12-Duri Spesial

301 32 8
                                    

Gempa meregangkan otot-otot lengannya yang terasa pegal sejak berkutat dengan peralatan masak di dapur. Punggung ia labuhkan pada salah satu kursi dari delapan lainnya di sekitar meja makan. Melipat kedua tangan di atas meja, menjadikannya sebagai bantal untuk kepalanya yang menengkulup di sana.

Gempa benar-benar berpikir dia sudah tidur dan terlelap dalam mimpi. Dia menganggap suara teriakan, tangisan, panggilan namanya yang mengudara dalam atmosfer menegangkan pada sekitar ruangan hanyalah mimpi.

Itu sesudah Gempa mendapat tendangan keras yang sukses membuatnya terlonjak. Dia ingin memarahi sang pelaku sebelum didengarnya si biru tua meneriakkan kata maaf.

"Dari tadi kamu, Kak Taufan bangunin, gak bangun-bangun," sungut Taufan. Sesekali ia melirik tangga.

Gempa baru sadar, segala keributan tadi bukanlah mimpi semata. "Duri ... lagi?"

Taufan mengangguk pelan.

Gempa menghiraukan Taufan dan berlari menaiki tangga.

Satu hal yang terlupa oleh Gempa, 'Rumah ini tak akan memberinya istirahat sejenak.'

____________

"Gempa?"

Gempa tersentak. Manik emasnya bertemu dengan manik merah kepunyaan si sulung. Dia mendesah lemah setelahnya.

"Kenapa, Halilintar?"

"Duri masih belum mau bicara?"

Lagi-lagi helaan napas yang keluar dari mulutnya pertama kali. Dia menggeleng pelan, melepas kontak mata dari Halilintar.

Setelah itu hening. Bagi Halilintar sendiri dia bukan tipe orang yang bisa membangun topik. Dan baru dia sadari hari ini, Gempa terlihat lebih lelah dari biasanya.

"Kamu sudah makan?"

Gempa mengangguk. Mulai mengambil pulpen dan menyambung tulisannya pada buku.

"Oh. Aku dan Taufan baru saja membeli komik Heroes Galaxy volume terbarunya. Kamu boleh membacanya lebih dulu."

Gempa menggeleng. Lalu ia letakkan pulpennya, menatap wajah si sulung. "Kayaknya aku gak mau baca komik dulu. Pekerjaanku banyak."

"Ye, sekali-kali dong santai."

Taufan menutup pintu kamar, berjalan santai menuju kasur dan menghempas tubuh di sana. "Ngomong-ngomong Duri udah baikan. Dia juga tadi ngeracau, ntah soal apa."

Gempa dan Halilintar saling pandang.

"Kau memikirkan hal sama, Gem?"

"Aku mikirin jemuran yang kebasahan karna belum diangkat tadi."

Pandangan Halilintar berubah datar. Dia menggelengkan kepalanya bingung, melihat wajah polos murni Gempa yang tidak paham. Jangan-jangan adiknya ini terlalu memikirkan pekerjaan rumah, sampai tidak peka seperti ini.

"Memangnya kenapa Li?"

Halilintar menoleh, mendapati Taufan salto malam sebagai ritual sebelum tidur.

Look At Me, Please! [BoBoiBoy Siblings]Where stories live. Discover now