CHAPTER #12

429 95 11
                                    

Langkah kaki ketiga kakak sepupu Doyoung berhenti tepat di undakan tangga tempat mereka bertemu dengan Haruto, bau amis darah tercium begitu menyeruak, membuat perut siapapun mual dan juga merinding melihat tubuh tanpa kepala bersandar di pagar pengaman tangga.

Junkyu menelan salivanya, lalu turun ke bawah menyapa setiap anak tangga yang membawanya ke rubanah. Ekor matanya melihat sepatu Doyoung, bergegaslah ia melangkah tepat pada koridor gelap yang tersembunyi di bawah tangga. Ternyata ada jalur di sana, dirinya diikuti Haruto dan Mashiho melewati koridor gelap tanpa sebutir lampu. Mashiho terlihat meremas kantong celananya, dan memberikan HP miliknya pada Junkyu yang memimpin di depan-sedang Mashiho paling belakang.

Junkyu menyambut HP itu dan segera menyalakan senter, sekarang mata mereka bisa melihat sendiri bagaimana kotor dan menjijikkannya koridor ini. Matanya melihat Zivan begitu enteng menyeret Doyoung yang sudah tak sadarkan diri, kebetulan Junkyu juga melihat bagaimana Zivan membenturkan kepala Doyoung ke dinding yang keras, membuat anak itu pingsan dengan darah di pelipisnya.

Junkyu dan kedua sepupunya tepat berdiri di depan pintu kayu yang begitu kuat, terbuat dari kayu ulin yang berusia begitu tua, kira-kira berapa lama juga kah usia Mansion ini berdiri. Di rubanah ini, terasa pengap namun lembab, Junkyu dan kedua saudara sepupunya mengintip lewat sela pintu kayu ulin susun ini, mereka menangkap ruangan terang dengan pencahayaan tradisional tahun 1950-an. Yakni obor dan beberapa lampu teplok yang digantung rapat, juga lentera. Di balik sela kecil ini, mata Junkyu tidak mungkin salah melihat keberadaan Bibi Neet, Zivan, Doyu, dan Tante Dissa-ibunya Mashiho.

"Mereka ada di dalam." Bisik Junkyu memberi tahu Mashiho dan Haruto.

"Siapa? Doyoung dan Zivan?" Dua pertanyaan dari Haruto terdengar antusias dengan suara rendah yang sengaja dikecilkan.

"Ya, ada Ayahnya Doyoung, Bibi Neet dan," Matanya yang tadi masih sibuk memperhatikan kondisi di dalam sana, kini menatap Mashiho yang berdiri di sebelahnya, "Dan Ibu mu, Mashiho."

"Apa mereka hanya menyelamatkan Doyoung saja?" Haruto geram, rupanya setengah dari para orang tua berdiam aman di dalam sana, dan membawa Doyoung bergabung dengan mereka. Jika itu bentuk menyelematkan Doyoung, maka ini tidak adil.

"Aku, tidak melihat keberadaan Doyoung di dalam." Tepat setelah mengucapkan kata itu, Junkyu, Haruto, dan Mashiho yang menempel di pintu kayu ulin itu terdorong ke depan karena pintunya terbuka, mereka juga jatuh terduduk di lantai dingin itu. Bukan, bukan karena pintunya tidak dikunci, melainkan Nenek yang datang dari belakang mendorong ke-tiga punggung mereka hingga masuk tanpa sengaja.

Semua mata tertuju pada mereka bertiga, Nenek melangkah pelan masuk ke dalam ruangan ini, wajahnya yang pucat dan keriput menatap sekilas ke arah Junkyu. Junkyu pun sama, ia menatap seisi ruangan ini, dirinya juga melihat keberadaan Doyoung, kaki-tangannya diikat dengan rantai dan Doyoung dengan kepala tertunduk itu di gantung layaknya patung Isa yang disalib.

Junkyu segera bangun, melangkah gentar mendatangi tempat duduk Doyu, matanya menatap ke lantai karena sebetulnya ada perasaan sakit yang amat dalam di hati Junkyu jika melihat wajah Ayahnya Doyoung itu. Junkyu menelan saliva, dia berdiri mematung di tempatnya, tepat di tengah-tengah ruangan itu. Junkyu mengalihkan pandangannya, ia menatap lekat pada Mashiho yang berada di pelukan Tante Dissa, Ibunya. Kedua bola mata Junkyu membesar saat melihat tangan kanan Tante Dissa menggenggam erat pisau dapur, Junkyu segera mengambil langkah dan segera bertindak dengan mendorong Tante Dissa yang masih memeluk putranya.

