18-Don't Listen

202 23 2
                                    

Taufan melirik Gempa, begitu pula Gempa. Halilintar diam-diam melirik keduanya. Mereka bertiga sama-sama bingung. Mengapa tiba-tiba Solar datang ke kamar mereka. Padahal malam ini bulan bersinar terang, meski para antek-anteknya tak hadir. Tapi, tetap saja aneh.

Lumrahnya, seorang Solar bin Amato tak akan memasuki kamar siapa pun, jika bukan karena hal yang benar-benar gawat.

"Uum, ada apa Solar?" Gempa bertanya dengan nada ragu.

Taufan yang duduk di bangku saat itu, juga mengangguk. Penasaran. Apa pula yang gawatnya sampai si bungsu ini mau ke kamar mereka bertiga.

"Aku. Aku ingin mengungkapkan sesuatu." Wajah Solar berubah serius. Itu membuat Halilintar terpancing untuk pasang wajah lebih serius.

"Apa itu ...?" Gempa membalas. Mulai khawatir. Mulai merasakan hal yang tak nyaman.

Sepertinya begitu pula dengan Taufan. Tapi, tetap menjaga raut santai adalah keahliannya. Jadi, dia menunggu Solar mengatakan hal yang tampak serius itu. Tapi hal berikutnya yang dikatakan Solar, benar-benar membuat Taufan hampir melepas raut santainya.

=••=

Taufan membuang napas. Membuang ikan yang baru saja ditangkapnya kembali masuk ke dalam kolam.

"Taufaaaaan! Apa yang kau lakukan?!" Blaze melotot, berdiri saking kagetnya. Semudah itu Taufan membuang tangkapan ikan yang ditunggunya sangat lama.

Taufan tidak menatap Blaze, hanya menggidikkan bahu. Lalu kembali membuang napas. "Kasian, ikannya nanti kepisah sama keluarganya."

Blaze kembali duduk, meski rasa amarah yang membakarnya tadi masih belum reda juga, ia tetap mencoba untuk sabar. Blaze menoleh pada Taufan. Mengerutkan keningnya. "kalau yang ngomong Duri, aku ga heran. Lah, ini kau? Demam, Bos?"

Taufan geleng-geleng, tertawa kecil setelahnya. Lalu mendorong tubuhnya untuk lebih dekat dengan Blaze. Ia merangkul pundaknya saudaranya itu. "Blaze, panggil aku Kakak, dong," pintanya. Sembari menaik-turunkan alisnya.

Blaze makin tidak percaya yang merangkulnya ini Taufan. Keningnya makin berkerut. Ia mendorong tubuhnya, sedikit menjauh dari Taufan.

"Ini asli Taufan, 'kan?"

Taufan mengerucutkan bibirnya. "Yaiyalah."

Setelahnya mereka didera hening. Taufan melirik Blaze. Sepertinya, Blaze lupa tentang permintaannya tadi. Malah asik bersiul sembari menggoyangkan kedua kakinya. Kalau dilihat seperti ini, Blaze jadi mirip Duri. Ah, sebenarnya Blaze juga tidak salah. Taufan memang merasa sedikit tidak enak badan. Sepertinya ia mau demam.

Taufan menatap ke bawah, pada air yang memantulkan wajahnya. Tak ada senyum terukir di sana. Hanya mendung awan yang lagi-lagi menyelimuti matanya.

Bukan salahku juga 'kan, menyetujui tentang usulan Solar waktu itu. Karna, kupikir Solar ada benarnya.

Taufan kembali menghela napas. Ternyata bolos bersama Blaze sama sekali tidak menghilangkan perasaan yang beberapa hari ini mengganggunya.

"Ya udah yuk pulang." Taufan bangkit dari duduknya.

"Lah, tapi, ikannya bekum dapat! Tadi, belalang juga gak ada yang dapat!"

Look At Me, Please! [BoBoiBoy Siblings]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن