Ch. 23

327 65 1
                                    

  Doyoung membuka matanya, tiba-tiba saja ia terbangun dari mimpi buruk yang begitu menyeramkan baginya, ia menoleh ke sana-kemari mencari keberadaan Junkyu yang terpisah di dalam mimpinya. Namun, mimpi itu benar bahwa Junkyu sedang tidak bersamanya. Ia segera berdiri dan mengambil lampu teplok yang ia letakkan di lantai, kakinya dengan cepat melangkah menuju tangga kayu untuk kembali ke atas mencari Junkyu yang mungkin ada di sana, namun kakinya berhenti tepat di anak tangga pertama.

  Ia terdiam di sana, kembali menatap pintu yang ditutup. Apa mungkin Junkyu sengaja meninggalkannya, itulah pikiran Doyoung saat ini. Namun, ia yakin sekali Junkyu meninggalkannya mungkin karena segera menjemput Haruto. Doyoung teringat potongan mimpi yang baru saja di  dapatnya, meskipun kepalanya terasa sakit karena tertidur belum mencapai satu jam.

  Doyoung berbalik dan melangkah kembali ke rubanah, ia segera berjalan mendatangi buku kuno yang menarik perhatiannya. Buku dengan sampul Manusia bertanduk rusa dan memiliki gigi babi hutan, Doyoung meletakkan lampu teplok di rak buku kosong, dan tangan kanan segera memegang buku tebal itu—Doyoung meletakkan buku itu di lantai dan menatap penuh pertanyaan pada sampul buku dengan gambar aneh namun cukup menyeramkan.

  Doyoung menelan saliva dan menyentuh tekstur sampulnya yang kasar dan berdebu, Doyoung tak sabar lagi dan segera membuka halaman pertama. Matanya berhasil menyipit saat di halaman pertama dirinya melihat gambar pada sampul buku yang di gambar manual, kali ini matanya bisa melihat dengan jelas bahwa gambar itu memiliki konsep gelap dan teori yang mungkin berlaku saat tahun delapan puluhan.

Doyoung menelan ludah dan membuka halaman kedua, ini adalah kertas cokelat yang bau, tebal seperti kertas buffalo di jaman modern. Jari telunjuk Doyoung mulai bergerak mengikuti setiap baris yang ditulis manual dengan tulisan rapi yang dengan mudahnya ia mengerti.

Buku ini adalah peninggalan sejarah sejak awal berdirinya kepercayaan baru yang dianut keluarga besar Vinbi di tahun 80—an sejak berakhirnya kasus Petrus atau penembakan misterius tepatnya pada periode 1982 di sejumlah kota besar Indonesia. Lebih dari seribu orang telah tewas dan ditemukan di jalanan kota, di tahun itu juga seribu orang tewas dibunuh karena di anggap preman jika bertato.

  Banyak sekali orang yang harus menelan pahitnya masa itu bagi orang-orang yang bertato, mereka diduga pembunuh atas meninggalnya orang-orang tak bersalah di setiap jalanan kota. Itu masa yang cukup pahit, dan sangat menyiksa keluarga besar Vinbi yang merupakan fans fanatik tato sebagai fashion, mereka menjadi tersangka atas penembakan misterius di era itu.

Doyoung menelan ludah lagi, ia semakin penasaran dengan buku yang saat ini dibacanya. Ia memahami dengan baik, dan tangan kanannya segera membuka halaman baru, matanya bagai kutu rambut di kepala anak perempuan yang menyisir setiap helainya.

  Buku ini, adalah milik pribadi keluarga besar Vinbi dan masih bertahan tanpa ada perubahan sedikitpun pada isinya. Buku ini di tulis oleh Vinbi sendiri, perempuan tua usia empat puluh tahun yang telah menjadi tersangka atas peristiwa Petrus pada tahun 1982. Bukan, tapi semua kerabatnya adalah korban pembunuhan sebagai hukuman karena tersangka kasus Petrus kala itu, hingga yang tersisa adalah Vinbi dan suaminya juga dua anaknya. Mereka melarikan diri ke hutan belantara dan membuat kehidupan baru di hutan itu.

  Doyoung terkejut, suara Junkyu terdengar sampai ke perpustakaan rubanah. Doyoung segera menutup bukunya dan memasukan benda misterius itu ke dalam tas. Ia kembali mengambil lampu teplok, dan bergegas menuju tangga. Kali ini dirinya sangat yakin, Doyoung setengah berlari meniti setiap anak tangga yang dilaluinya sampai akhirnya ia sudah berada di koridor gelap yang sangat sunyi, bau bangkai tikus tercium di hidungnya dan ia mengetahui  keberadaan bangkai itu.