"Apa maksudmu, Junkyu?!" Mashiho meninggikan suaranya, ketika melihat Ibunya jatuh tersungkur di lantai. Hal itu juga membuat Haruto tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Semua mata tertuju pada aksi Junkyu.

Junkyu mengabaikan pertanyaan Mashiho, Junkyu hanya fokus pada Tante Dissa. Junkyu merebut pisau itu dari tangan Dissa, mereka sempat bergumul dan pisau itu di lemparkan oleh Tante Dissa tepat di bawah kakinya, Junkyu segera menjauh dan segera mengambil pisau itu.

"Kau yakin, Dia Ibu mu?" Junkyu memperlihatkan pisau itu tepat di depan wajah Mashiho- mata keduanya saling tatap dengan raut wajah dingin yang penuh komunikasi dibalik tatapan mereka itu.

Junkyu berbalik, kedua kakinya begitu berani melangkah dan berhenti tepat di tengah ruangan. Mata Junkyu menatap tubuh lemas nan pucat yang di gantung di dinding dengan simbol-simbol aneh. Dia berucap dengan tegas, " Lepaskan Doyoung! Bukankah kau Ayahnya? Kenapa diam saja? Dia putramu-"

Plak!

Suara keras dan tegas Junkyu terputus dan dijawab dengan tamparan keras dari Tante Dissa. Bibi Neet menutup mulutnya, menatap prihatin pada Junkyu yang berhadapan langsung dengan Tante Dissa, matanya juga tak luput dari perhatian Haruto dan Mashiho. Junkyu mengangkat wajahnya, di saat itulah pisau yang awalnya ada di tangan Junkyu sudah menyayat pergelangannya sendiri, ternyata Tante Dissa yang melakukannya.

Haruto mengambil langkah, berniat membantu Junkyu, benar sekali bahwasanya semua ini tak beres. Namun sayangnya, Zivan sudah duduk bersila tepat di depan kaki Haruto-membuatnya terkesiap dan menunda niat. Zivan tampak lelah, mata Haruto tak salah tangkap kalau wajahnya terlihat pucat nan kebiruan, bak tak ada lagi darah yang mengalir di dalam tubuhnya, Zivan seperti mayat hidup yang berkeliaran. Mata Zivan perlahan-lahan tertutup rapat, Haruto terkesiap ketika anak itu tak lagi bergerak, napasnya juga tak terasa. Zivan kaku, tepat di depan kaki Haruto.

Di tengah sana, Junkyu sudah termundur takut, apalagi melihat Nenek dan Tante Dissa bisa dengan nikmatnya menjilati darahnya yang membahasahi pisau itu. Tak habis pikir jika diingatnya lagi bagaimana semuanya bisa terjadi demikian, suara parang tajam yang mengkilap keluar dari umpangnya. Dan perhatian Junkyu, Haruto, dan, Mashiho tertuju pada Doyu yang berdiri dari duduknya, lalu menyayat pergelangan kaki Doyoung, putranya sendiri.

Darah yang segar mengguyur membasahi sepatu yang dikenakan Doyoung, darah itupun tak luput membanjiri lantai putih ini. Junkyu mengumpat dan dengan berani berlari mendatangi Doyu, Tante Dissa dan Nenek begitu girang menunggu Junkyu sampai di hadapan mereka. Pisau dapur yang ada di tangan Tante Dissa pun sudah di acungkan ke depan, tepat ke arah yang berlawanan dengan Junkyu. Doyu tersenyum kecil, ia mengayun-ayunkan parangnya beberapa kali, entah persiapan apa itu. Mata Tante Dissa dan Nenek kian melebar dan membulat, kebahagiaan mereka tak bisa disimpan begitu saja-behar-benar antusias menunggu Junkyu.

"Junkyu!" Suara kecil Mashiho yang terdengar serak membuat Junkyu tak mendengarnya. Tatapan mata Mashiho pun kabur, kepalanya juga terasa sedikit pusing, matanya yang ditusuk pisau oleh Zivan jadi gatal-sepertinya akan ada pembusukan karena Doyoung dan Haruto tak jadi pergi ke ruang unit kesehatan, artinya mata Mashiho tak mendapat pengobatan.

"Junkyu! Mereka bisa membunuh mu!" Haruto berteriak, ia ingat bagaimana kepala Ibunya, si Haruka dipenggal kepalanya dengan mudah menggunakan parang yang di pegang Doyu.

🔹🔸🔹🔸

BONEKA DAGING

BONEKA DAGING | DOYOUNG & JUNKYU✓Where stories live. Discover now