kaki laba-laba Asahi melemas, dan Doyoung mengembuskan napasnya dengan kuat, banyak sekali udara yang masuk ke pernapasannya. Ia mengambil oksigen sebanyak-banyaknya, jari-jarinya tampak gemetaran karena ia berhasil beradu tenaga dengan Asahi. Doyoung berhasil mematah leher Asahi, ia diam sebentar di sana. Ada pertanyaan yang muncul di kepalanya, apakah dengan seperti ini ia bisa bertahan? Apakah harus saling membunuh dan menjatuhkan agar menjadi pemenang. Apakah kehidupan di dunia ini memang harus melakukan kekerasan, jika memang harus, kenapa dirinya merasa bersalah? Kenapa harus menyesali perbuatannya sendiri.

  Doyoung menatap kaki laba-laba itu kaku, Doyoung menutup matanya sebentar lalu mulai memikirkan cara mencari jalan keluar. Pikirkan cara, itu yang dikatakan Junkyu padanya. Doyoung membuka matanya dan berniat untuk pergi lantai tiga saja, ruang TV dan beberapa alat elektronik ada di sana. Siapa tahu, Doyoung bisa menemukan sesuatu yang dapat memberi penerangan juga cara jitu membongkar jendela ataupun pintu.

  Sebelum ke lantai tiga, tentu saja Doyoung harus melewati lantai dua—tempat di mana kali pertama ia dan saudaranya bersembunyi. Tiba-tiba mata Doyoung terarah pada lift, Doyoung lupa, Mansion ini memiliki lift menuju lantai atas yang dikhususkan untuk kerabat mereka yang lansia ataupun cacat fisik.

  Doyoung melangkah cepat dan segera masuk ke dalam lift, saat lift bergerak menuju lantai tiga—Doyoung merasa tenang dan nyaman, ia bisa mengambil napas leluasa. Namun, keningnya mengerut saat ia teringat apa pengaruh besar lift, benar, jawabannya adalah listrik. Doyoung bertanya-tanya, bukankah listrik di Mansion ini mati? Kenapa sekarang bisa menggunakan lift.

  Setetes air hangat jatuh tepat membasahi dahinya, Doyoung segera menyeka menggunakan jari kanannya. Ia menatap cairan kental itu dan sangat ragu untuk menatap ke atas, namun nalurinya kuat sekali untuk memaksa Doyoung mendongak ke atas. Benar, Doyoung mendongak ke atas dan matanya melihat kehadiran Mashiho yang menempel di sana, belatung-belatung gemuk dari wajahnya jatuh tetap di pipi Doyoung — hal itu membuatnya panik dan berharap lift berhenti sesuai harapan. Namun gerakan lift ini terasa lambat dan akhirnya berhenti di tengah-tengah, Doyoung menekan tombol berkali-kali dan berakhir memukul pintu lift dengan keras.

"Nenek sudah bilang, tidak ada yang bisa keluar dari sini." Ucap Mashiho sambil bergerak turun, Doyoung putus harapan mendengar suara itu, ia sudah yakin tidak akan bisa keluar dari Mansion ini sampai ia mati.

  Doyoung tidak memiliki siapapun kecuali dirinya sendiri, Doyoung sendiri mengaku kalau dirinya tidak akan bisa hidup sampai sekarang kalau bukan perjuangan Junkyu yang berusaha melindunginya, Doyoung akui ia tak dapat mandiri, dia masih membutuhkan Junkyu untuk berlindung, ia benci sebagai Doyoung yang  penakut, ia benci menjadi Doyoung yang manja, ia benci menjadi Doyoung yang selalu mengharapkan kakak-kakak sepupunya yang telah mati. Kenapa bisa berakhir demikian, Doyoung tidak tahu.

"Mama! Aku sudah bilang tidak ingin ikut liburan ini!" Doyoung meringis takut dan terduduk bersandar, ia memukul lantai dan menangis karena kesal dengan sikap egois orang tuanya yang sangat memaksa dirinya untuk datang kemari, lebih baik menikmati liburan di rumah atau berkemah di kebun bersama teman-temannya dan mengundang Junkyu ke perkemahan itu.

  Mashiho memiringkan lehernya, dan satu matanya tampak keluar dari rongganya saat ia menatap wajah Doyoung. Kakinya melangkah tertatih dan tangannya tampak kaku, belatung berjatuhan ke lantai setiap kali ia bergerak. Mashiho menjatuhkan pisau melihat Doyoung tampak pasrah, Mashiho membuka mulutnya dan mengeluarkan usus kecil yang pernah dipotong Doyoung—rupanya usus itu bisa beregenerasi sama seperti kaki Nenek yang pernah dipotong.

  Usus kecil itu melingkar di leher Doyoung, ia masih diam saat benda kental nan dingin itu melilit lehernya. Doyoung masih menangis meratapi nasibnya yang seperti ini, harus bertemu makhluk mengerikan yang tak pernah ada di kepalanya, harus mati di Mansion ini bersama-sama. Bukankah ini buruk.

Usus di lehernya mulai mengeras, Doyoung berguling sedikit dan berhasil mengambil pisau di lantai ia segera menebas usus kecil itu dan berdiri di belakang Mashiho.

"Junkyu bilang, aku harus marah." Doyoung menusuk satu-satunya mata Mashiho—berharap dengan begitu roh leluhur yang memanfaat fisik saudara sepupunya tidak bisa lagi, sebab mereka memiliki beberapa orang vital yang rusak. Benar, sekarang Doyoung tahu jawabannya. Ia harus membutakan saudara sepupunya, dengan begitu iblis ataupun roh-roh jahat tidak dapat mengendalikan tubuh mereka.

  Doyoung menguatkan hatinya dan mencabut pisau itu dengan kasar, lalu ditusukkan lagi olehnya tepat di tengah-tengah leher Mashiho dan dibelah nya sampai ke ujung perut, saat perut itu robek, Doyoung mengetahui bagaimana di dalamnya, benar adanya bahwa Vinbi membusukkan organ dalam dan mulai mengendalikan mereka dengan bebas.  Doyoung melihat, banyak sekali belatung dan serangga-serangga aneh yang begitu menyukai daging busuk.

🔹🔸🔹🔸

BONEKA DAGING

BONEKA DAGING | DOYOUNG & JUNKYU✓Where stories live. Discover now