  Entah kenapa, Doyoung jadi gentar untuk melangkah maju melewati koridor gelap nan sunyi itu. Ia berdiam mematung di tengah koridor, nyalinya begitu ciut untuk melangkah sendirian ke sana. Ia takut jika tiba-tiba Nenek atau mungkin Mashiho datang dengan sebilah parang di tangan. Wajahnya kotor dan tampak risau, Doyoung benar-benar bingung harus melanjutkan langkahnya atau kembali lagi ke rubanah itu menunggu Junkyu datang membawa Haruto dan siang akan tiba, mereka pun segera pulang dari Mansion ini.

  Suara Junkyu kembali terdengar disusul benda pecah yang menjadi sumber suara di Mansion sunyi, Doyoung menutup matanya rapat-rapat dan memajukan lampu teplok ke depan dada, ia melangkah pelan-pelan sambil mengigit bibirnya—matanya sedikit dibuka demi melihat jalur yang ia tuju.

  Tanpa ia ketahui, lipan seukuran dua kali jari orang dewasa berjalan di atas sepatunya, setiap sudut koridor gelap ini sebetulnya dipenuhi serangga aneh dan berbahaya hal itu terbukti ketika cahaya temaram lampu teploknya tak sengaja menyinari sepanjang sudut koridor. Doyoung membuka matanya dengan lebar, lalu bergerak pelan menuju ruang utama Mansion. Dari kejauhan ini, Doyoung seperti satu-satunya kunang-kunang yang bermain sendirian di tempat tertutup, kunang-kunang manis yang tersesat itu adalah incaran makhluk-makhluk tak masuk akal, seperti Zivan dan Mashiho, juga Neneknya yang lebih aneh.

  Doyoung tak sadar dia telah melangkah ke mana, ia sadar kalau ia tak hafal denah Mansion yang membuatnya terdiam di sudut yang berdekatan dengan tangga kayu yang rubuh, ia menatap tangga itu dan menatap ke ujung sana, satu tangga lagi namun itu adalah tangga utuh. Doyoung memperhatikan sekelilingnya, dan ia mulai melangkah mendekati tangga utuh. Kakinya menginjak anak tangga yang pertama, kakinya terlihat bergetar dan Doyoung merasakan dingin pada satu kakinya yang tak lagi tertutup celana.

"Junkyu, kau di bawah? Aku takut di sini." Ucap Doyoung sambil melangkah ragu turun ke bawah, dirinya mendengar suara berisik dari ruang bawah tanah yang memiliki bilik rapat.

  Bau anyir darah membuat perut Doyoung mual, namun ia bertahan dan tetap melangkah—tak sadar bahwa Doyoung pernah datang ke tempat itu saat Haruka tewas kehilangan kepalanya. Secepat itu Doyoung bisa lupa. Doyoung mendengar bisikan-bisikan tidak jelas dari bilik rapat yang di di sampingnya, ia semakin mendekat dan menguping pembicaraan itu. Namun anehnya, suara itu tiba-tiba hilang tak terdengar sedikitpun—Doyoung memberanikan dirinya memegang kenop pintu bilik dan mendorong pintu itu, dia tidak melihat siapapun ada di dalam sana, Doyoung berbalik dan ia bertemu Nenek yang berdiri di depannya.

  Rambut kusut yang tipis, bibirnya yang pucat, matanya melotot seolah keluar dari rongga mata. Nenek tersenyum memamerkan giginya yang menghitam dan menampar pipi Doyoung dengan sangat keras, membuat bibirnya pecah dan berdarah, Doyoung pun merasa sekarang pipinya bengkak, penglihatannya jadi rabun beberapa saat. Nenek mengangkat tangannya lagi, dan memberikan tamparan kedua di pipi yang sama. Membuat Doyoung jatuh ke lantai namun lampu teplok itu tetap menyala terang. Doyoung ingat, kaki Nenek sudah terpotong lalu bagaimana ia bisa tiba di depannya sekarang.

"Sudah saatnya cucu ku." Nenek bersuara pelan. Malam semakin larut, sepertinya sekarang sudah jam satu malam. Dan Doyoung harus dibawa Nenek ke suatu tempat.

"Darah segar mu, sangatlah Nenek butuhkan." Ucap Nenek lagi, matanya masih tak bisa menatap dengan jelas, namun ia masih sadar saat dua orang berjubah hitam bertanduk rusa, dan bergigi panjang seperti taring babi hutan, mungkin babi rusa lebih spesifik. Memegang tangannya dan mencambuk kaki Doyoung, memaksakan dirinya untuk segera berdiri dan berjalan dibawah perintah mereka.

🔹🔸🔹🔸

BONEKA DAGING
















.

|•'•|

.

___________________________________________

Sekarang jadwal update dari malam Rabu, malam Jum'at sama malam Minggu, kalau nggak ada perubahan yaa :)
___________________________________________

BONEKA DAGING | DOYOUNG & JUNKYU✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang