21-Makna Tersirat

185 23 2
                                    

Padahal penglihatan Duri sangat jelas, begitu jernih, tapi kenapa Duri seperti hanya melihat kegelapan?

Ah, ya. Mungkin karena dia di perpustakaan dan cukup untuk membuat kepala pusing memilih buku yang dapat memikat hatinya. Ada begitu banyak buku cerita di sini, kumpulan dongeng, cerita rakyat, semua yang cocok untuk dibaca anak-anak seusianya sekarang. Mungkin harusnya yang frustasi Solar, dia 'kan suka membaca buku yang banyak angkanya. Duri terkekeh-kekeh, pikirannya lucu untuk hal ini. Dia segera membalikkan badan, berlari mencari Solar di tegah labirin rak yang dipenuhi buku-buku.

Setelah berhasil menemukan Solar, Duri terkikik pelan. Dugaannya ternyata benar, Solar frustasi memilih buku.

"Solar!" panggil Duri, senyumnya mengembang di wajahnya yang berseri-seri.

Begitu pula Solar membalas senyuman yang menjadi hal terindah baginya.

"Aku menemukan buku cerita! Kau pasti akan menyukainya, ayo aku akan membacakannya untukmu!"

"Eh?"

Tanpa Duri duga, Solar malah menarik tangannya. Membuat ia limbung sebentar sebelum terpaksa mengikuti Solar menuju meja untuk membaca.

Solar terkikik, ia mendorong kursi untuk diduduki Duri. Duri yang bingung dengan tingkah tiba-tiba Solar, hanya menggaruk pipinya, tapi tetap menduduki bangku tersebut. Setelahnya, Solar duduk di sebelah Duri. Dia mulai membuka buku yang dibawanya tadi. Namun, belum sepatah kalimat ia baca, Duri lebih dulu bersuara.

"Solar, bukannya Solar mau nyari buku matematika, yah?"

Solar menggaruk pipinya pelan, terlihat canggung. "Sebenarnya, aku ngajakin ke sini buat bacain kamu cerita, aja. Hehe."

Duri mengernyit, tidak paham. "Kenapa memangnya?"

Tapi pertanyaan Duri tidak pernah terjawab, bahkan hingga ia naik kelas bahkan lulus dari sekolah dasar. Tapi, hingga dia beranjak remaja pun, Duri masih ingat dengan pertanyaannya itu.

Solar diam-diam melirik Duri. Dia menghela napas. Lantas segera membaca cerita tersebut, membiarkan Duri larut dalam setiap untaian kata ringan yang mudah dimengerti oleh dirinya. Aku melakukan ini 'kan, untuk membuatmu senang. Kau dan Kak Gempa benar-benar murung sejak pindah ke rumah Atok! Siapa pula yang akan menyangka, Solar menjawab pertanyaan Duri diam-diam dalam batinnya.

=••=

Akhir-akhir ini, Duri sangat-sangat aneh. Dia terus memegang gawainya, padahal sebelum ini gawai milik Duri itu selalu nganggur di atas meja. Jarang sekali Duri memainkannya. Walhal anak itu pun lebih menyukai aktivitas bersama saudaranya maupun Tok Aba. Paling-paling gawai hanya untuk Duri mencari informasi yang sama sekali tidak diketahuinya. Bahkan sampai Halilintar bingung dan mulai bertanya banyak hal pada Duri.

"Duri?"

"Hm?" Duri melongok dari gawai miliknya, menatap Halilintar yang berdiri di ambang pintu dengan kerutan di wajahnya.

"Makan."

"Eh, oke." Duri meletakkan gawainya di atas meja. Segera mengikuti Halilintar untuk turun ke bawah. Mereka berdua sama sekali tidak berusaha membuka percakapan. Tidak ada pula hawa canggung yang biasanya begitu mencekik.

Look At Me, Please! [BoBoiBoy Siblings]Where stories live. Discover now