0-Orang Asing

583 50 24
                                    

Semilir angin berhembus, menerbangkan daun kering hingga jatuh ke tanah. Duri memungutnya, lalu meletakkan daun itu di bangku. Nyanyian dari kartun bis biru kecil membuatnya tak merasa sepi meski sendirian. Dia sedaya upaya menghiraukan anak-anak lain yang bermain di taman

Maniknya sehijau zamrud itu menatap dengan binar yang terbingkai pada taman yang berada tak jauh dari tempatnya duduk. Ada yang bermain ayunan, jungkat-jungkit, dan lainnya dengan pelbagai cerita masing-masing. Mulut Duri terbuka tanpa sadar, hatinya meminta ia untuk bermain, namun ingatannya menghentikan niatnya.

Ia sedang menunggu kakaknya yang ke toilet. Juga ayahnya yang sedang pergi entah ke mana. Duri hanya mengangguk paham saat diminta untuk tetap duduk di posisinya sekarang. Tempat itu cukup sepi. Tidak terlalu terjamah orang. Mungkin karena tidak adanya pedagang kaki lima yang berjualan di sekitarnya. Atau memang tidak ada hal menarik dari hal itu.

Duri tersentak, saat kursi besi itu berderit dan berat bagian sebelahnya. Ia menoleh, mendapati seorang lelaki asing yang duduk di sebelahnya.

"Halo, Dek," sapa lelaki dewasa itu. Matanya melengkung terhalang oleh topi, mulutnya tersenyum di balik masker hitam.

"Halo!" Wajah Duri berubah riang. Dalam hati berseru, akhirnya ada yang menemaninya di sini.

"Adek ngapain di sini?" tanyanya lagi.

"Duri lagi nungguin orang," jawabnya. Dia tersenyum, matanya melengkung bak bulan sabit.

"Nunggu siapa, Dek?" tanyanya lagi.

"Nunggu Ayah, sama Kak Blaze!

"Wah adek berani ya, nunggu di sini sendirian." Pria itu mengusap kepala Duri yang tertutup topi dinosaurusnya. Ia membalas senyum Duri yang tak pudar.

Duri tak menjawab lagi, membiarkan hening berkuasa di antara keduanya. Duri kembali menyanyi, kakinya bergoyang-goyang tak tenang. Sesekali tertawa kecil saat mendapati sesuatu yang lucu. Pria itu melirik Duri, lalu secarik senyum hadir di balik maskernya.

Duri Sebenarnya canggung dia tak mengerti situasinya. Ia merasakan firasat buruk. Namun enggan beranjak dari sana. Jadi, ia alihkan perhatiannya dengan sesuatu yang menarik.

Sebenarnya, Duri yang menarik ayahnya untuk keluar. Blaze ikut-ikutan, bilang jika dia ingin bermain di luar juga. Itu berakhir dengan semuanya ribut ingin ikut. Sebelum ibunya datang dan meredakan suasana. Duri mengulum senyum. Dia jadi merindukan ibunya. Harusnya Bunda ikut tadi, ujarnya membatin.

Sebuah van berhenti di depan Duri dan juga pria tadi. Seorang lelaki keluar dari dalam. Masker menutupi sebagian wajahnya, ditambah topi membuat muka orang itu semakin sulit dilihat. Dia mendekat ke arah Duri yang menatapnya tanpa kedip. Kentara bingung yang menjalar, perasaan tak enaknya semakin menjadi.

"Dek, tadi Ayah kamu ada pesan, kalau dia sudah pulang. Terus minta antarin kamu pulang."

Duri terus menatap orang itu. Sebuah suara tiba-tiba berseru dalam pikirannya.

"Duri gak boleh ngomong sama orang asing, ya. Orang asing itu, orang yang gak Duri kenali. Karna, bisa aja orang itu jahat, terus ngambil permennya Duri."

Duri membelalakkan matanya. Dia baru saja melanggar perintah sang ibu. Dia lupa kalau ia tidak boleh bicara dengan orang asing. Duri segera bangkit dengan wajah takut. Tangannya ia masukkan ke dalam kantong celana, meremas permen yang bersemayam di sana sedari tadi.

Tubuh Duri kaku. Apalagi saat pria di belakangnya tiba-tiba berdiri. Semilir angin yang lewat tiba-tiba terasa lebih dingin dan membuatnya menggigil. Ia segera berbalik ke samping, hendak mengambil langkah seribu.

Look At Me, Please! [BoBoiBoy Siblings]Where stories live. Discover now